Alana meremas kaleng sodanya dengan kuat, ekspresinya penuh dengan frustrasi. “Kenapa sih orang-orang pada mikir kalau aku jual diri?!” decaknya kesal, suaranya terdengar berat karena memendam kekesalan yang dalam.
Harga diri Alana tergores. Masalahnya tidak hanya datang dari Angela, Maya, dan beberapa mahasiswa lain yang mengira dia menjual diri kepada Alesio, tetapi juga dari dosen-dosennya sendiri yang memiliki prasangka serupa.
“Ckk.. dasar para otak selangkangan!” decak Alana dengan nada sinis, kesal dengan pemikiran orang-orang disekitarnya, tetapi apa boleh buat, Alana sendirilah yang memulai semua itu
Alana melemparkan botol kaleng soda itu ke tong sampah dengan gerakan kasar, lalu membuka kaleng lainnya dan meneguk soda itu dengan cepat. “Untung Bu Meta mau jadi pembimbing baru” gumamnya, mencoba mencari hiburan dalam situasi yang penuh tekanan.
Alana baru saja selesai mengurus pergantian dosen pembimbingnya, n
“Eh ada adek pungut” ucap Michael yang baru tiba di rumah“Hai kak Mic” Balas Alana tak kalah sinis, jika tidak ada kakek Igrit, Alana enggan memanggil Michael dengan sebutan ‘Kakak’Kakek Igrit menggelengkan kepala pelan melihat interkasi kedua cucunya itu “Dapat berita baru apa hari ini?” Tanya Kakek Igrit. Dia terkadang menanyakan berita terbaru dari cucunya yang berprofesi sebagai jurnalis ituMichael tersenyum tipis lalu menatap Alana dengan misterius “Oh ada berita hangat dari pasangan pengantin baru, paling akan dipublish sore ini”Alana mengangkat alisnya, penasaran dengan berita apa yang akan diungkapkan oleh Michael. Jika berita pengantin baru, apakah itu termasuk dirinya? "Berita apa itu? Tidak akan membuatku menjadi sorotan, kan?" Tanyanya. Bukannya sombong, namun belakangan ini namanya kerap kali terseret dalam berita sebagai istri Alesio KingstonMichael menggeleng, memainkan
Alana menatap gemerlap lampu dari balkon kamar apartemen. Dinginnya angin malam tidak membuat Alana merasa terganggu, dia justru merasa lebih segar dan hidup.Pintu kamar balkon terbuka dan bayangan seorang pria berjalan mendekati Alana. Aroma menyegarkan tercium di hidungnya, membuatnya berbalik dan mendapati Alesio berdiri didepannya“Urusanmu sudah selesai?” Tanya Alana, entah kenapa dia tidak terkejut mendapati kedatangan mendadak Alesio, tapi dia justru penasaran kenapa Alesio justru datang menemuinya bukan bersama dengan wanita pirang dibandara itu.“Hmm” Alesio menjawab dengan deheman, lalu langkahnya berjalan mendekat pada Alana, mendekap tubuh Alana dalam pelukannya“No skinship, sir” Ucap Alana berusaha melepaskan pelukan itu namun bukannya lepas, tangan Alesio melingkari pinggang Alana semakin erat“Apa yang membuatmu berpikir begitu keras?” suara lembut berbisik di telinga Alana, membuat b
Alana merinding. Kakinya terasa seperti Jelly. Padahal seminggu ini adalah sudah mengokohkan pertahanannya namun bersama dengan Alesio membuat pertahannya mulai goyah. Alesio benar-benar sebuah cobaan yang berat dalam perjanjian itu. “A- alesio tunggu sebentar.. mau apa kau?” Alana tersentak, Alesio mengangkat Alana, meletakan Alana dipundaknya “Turunkan aku” Alana memekik, kepalanya terasa sakit karena aliran darah yang memompa ke kepalanya yang berada dipunggung Alesio. “Aku tidak akan menyakitimu, Alana” ucap Alesio dengan lembut, mencoba menenangkan Alana sambil meletakkan Alana dengan sedikit kasar di ranjang Alana merasa tegang saat Alesio menempatkannya dengan kasar di ranjang, dan saat dia mencoba memundurkan tubuhnya, dia merasa terjepit di antara Alesio dan kepala ranjang. Tidak ada yang membuatnya merasa lebih terpojok daripada senyum miring Alesio "Jangan macam-macam" ucap Alana sambil berusaha menjauh, tetapi dia tidak bisa melakukannya karena dia sudah terjepit di t
Pukul 2 dini hari dan Alesio masih terjaga dari tidurnya. Pria itu menatap pergelangan tangan kanan Alana yang membekas karena tingkah Alana yang memberontak. Dia merasa campuran emosi: kesal, kecewa, dan bahkan sedikit bersalah. Namun, di antara semua itu, ada juga getaran aneh yang membuatnya terdorong untuk berbuat lebih dari sekadar membebaskan Alana.Tanpa ragu, Alesio bangkit dari ranjang, langkahnya mantap menuju meja di sisi kamar tidur. Di atas meja itu, ada sebuah kunci, sebuah objek yang mengingatkannya pada situasi rumit yang sedang dihadapinya. Dengan tangan yang mantap, dia mengambil kunci tersebut dan kembali ke ranjang.Dengan gerakan cepat, Alesio membuka borgol yang membelenggu pergelangan tangan Alana. Perlahan, ia melemparkan borgol itu ke lantai dengan kasar, membiarkan suara metal berdenting memecah keheningan malam.Tanpa sepatah kata pun, Alesio menatap mata Alana. Keheningan malam menambah ketegangan di udara. Tanpa ragu, bibirnya mengec
