Alana menoleh saat pintu kamar kembali terbuka, matanya menatap Alesio yang berjalan masuk sambil membawa sebuah mangkok dan segelas airAlesio meletakan gelas dan mangkok berisi bubur di atas nakas lalu membantu Alana untuk duduk bersandar pada kepala ranjang.“Makan” ucapnya singkat sambil duduk di samping tempat tidur Alana dan menyuapinya dengan lembut.Alana merespon dengan lambat, menerima setiap suapan bubur yang disuapkan oleh Alesio. Meskipun demamnya membuatnya merasa lemah, tetapi perhatian dari Alesio membuatnya merasa nyaman.Saat Alana memakan bubur dengan penuh kesulitan, Alesio terlihat memperhatikannya dengan cermat. Dia tidak bicara banyak, namun tatapannya penuh dengan perhatian. Setiap kali Alana kesulitan menelan, Alesio dengan lembut menyeka bibirnya dan memberinya minum air.“Aku akan kembali ke California lusa” ucap Alesio."Aku mengerti" ucap Alana pelan. "Jangankhawatir. Aku akan baik-baik sa
“Al..” Panggil DianaMata biru yang terpejam itu kini terbuka, Alesio melirik Diana yang menyandarkan kepala pada pundaknya, matanya nampak berair"Kenapa?" tanya Alesio dengan nada lembut, kedua telapak tangannya menangkup wajah Diana dengan penuh perhatian."Aku merindukan Bastian" ucap Diana dengan suara yang lembut, tetapi isinya menyimpan kesedihan yang mendalam. Ucapannya membuat Alesio terdiam sejenak, ekspresi wajahnya berubah menjadi serius.Baginya, hal itu terasa seperti Diana mencoba menggunakan kematian Bastian sebagai suatu kelemahan untuk Alesio atau bahkan untuk mengganggunya.Alesio menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Meskipun dia merasa terganggu dengan ucapan Diana, dia berusaha untuk tetap tenang dan menjaga ketenangan di dalam pesawat.Top of Form"Ingin mengunjungi makamnya?" tawar Alesio. Namun, Diana hanya menggeleng dengan lembut."Aku akan merasa bersalah padanya" ucapnya pelan, matanya terlihat sayuAlesio mengangguk, sebelah tan
"Ada masalah apa?" tanya Alana saat ia melihat Mic yang tampak tegang.Mic menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab dengan suara parau, "Claudia mendapat foto Alesio di bandara bersama wanita yang sama dengan sebelumnya."“Wanita sebelumnya?” Tanya AlanaMic mengangguk “Skandal Alesio yang berpelukan dengan wanita dibandara 4 hari yang lalu” Ucap Mic"Wanita berambut pirang?" tanya Alana, mencoba mengingat-ingat."Kamu tahu siapa dia?" Mic bertanya balik, matanya mencari konfirmasi dari Alana.Alana menggeleng sebagai jawaban "Entahlah."Mic menghela napas panjang, kekhawatirannya semakin dalam, "Kamu tahu kan betapa jahatnya media sosial sekarang, kalian baru menikah, kalau berita ini naik, bisa-bisa kamu diserang media."Alana merasakan ketegangan yang sama dengan Mic. Mereka berdua tahu betapa kejamnya dunia maya, di mana satu kesalahan kecil bisa menjadi bahan bakar bagi gosip dan fitnah y
Alana menatap penampilannya di cermin dengan tatapan serius, memastikan bahwa setiap rambutnya teratur dan gaun berwarna hitam yang dipilihnya membuatnya terlihat percaya diri.Setelah yakin bahwa penampilannya sudah cocok, Alana meraih totebag yang sudah disiapkan sebelumnya dan melangkah keluar dari apartemennya.Langkahnya mantap dan pasti saat dia berjalan di lorong apartemen menuju pintu utama, angin sejuk pagi menyapa wajahnya saat dia keluar dari kawasan apartemen elit ituDengan langkah mantap menuju taksi yang sudah menunggu di depan gedung. Ketika dia mencapai taksi, sopirnya membuka pintu dengan ramah, dan Alana masuk ke dalam dengan senyum tipis di bibirnya. Dia memberikan alamat tujuan kepada sopir, lalu duduk dengan nyaman di kursi belakangSetelah beberapa waktu, taksi akhirnya tiba di tempat tujuan Alana. Alana mengeluarkan uang untuk membayar sopir dan turun dari taksi. Dia menatap rumah besar di depannya dengan tatapan datar.Kakinya melangkah dengan mantap, memasuki
