"Apa kau bisa membuangnya disaat Diana membuka hati dan menerimamu?”Tangan Alesio mengepal erat di sisinya. Dia terdiam, membiarkan pertanyaan Grey meresap ke dalam pikirannya yang rumit“Seorang pria bisa hancur karena wanita, Al. Aku hanya mengingatkanmu untuk tidak terlalu jauh. Alana berbeda dengan wanita panggilanmu” Ucap Grey“Selain sikapnya yang keras kepala, tidak ada perbedaan lain” ucap Alesio“Selain laporan dari Markus, kau tidak tahu apapun tentang Alana” Sanggah Grey cepat“Kau berbicara seperti mengenalnya?” Tanya AlesioGrey tersenyum tipis “Alana Claira Dirgantara. Aku kenal dia tapi dia yang tidak mengenalku.”Alesio menatap Grey dengan serius, mencoba membaca ekspresi sahabatnya itu. Grey ditatap demikian, kemudian tertawa ringan. “Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Itu hanya akan membuatmu semakin memikirkannya” suara Grey penuh dengan unsur jenaka."Ckk" decak Alesio, meskipun dalam hatinya masih terasa keraguan.Grey tertawa pelan sebelum melanjutkan dengan obr
“Tembak dia”Pria yang berdiri di belakang Alesio hendak menarik pelatuknya, namun sebelum itu Alesio sudah terlebih dahulu menghajar dan mengambil pistol yang dimiliki pria itu. Dalam gerakan yang gesit, Alesio melompat ke samping, menggunakan pilar sebagai perisainyaDor! Dor! Suara tembakan terdengar nyaring di gedung tua itu. Alesio membalas tembakan dengan tepat, mengarahkan pistolnya ke arah Hyra dan rekan-rekannya. Dia bergerak dengan lincah, menutupi setiap sudut ruangan dengan pandangan tajamnya.Hingga sebuah peluru mengenai lengan kirinya. Darah mulai mengalir dengan deras. Suasana gedung tua itu semakin mencekam. Kemeja putih Alesio sudah lusuh dipenuhi dengan cipratan darahAlesio melemparkan pistolnya yang kehabisan peluru “Kau memilih musuh yang salah” Gumam Alesio dengan seringaian lebar, mengabaikan rasa sakit akibat peluru yang bersarang di lengan kirinya.Alesio berjalan keluar dari balik pilar dengan tangan terangkat, tanda menyerah“Aku tidak tau jika kau sebodoh
“Selamat pagi, Nyonya” sapa Markus sopan sambil membuka pintu mobil untuk Alana dengan penuh keramahan."Pagi” balas Alana dengan senyum ramahnya, membalas sapaan Markus sebelum masuk ke dalam mobil.Dalam mobil, Alana membuka laptopnya dengan cepat. Jari-jarinya bergerak dengan lihai di atas keyboard, merentas satu persatu data perusahaan Dirgantara. Dia memeriksa laporan keuangan, memastikan bahwa semuanya tercatat dengan rapi.Namun, saat Alana membuka laporan terkait kepemilikan saham perusahaan, dia mendapati sebuah perubahan yang mengejutkan.“Tidak mungkin" gumam Alana dengan gemetar ketika dia membaca dengan seksama. Daftar kepemilikan saham miliknya, sudah berpindah pada Henry. Mata Alana membulat terkejut, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia baca.“Apa-apaan ini!” Alana berdecak dengan emosi, suaranya terdengar terkejut dan penuh frustrasi. Bahkan Markus yang sedang mengemudi-pun dibuat terkejut
"Aku ikut denganmu!" ucap Diana dengan suara gemetar saat Alesio hendak pergi. Dia menahan pergelangan tangan Alesio, matanya penuh dengan kerinduan dan keputusasaan.Alesio menatap Diana “Tidak bisa” ucapnya mencoba melepaskan tangan Diana, namun Diana menolak untuk dilepaskan."Tapi aku tidak bisa ditinggalkan lagi, Al. Jangan meninggalkanku. Aku tidak bisa hidup tanpamu" pintanya dengan suara penuh keputusasaan.Alesio menarik napas dalam-dalam "Diana, kamu harus tetap di sini”"Kenapa?! Kamu pergi meninggalkanku untuk wanita itu kan, Al!" emosi Diana mencuat tiba-tiba, matanya memancarkan kekecewaan yang dalam. "Wanita yang kau nikahi itu, kau ingin kembali padanya kan!" tambahnya dengan nada tajam, keputusasaan dan kebencian menyulut di dalamnya“Diana!” Alesio membentak dengan suara yang tegas, mencoba untuk menghentikan aliran emosi yang sedang memuncak dari Diana“Al.. kau membentakku?” Suara Diana lirih, dengan ekspresi yang kaget dan terkejut.Diana berlari ke dapur, tangann