“Hah?” Alana sepertinya salah dengar ‘bulan madu katanya’“Kita akan apa?” Tanya Alana tak yakin dengan pendengaran sebelumnyaAlesio tersenyum, langkahnya mantap saat dia berdiri dan berjalan ke arah Alana. Tangan kanannya berada di sandaran sofa tempat Alana duduk. "Bulan madu, sayang" ucapnya dengan suara lembut, sementara tatapannya penuh makna.Alana merasa hatinya berdebar hebat. "Tapi, apa maksudmu?" desisnya, mencoba mencerna kata-kata Alesio."Aku ingin kita memiliki waktu bersama" jelas Alesio, suaranya penuh kehangatan. "Menghabiskan waktu hanya berdua, tanpa gangguan dari siapapun."‘Gila’ Alesio benar-benar gila.Kemarin Alesio bersama seorang wanita berambut pirang. Tadi malam pria itu menyerangnya, bahkan dengan cara ekstrim menggunakan borgol. Dan pagi tadi dia bercumbu dengan wanita yang nampak seperti kupu-kupu malamLalu sekarang? Bisa-bisanya Alesio mengajaknya bulan madu seperti pasangan suami-istri asli yang saling mengasihiMemang gila!Alesio tidak bisa menahan
Alana tersadar dari lamunannya saat napas Alesio tertiup di depan wajahnya, memecah keheningan yang tegang di antara mereka“Kau benar-benar seperti boneka sekarang” ucap Alesio sambil mengeratkan gendongannya pada Alana.Alesio tersenyum tipis, matanya tidak salah saat pertama kali menilai Alana dengan kata ‘imut’. Dia melihat ekspresi campuran di wajah Alana. Amarah, kekesalan yang bercampur dengan malu disertai debaran jantung Alana yang terasa saat Alesio mendekapnya lebih erat.Ini membuat Alesio semakin yakin bahwa dia memiliki kendali penuh atas situasi ini, bahwa Alana benar-benar telah menjadi marionet dalam permainannya.Alesio merasakan kepuasan mendalam saat memandang Alana yang terjebak dalam kebingungannya sendiri. Dia menyadari bahwa Alana bukan hanya seorang gadis biasa yang dia temui, tapi dia adalah seseorang yang bisa dia bentuk dan mainkan sesuai dengan kehendaknya.Pikiran itu memberinya sensasi kuasa ya
Helikopter itu mendarat dengan lembut di sebuah lapangan luas, dan Alesio dengan sigap membantu Alana turun dari helikopter. "Katanya gak ada tujuan" sindir Alana dengan nada yang masih terdengar sedikit kesal. Alesio tersenyum penuh kepuasan melihat reaksi Alana. "Memang tidak ada tujuan tadi" jawabnya dengan tenang “Jadi sekarang ada?” Balas Alana dengan tatapan sinis “Jika tidak ada, kita tetap akan di udara sekarang” Jawab Alesio Tiba-tiba, seorang pria dengan setelan hitam mendekati mereka sambil membawa kunci mobil. "Tuan, mobil anda" ucap pria tersebut sambil menyerahkan kunci pada Alesio. “Ayo” ucap Alesio sambil menarik pergelangan tangan Alana dengan lembut, mengajaknya berjalan menuju sebuah mobil jeep hitam yang terparkir di sisi lapangan, Alana masuk kedalam mobil dengan Alesio sebagai pengemudi. Selama perjalanan, Alana hanya diam sambil memandang pepohonan. Setelah sekitar 10 menit, mobil itu melaju menuju dijalan utama “Kita dimana?” tanya Alana “Bali” jawab A
"Tidak enak?" Tanya Alesio dengan nada yang lembut, mencoba mencari kepastian dari Alana. Alana tersentak dari lamunannya, terkejut dengan pertanyaan Alesio. Dia menatap Alesio dengan intensitas yang tak tersembunyi. "kamu mengatakan sesuatu?" tanya Alana, merasa sedikit terganggu karena dia tidak menyimak ucapan Alesio sebelumnya. Alesio menatap Alana yang tak menyentuh makanannya sama sekali “Makanannya tidak enak?” ucap Alesio mengulang pertanyaannya “Emm tidak, aku tidak berselera” Jawab Alana Alesio menatap Hidra, sang kepala pelayan "Panggil koki kesini" ucapnya pada Hidra yang masih berdiri di dekat mereka, menambahkan sedikit nada perintah dalam suaranya. Hidra langsung mengangguk cepat dan pergi dengan langkah yang tergesa-gesa. Beberapa saat kemudian, seorang koki datang ke tempat mereka dengan wajah yang pucat dan penuh ketakutan. Dia tampak sangat khawatir saat menghadapi Alesio dan Alana. "Kenapa makanan yang disajikan tidak memuaskan?" tanya Alesio dengan nada yang