Andre kehilangan kata-katanya saat dia melihat kertas yang dilemparkan Alana ke depannya. Kertas itu adalah hasil tes DNA antara dirinya dan Henry, hasil yang membuktikan bahwa Andre adalah ayah biologis dari Henry.“Bagaimana papa bisa melupakan keinginan mamaku begitu saja?” desah Alana, suaranya penuh dengan keputusasaan.Andre menatap putrinya dengan tatapan penuh penyesalan. "Alana, kamu harus percaya pada papa. Keputusan ini tidaklah mudah bagi siapapun dari kita. Tapi sebagai kepala keluarga, papa harus membuat keputusan."“Keputusan papa bilang?” Alana tercengang oleh kata-kata Andre. "Papa iri dengan pencapaian mama, papa selingkuh di belakang mama, memiliki anak yang usianya dua tahun lebih tua dariku, kemudian mengambil alih perusahaan mama dan menuduh mama selingkuh, apa itu yang papa bilang keputusan?!” serunya dengan suara yang terengah-engah.Andre menatap putrinya dengan tatapan yang penuh dengan rasa bersalah. "Alana, papa mengerti kamu marah. Tapi kamu harus memahami
Suara tembakan terdengar nyaring di ruangan yang gelap dan tertutup rapat. Seorang pria terikat di kursi dengan tali kuat, matanya tertutup rapat dengan selembar kain hitam.Di hadapannya, Alesio, pria berwajah dingin dengan tatapan tajam, sedang duduk di kursi yang berputar, memperhatikan dengan cermat setiap gerakan korban yang terikat itu.“Jadi… kau menolak mengatakan siapa yang menyuruhmu membebaskannya?” tanya Alesio dengan suara yang dingin, tanpa ekspresi sedikit pun di wajahnya.Pria yang terikat itu menggeleng-geleng, napasnya terengah-engah. “Saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya melakukan apa yang diperintahkan” ucapnya dengan suara gemetar.Alesio menggeram, mencengkram tangan pria itu dengan keras. “Jangan berbohong padaku. Aku ingin tahu siapa yang berani mencoba menyelamatkan Clark dari penjara.”Pria itu terisak kesakitan, namun dia tetap teguh dengan jawabannya. “Saya hanya menjalankan perintah, saya tidak tahu siapa dalangnya. Tolong, lepaskan saya!”Alesio tersenyum
Alesio memarkirkan mobilnya di area parkir pemakaman, hatinya berdebar-debar dengan khawatir. Dia membuka HP-nya dan memastikan jika GPS Alana terlacak di tempat ini. Tidak ada keraguan lagi, Alana ada di sini.Langkahnya terburu-buru saat dia melintasi deretan makam, sinar rembulan menyinari jalanan yang sepi. Saat dia mendekati sebuah makam dengan keramik berwarna navy, dia melihat sesosok tubuh yang terbaring di bawah sinar rembulan yang redup.“Alana” ucap Alesio tak menyangka jika tubuh yang terbaring disamping makam itu adalah Alana.Dia berjalan mendekati tubuh yang terbaring dengan langkah lebar. Begitu Alesio mendekat, dia melihat wajah Alana yang damai dalam tidurnya yang lelap."Alana" panggilnya pelan, mencoba membangunkannya dengan lembut.Namun, Alana tidak bereaksi. Dia tetap terlelap dalam tidurnya. Alesio mendengus, begitu menyentuh tangan Alana, Alesio merasakan tubuh Alana sangat dingin, kontras dengan wajah pucatnya“Gadis bodoh” Decak AlesioDengan hati-hati, Ales
“Tuan, orang yang anda perintahkan menculik Alana gagal. Kami mendapat laporan jika Alesio datang dan membawa Alana pergi” Lapor Antonio sambil menyerahkan beberapa foto yang sempat diterimanya dari kedua pria yang mengawasi Alana kemarinClark mengamati dengan seksama “Bukannya dia di California?” Tanya Clark“Kami juga tidak tau, mata-mata yang kita tempatkan disana tidak mendapatkan informasi ini” Ucap AntonioClark menyeringai lebar “Apa sekarang dia melupakan Diana dan fokus pada istri mungilnya ini?”Antonio menatap Clark dengan ekspresi yang tegang, merasa tidak nyaman dengan arah pembicaraan ini. Dia tahu bahwa situasi ini bisa menjadi sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan hati-hati. apalagi jika mereka membawa seorang wanita dalam masalahnya."Tuan, situasinya menjadi semakin rumit" kata Antonio dengan suara rendah, mencoba menekankan urgensi masalah ini.Mata Clark masih terpak
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu