Alana tersadar dari lamunannya saat napas Alesio tertiup di depan wajahnya, memecah keheningan yang tegang di antara mereka
“Kau benar-benar seperti boneka sekarang” ucap Alesio sambil mengeratkan gendongannya pada Alana.
Alesio tersenyum tipis, matanya tidak salah saat pertama kali menilai Alana dengan kata ‘imut’. Dia melihat ekspresi campuran di wajah Alana. Amarah, kekesalan yang bercampur dengan malu disertai debaran jantung Alana yang terasa saat Alesio mendekapnya lebih erat.
Ini membuat Alesio semakin yakin bahwa dia memiliki kendali penuh atas situasi ini, bahwa Alana benar-benar telah menjadi marionet dalam permainannya.
Alesio merasakan kepuasan mendalam saat memandang Alana yang terjebak dalam kebingungannya sendiri. Dia menyadari bahwa Alana bukan hanya seorang gadis biasa yang dia temui, tapi dia adalah seseorang yang bisa dia bentuk dan mainkan sesuai dengan kehendaknya.
Pikiran itu memberinya sensasi kuasa ya
Helikopter itu mendarat dengan lembut di sebuah lapangan luas, dan Alesio dengan sigap membantu Alana turun dari helikopter. "Katanya gak ada tujuan" sindir Alana dengan nada yang masih terdengar sedikit kesal. Alesio tersenyum penuh kepuasan melihat reaksi Alana. "Memang tidak ada tujuan tadi" jawabnya dengan tenang “Jadi sekarang ada?” Balas Alana dengan tatapan sinis “Jika tidak ada, kita tetap akan di udara sekarang” Jawab Alesio Tiba-tiba, seorang pria dengan setelan hitam mendekati mereka sambil membawa kunci mobil. "Tuan, mobil anda" ucap pria tersebut sambil menyerahkan kunci pada Alesio. “Ayo” ucap Alesio sambil menarik pergelangan tangan Alana dengan lembut, mengajaknya berjalan menuju sebuah mobil jeep hitam yang terparkir di sisi lapangan, Alana masuk kedalam mobil dengan Alesio sebagai pengemudi. Selama perjalanan, Alana hanya diam sambil memandang pepohonan. Setelah sekitar 10 menit, mobil itu melaju menuju dijalan utama “Kita dimana?” tanya Alana “Bali” jawab A
"Tidak enak?" Tanya Alesio dengan nada yang lembut, mencoba mencari kepastian dari Alana. Alana tersentak dari lamunannya, terkejut dengan pertanyaan Alesio. Dia menatap Alesio dengan intensitas yang tak tersembunyi. "kamu mengatakan sesuatu?" tanya Alana, merasa sedikit terganggu karena dia tidak menyimak ucapan Alesio sebelumnya. Alesio menatap Alana yang tak menyentuh makanannya sama sekali “Makanannya tidak enak?” ucap Alesio mengulang pertanyaannya “Emm tidak, aku tidak berselera” Jawab Alana Alesio menatap Hidra, sang kepala pelayan "Panggil koki kesini" ucapnya pada Hidra yang masih berdiri di dekat mereka, menambahkan sedikit nada perintah dalam suaranya. Hidra langsung mengangguk cepat dan pergi dengan langkah yang tergesa-gesa. Beberapa saat kemudian, seorang koki datang ke tempat mereka dengan wajah yang pucat dan penuh ketakutan. Dia tampak sangat khawatir saat menghadapi Alesio dan Alana. "Kenapa makanan yang disajikan tidak memuaskan?" tanya Alesio dengan nada yang
Pagi menyapa dengan lembut di balik tirai jendela yang terbuka, menyinari ruangan dengan kehangatan mentari. Alana, masih dalam dekapan hangat Alesio, merasakan sentuhan lembut sinar matahari yang menyapa wajahnya. Dengan perlahan dia membuka matanya, dan dunia yang baru terbentang di hadapannya. Di sampingnya, Alesio masih terlelap dalam tidurnya. Alana tersenyum tipis, tangannya bergerak menyentuh wajah tampan Alesio. Namun, detik berikutnya, Alana terkejut. Dia merasakan sesuatu yang berbeda. Dalam keadaan terjaga, dia menyadari bahwa dia masih mengenakan lingerie yang dia kenakan semalam. “Sial” Decak Alana kesal. Sekuat tenaga Alana melepaskan tangan Alesio yang melingkari pinggangnya. Anehnya semakin Alana berusaha melerai pelukan itu maka tangan Alesio justru semakin melingkar dengan erat “Lepaskan! Aku tau kamu sudah bangun Alesio!” Ucap Alana kesal Alesio diam, tak merespon ucapan Alana namun tubuhnya bergerak dan menarik Alana lebih dekat dalam pelukannya “Alesio!” Alan
Alana menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis, masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. “Jangan mencintaiku” Ucap Alana membuat suasana menjadi hening seketika Keduanya saling pandang, seolah menyembunyikan semua kata-kata dibalik tatapan mereka hingga Alesio yang tiba-tiba tertawa keras “Astaga Alana, kau percaya diri sekali” Ucap Alesio sambil menutup mulutnya, menyembunyikan seringan lebar berbahayanya. "Aku serius" ucap Alana tanpa terpengaruh oleh respon Alesio. "Aku tahu kau menginginkan tubuhku. Aku akan memberikannya nanti, tapi kumohon, jangan memaksaku. Kau akan mendapatkan apapun yang kau inginkan, Alesio, tapi dengan syarat, jangan mencintaiku" jelas Alana dengan tegas. Alesio menahan napas, terdengar agak tersinggung. "Aku tidak tahu apakah aku harus senang atau kesal dengan ucapanmu itu," ucap Alesio tiba-tiba dengan nada tajam. "Terserah padamu saja, aku cuma memberikan nasihat" balas Alana dengan mantap. Alana menuruni ranjang sambil membungkus tubu
"Berapa lama tawaranmu berlaku?" tanya Alana dengan suara yang tenang"Apa?" salah satu alis Alesio terangkat, sedikit terkejut dengan pertanyaan langsung Alana."Untuk sekarang aku belum tertarik, tapi apa aku boleh meminta hadiah itu lain waktu?" jelas Alana, membuat Alesio terdiam.Netra biru itu menyelidik kedalam ekspresi dan tatapan Alana, mencari maksud di balik ucapan Alana. Tanpa bisa ditahan rasa tertariknya semakin mencuat ke permukaan.“Jadi kamu sedang tawar menawar denganku, hmm?” Ucap Alesio dengan senyum tipis“Aku memang bilang akan menjadi bonekamu, tapi yang kumaksud bukan boneka barbie" sambungnya dengan makna yang tersirat dalam tiap kata yang Alana ucapkan.Alesio mundur selangkah, terkesan oleh ketegasan dan keberanian Alana. Ekspresinya berubah, campuran antara keheranan dan penasaran. "Astaga, Alana... kenapa kau imut sekali" decaknya dengan suara gemas yang nyaris seperti geraman, mencoba menangkap esensi dari apa yang Alana sampaikan.Alana hanya tersenyum t
Alana berjalan keluar dari villa dengan langkah santai, menghirup udara segar dan menikmati keindahan senja yang mulai menyapa. Dia ingin menenangkan pikirannya dengan berjalan-jalan ke tepi pantai sebelum kembali ke Jakarta dan memulai rencana balas dendamnya.Ketika Alana mencapai tepi pantai, matanya disambut oleh pemandangan yang menakjubkan. Ombak berkejaran di bibir pantai, memecah menjadi buih putih yang berkilauan di bawah cahaya senja. Sejauh mata memandang, langit berwarna jingga keemasan yang memukau. Alana tidak bisa menahan senyum saat dia merasakan keindahan alam yang memukau ini.Untuk sesaat semua rasa khawatirnya seperti hilang tak tersisa, Alana merasa sangat cocok dengan pantai. Dia seperti menemukan kebebasannya disanaNamun, kesenangannya terhenti ketika dia melihat Alesio sedang menunggunya dengan senyum di wajahnya. Langkah Alesio tampak ringan dan gesit, seolah-olah dia benar-benar menikmati momen ini."Aku kira kamu pergi" ucap Alana dengan nada datar, mencoba
"Terima kasih" ucap Alana sambil tersenyum tipis, merasa lega karena situasi yang tegang tadi akhirnya berlalu.Pria itu mengangguk sopan. "Clark Hiddleton" ucapnya memperkenalkan diri dengan suara yang tenang.Tangan Clark terulur didepan Alana. Alana meraih tangan itu dengan lembut. "Alana" sahut Alana, memberikan senyuman sopan.Tautan tangan keduanya terlepas, dan Clark menatap Alana dengan rasa ingin tahu yang tersirat dalam matanya. "Menunggu jemputan?" tanyanya dengan nada santai.Alana mengangguk "Iya, mungkin agak macet" jawab Alana, mencoba untuk tetap tenang meskipun ada kegelisahan yang tersirat di wajahnya.Alana kembali duduk di kursi tunggu di luar bandara, memperhatikan sekeliling yang cukup sepi. Dia tahu bahwa penerbangan malam ini hanya ada dua, jadi bandara tampaknya tenang.“Apa lintas Jakarta masih macet? Dijam 11 malam" tanya Clark dengan nada jenaka saat dia ikut duduk di samping Alana.Seketika itu juga, Alana tersadar akan jawabannya yang kikuk. "Mungkin" jaw
Mobil Alesio berhenti didepan sebuah rumah putih, dia bergegas turun dan berjalan menuju pintu, disisi lain seorang pelayan membukakan pintu bagi Alesio“Selamat malam Tuan” Sapanya“Di mana dia?” tanya AlesioOrpa menjawab dengan nada cemas, "Dia ada di kamar, Tuan. Kakinya patah karena tertindih motor."Alesio menggeram frustrasi. "Bagaimana kalian bisa membiarkannya mengendarai motor? Kalian tahu kan bahwa Diana tidak bisa mengendarai motor?"Pelayan itu menundukkan kepala dengan rasa takut. "Nona mengancam akan mengiris pergelangan tangannya jika kami melarangnya, Tuan.""Bodoh!" bentak Alesio dengan nada yang tegas dan tajam “Menjaga seorang wanita lemah saja kalian tidak bisa!”“Maaf tuan” ucap Orpa masih terus menundukan kepalanyaAlesio melangkah dengan mantap menuju sebuah kamar, langkah kakinya terdengar di lantai yang terbuat dari marmer yang bersih, memantulkan cahaya dari lampu gantung yang menggantung di langit-langit tinggi.Setibanya di kamar Diana, Alesio melihat wani