Dengan paksaan dari satu pihak, Alesio memainkan bibir Alana, lidahnya menerobos masuk meskipun tak mendapat izin dari lawannya.Alana merasa kaget dan terkejut oleh tindakan mendadak Alesio, namun tak bisa menahan getaran aneh yang merambat di dalam dirinya.Alesio melepaskan ciuman itu, hidungnya bersentuhan dengan hidung Alana. Pandangan mereka saling bertemu, dan Alana merasa seperti dunia di sekitarnya tiba-tiba berputar."Kau payah dalam berciuman" kata Alesio, suaranya berisik, tetapi ada sentuhan kelembutan di dalamnya.Alana mengakuinya. Dia memang payah dalam berciuman karena dia tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Alesio, pria pertama yang menciumnya. Matanya melihat ke dalam mata biru Alesio, mencari kepastian dan kelemahan yang tak terucapkan.Alana ingin membuka mulutnya, menjawab ucapan Alesio tapi Alesio kembali membungkam bibirnya. Membuatnya terengah karena kehabisan nafas. Ciuman kali ini lebih intens dari sebelumnya, dan Alana merasa seperti kekuatan yang tak te
“Sudah bangun” Ucap Alesio dengan suara berat nan serak, tangannya menyentuh lembut pipi Alana.Alana tertegun mendengar suara Alesio yang menggema di telinganya. Suara pria itu, meskipun baru bangun tidur, terdengar seksi dan menggetarkan."Sudah selesai melamunnya?" tanya Alesio sambil tersenyum miring. Alana menatap Alesio dengan tatapan terkejut. Pria itu menggunakan tangan kanannya untuk menopang kepalanya sendiri dan tangan kirinya yang mengusap pipinyaAlana menelan ludahnya saat menyadari bahwa Alesio tidak mengenakan baju, sehingga sekarang telanjang dada.Alana merasa dadanya berdebar-debar, terpesona oleh pesona Alesio yang mempesona meskipun dalam keadaan santai seperti itu.Alesio mengamati reaksi Alana dengan senyum yang penuh dengan arti. Dia menyadari dampak dari penampilannya yang menggoda Alana, dan dia menikmati perhatian gadis itu.Well, Alesio memang sengaja melakukannya untuk menggoda Alana"Mungkin aku harus segera mengenakan baju" kata Alesio sambil mengangkat
Alana keluar dari kamar mandi dengan bath robe putih di tubuhnya, rambutnya yang basah jatuh ke bahunya. Matanya tertuju pada tote bag yang tersusun rapi di sofa.Beberapa menit yang lalu seorang pelayan membawakannya tote bag itu dan menyerahkannya pada Alana.Dia mendekati sofa dan membuka tote bag itu. Di dalamnya ada sebuah gaun biru polos dengan desain yang elegan. Dia memeriksa gaun itu dengan jari-jarinya.Lalu matanya membola saat melihat dalam wanita beserta sebuah catatan kecil yang ditempel disana‘Aku menebak ukuranmu’AlesioAlana berdecak kesal sambil tersenyum tipis "Dia benar-benar..."Alana mengeluarkan gaun dari tote bag, merasa penasaran dengan bagaimana gaun itu akan terlihat di tubuhnya. Dia mulai memakainya. Alana merasa terkejut karena gaun itu pas dengan tubuhnya seolah-olah dibuat khusus untuknya.Saat dia menatap cermin di depannya, dia tersenyum puas. Gaun itu sempurna baginya begitu pula dengan dalamannya"Baiklah, Alesio, kamu menang kali ini." Gumam Alana
Ketika pesawat mendarat di bandara Jakarta, Alana melepaskan ikatan pengaman. Markus memimpin jalan menuju terminal bandara dengan sigap, beberapa pengawal juga menjaganya, memastikan Alana tidak kesulitan dalam perjalanan. Saat mereka tiba di terminal, sebuah mobil mewah sudah menunggu di luar. Markus membuka pintu mobil dan membantu Alana masuk. "Tuan Alesio menginstruksikan saya untuk mengantarkan Anda langsung ke apartemen, Nyonya" ucap Markus, memberikan penjelasan. Alana mengangguk mengerti. "Terima kasih, tapi aku ingin ke rumah dulu, ada yang harus ku ambil” “Baik Nyonya” ucap Markus. Mobil melaju ke arah pusat kota Jakarta. Alana memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan dirinya sendiri dari gejolak emosi yang melanda. Sepertinya Alana harus menyiapkan mentalnya jika dia bertemu dengan Henry di rumah nanti. Setelah beberapa saat, begitu tiba di depan rumahnya, Alana turun dari mobil “Kamu disini saja” ucap Alana pada Markus Begitu pintu dibuka, Alana mendapati kondi