Alana meremas kaleng sodanya dengan kuat, ekspresinya penuh dengan frustrasi. “Kenapa sih orang-orang pada mikir kalau aku jual diri?!” decaknya kesal, suaranya terdengar berat karena memendam kekesalan yang dalam.Harga diri Alana tergores. Masalahnya tidak hanya datang dari Angela, Maya, dan beberapa mahasiswa lain yang mengira dia menjual diri kepada Alesio, tetapi juga dari dosen-dosennya sendiri yang memiliki prasangka serupa.“Ckk.. dasar para otak selangkangan!” decak Alana dengan nada sinis, kesal dengan pemikiran orang-orang disekitarnya, tetapi apa boleh buat, Alana sendirilah yang memulai semua ituAlana melemparkan botol kaleng soda itu ke tong sampah dengan gerakan kasar, lalu membuka kaleng lainnya dan meneguk soda itu dengan cepat. “Untung Bu Meta mau jadi pembimbing baru” gumamnya, mencoba mencari hiburan dalam situasi yang penuh tekanan.Alana baru saja selesai mengurus pergantian dosen pembimbingnya, n
“Eh ada adek pungut” ucap Michael yang baru tiba di rumah“Hai kak Mic” Balas Alana tak kalah sinis, jika tidak ada kakek Igrit, Alana enggan memanggil Michael dengan sebutan ‘Kakak’Kakek Igrit menggelengkan kepala pelan melihat interkasi kedua cucunya itu “Dapat berita baru apa hari ini?” Tanya Kakek Igrit. Dia terkadang menanyakan berita terbaru dari cucunya yang berprofesi sebagai jurnalis ituMichael tersenyum tipis lalu menatap Alana dengan misterius “Oh ada berita hangat dari pasangan pengantin baru, paling akan dipublish sore ini”Alana mengangkat alisnya, penasaran dengan berita apa yang akan diungkapkan oleh Michael. Jika berita pengantin baru, apakah itu termasuk dirinya? "Berita apa itu? Tidak akan membuatku menjadi sorotan, kan?" Tanyanya. Bukannya sombong, namun belakangan ini namanya kerap kali terseret dalam berita sebagai istri Alesio KingstonMichael menggeleng, memainkan
Alana menatap gemerlap lampu dari balkon kamar apartemen. Dinginnya angin malam tidak membuat Alana merasa terganggu, dia justru merasa lebih segar dan hidup.Pintu kamar balkon terbuka dan bayangan seorang pria berjalan mendekati Alana. Aroma menyegarkan tercium di hidungnya, membuatnya berbalik dan mendapati Alesio berdiri didepannya“Urusanmu sudah selesai?” Tanya Alana, entah kenapa dia tidak terkejut mendapati kedatangan mendadak Alesio, tapi dia justru penasaran kenapa Alesio justru datang menemuinya bukan bersama dengan wanita pirang dibandara itu.“Hmm” Alesio menjawab dengan deheman, lalu langkahnya berjalan mendekat pada Alana, mendekap tubuh Alana dalam pelukannya“No skinship, sir” Ucap Alana berusaha melepaskan pelukan itu namun bukannya lepas, tangan Alesio melingkari pinggang Alana semakin erat“Apa yang membuatmu berpikir begitu keras?” suara lembut berbisik di telinga Alana, membuat b
Alana merinding. Kakinya terasa seperti Jelly. Padahal seminggu ini adalah sudah mengokohkan pertahanannya namun bersama dengan Alesio membuat pertahannya mulai goyah. Alesio benar-benar sebuah cobaan yang berat dalam perjanjian itu. “A- alesio tunggu sebentar.. mau apa kau?” Alana tersentak, Alesio mengangkat Alana, meletakan Alana dipundaknya “Turunkan aku” Alana memekik, kepalanya terasa sakit karena aliran darah yang memompa ke kepalanya yang berada dipunggung Alesio. “Aku tidak akan menyakitimu, Alana” ucap Alesio dengan lembut, mencoba menenangkan Alana sambil meletakkan Alana dengan sedikit kasar di ranjang Alana merasa tegang saat Alesio menempatkannya dengan kasar di ranjang, dan saat dia mencoba memundurkan tubuhnya, dia merasa terjepit di antara Alesio dan kepala ranjang. Tidak ada yang membuatnya merasa lebih terpojok daripada senyum miring Alesio "Jangan macam-macam" ucap Alana sambil berusaha menjauh, tetapi dia tidak bisa melakukannya karena dia sudah terjepit di t