Alana duduk dengan tenang di kursi belakang mobil mewah yang dikendarai oleh Markus. Pikirannya berputar mencari maksud ucapan Henry. Mobil melambat saat tiba di kawasan apartemen mewah milik Alesio. Markus membuka pintu mobil “Nyonya” “Ah iya..” Panggilan Markus membuat Alana tersadar dari lamunannya “Kita sudah sampai” Alana merespons panggilan Markus dengan anggukan ringan, menunjukkan bahwa dia menyadari mereka telah sampai di tujuan. Ketika pintu mobil terbuka, Alana membalas panggilan Markus dengan penuh kesadaran. "Terima kasih, Markus" ucapnya sambil menatap Markus dengan senyum tipis. Apartemen itu begitu megah dan menakjubkan, menjulang tinggi di antara gedung-gedung pencakar langit kota Jakarta. Cahaya lampu jalan yang berkelap-kelip menciptakan latar belakang yang dramatis di balik bangunan apartemen yang mewah. Setelah Markus menutup pintu mobil, Markus memandu Alana ke dalam gedung, mereka berdua melangkah melalui lorong-lorong yang terang benderang. Alana mencoba
"Apa kau bisa membuangnya disaat Diana membuka hati dan menerimamu?”Tangan Alesio mengepal erat di sisinya. Dia terdiam, membiarkan pertanyaan Grey meresap ke dalam pikirannya yang rumit“Seorang pria bisa hancur karena wanita, Al. Aku hanya mengingatkanmu untuk tidak terlalu jauh. Alana berbeda dengan wanita panggilanmu” Ucap Grey“Selain sikapnya yang keras kepala, tidak ada perbedaan lain” ucap Alesio“Selain laporan dari Markus, kau tidak tahu apapun tentang Alana” Sanggah Grey cepat“Kau berbicara seperti mengenalnya?” Tanya AlesioGrey tersenyum tipis “Alana Claira Dirgantara. Aku kenal dia tapi dia yang tidak mengenalku.”Alesio menatap Grey dengan serius, mencoba membaca ekspresi sahabatnya itu. Grey ditatap demikian, kemudian tertawa ringan. “Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Itu hanya akan membuatmu semakin memikirkannya” suara Grey penuh dengan unsur jenaka."Ckk" decak Alesio, meskipun dalam hatinya masih terasa keraguan.Grey tertawa pelan sebelum melanjutkan dengan obr
“Tembak dia”Pria yang berdiri di belakang Alesio hendak menarik pelatuknya, namun sebelum itu Alesio sudah terlebih dahulu menghajar dan mengambil pistol yang dimiliki pria itu. Dalam gerakan yang gesit, Alesio melompat ke samping, menggunakan pilar sebagai perisainyaDor! Dor! Suara tembakan terdengar nyaring di gedung tua itu. Alesio membalas tembakan dengan tepat, mengarahkan pistolnya ke arah Hyra dan rekan-rekannya. Dia bergerak dengan lincah, menutupi setiap sudut ruangan dengan pandangan tajamnya.Hingga sebuah peluru mengenai lengan kirinya. Darah mulai mengalir dengan deras. Suasana gedung tua itu semakin mencekam. Kemeja putih Alesio sudah lusuh dipenuhi dengan cipratan darahAlesio melemparkan pistolnya yang kehabisan peluru “Kau memilih musuh yang salah” Gumam Alesio dengan seringaian lebar, mengabaikan rasa sakit akibat peluru yang bersarang di lengan kirinya.Alesio berjalan keluar dari balik pilar dengan tangan terangkat, tanda menyerah“Aku tidak tau jika kau sebodoh
“Selamat pagi, Nyonya” sapa Markus sopan sambil membuka pintu mobil untuk Alana dengan penuh keramahan."Pagi” balas Alana dengan senyum ramahnya, membalas sapaan Markus sebelum masuk ke dalam mobil.Dalam mobil, Alana membuka laptopnya dengan cepat. Jari-jarinya bergerak dengan lihai di atas keyboard, merentas satu persatu data perusahaan Dirgantara. Dia memeriksa laporan keuangan, memastikan bahwa semuanya tercatat dengan rapi.Namun, saat Alana membuka laporan terkait kepemilikan saham perusahaan, dia mendapati sebuah perubahan yang mengejutkan.“Tidak mungkin" gumam Alana dengan gemetar ketika dia membaca dengan seksama. Daftar kepemilikan saham miliknya, sudah berpindah pada Henry. Mata Alana membulat terkejut, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia baca.“Apa-apaan ini!” Alana berdecak dengan emosi, suaranya terdengar terkejut dan penuh frustrasi. Bahkan Markus yang sedang mengemudi-pun dibuat terkejut