"Terima kasih" ucap Alana sambil tersenyum tipis, merasa lega karena situasi yang tegang tadi akhirnya berlalu.Pria itu mengangguk sopan. "Clark Hiddleton" ucapnya memperkenalkan diri dengan suara yang tenang.Tangan Clark terulur didepan Alana. Alana meraih tangan itu dengan lembut. "Alana" sahut Alana, memberikan senyuman sopan.Tautan tangan keduanya terlepas, dan Clark menatap Alana dengan rasa ingin tahu yang tersirat dalam matanya. "Menunggu jemputan?" tanyanya dengan nada santai.Alana mengangguk "Iya, mungkin agak macet" jawab Alana, mencoba untuk tetap tenang meskipun ada kegelisahan yang tersirat di wajahnya.Alana kembali duduk di kursi tunggu di luar bandara, memperhatikan sekeliling yang cukup sepi. Dia tahu bahwa penerbangan malam ini hanya ada dua, jadi bandara tampaknya tenang.“Apa lintas Jakarta masih macet? Dijam 11 malam" tanya Clark dengan nada jenaka saat dia ikut duduk di samping Alana.Seketika itu juga, Alana tersadar akan jawabannya yang kikuk. "Mungkin" jaw
Mobil Alesio berhenti didepan sebuah rumah putih, dia bergegas turun dan berjalan menuju pintu, disisi lain seorang pelayan membukakan pintu bagi Alesio“Selamat malam Tuan” Sapanya“Di mana dia?” tanya AlesioOrpa menjawab dengan nada cemas, "Dia ada di kamar, Tuan. Kakinya patah karena tertindih motor."Alesio menggeram frustrasi. "Bagaimana kalian bisa membiarkannya mengendarai motor? Kalian tahu kan bahwa Diana tidak bisa mengendarai motor?"Pelayan itu menundukkan kepala dengan rasa takut. "Nona mengancam akan mengiris pergelangan tangannya jika kami melarangnya, Tuan.""Bodoh!" bentak Alesio dengan nada yang tegas dan tajam “Menjaga seorang wanita lemah saja kalian tidak bisa!”“Maaf tuan” ucap Orpa masih terus menundukan kepalanyaAlesio melangkah dengan mantap menuju sebuah kamar, langkah kakinya terdengar di lantai yang terbuat dari marmer yang bersih, memantulkan cahaya dari lampu gantung yang menggantung di langit-langit tinggi.Setibanya di kamar Diana, Alesio melihat wani
“Terserahmu mau memikirkan apa, tidurlah” Ucap Alesio setelah meletakan Alana di kasur.“Dingin” ucap Alana tak ingin melepaskan dirinya dari pelukan AlesioAlesio menatapnya dengan tatapan tajam, mencoba memahami maksud di balik kata-kata Alana. Namun, ada keraguan yang menyelinap masuk ke dalam pikirannya. "Jangan menggodaku, Alana" ucapnya dengan nada tegas, mencoba menahan diri dari godaan yang menggoda.Alana merasa terkejut oleh reaksi Alesio. Dia tidak bermaksud untuk menggodanya, hanya saja dia merasa kebingungan dan terisolasi dalam keadaan yang rumit. "Aku tidak bermaksud seperti itu" ujarnya dengan suara yang lembut, mencoba menjelaskan dirinya“Tubuhku terasa dingin, kepalaku juga sakit” Alana memilih untuk memejamkan mata dan berusaha menenangkan dirinya sendiri.Alesio mengarahkan pandangannya ke arah Alana, matanya mencari tahu apa yang mungkin ada di balik kata-katanya yang samar. Namun, ketika dia melihat keadaan Alana yang tak sadarkan diri“Hei Alana..” Panggil Ales
Alana menoleh saat pintu kamar kembali terbuka, matanya menatap Alesio yang berjalan masuk sambil membawa sebuah mangkok dan segelas airAlesio meletakan gelas dan mangkok berisi bubur di atas nakas lalu membantu Alana untuk duduk bersandar pada kepala ranjang.“Makan” ucapnya singkat sambil duduk di samping tempat tidur Alana dan menyuapinya dengan lembut.Alana merespon dengan lambat, menerima setiap suapan bubur yang disuapkan oleh Alesio. Meskipun demamnya membuatnya merasa lemah, tetapi perhatian dari Alesio membuatnya merasa nyaman.Saat Alana memakan bubur dengan penuh kesulitan, Alesio terlihat memperhatikannya dengan cermat. Dia tidak bicara banyak, namun tatapannya penuh dengan perhatian. Setiap kali Alana kesulitan menelan, Alesio dengan lembut menyeka bibirnya dan memberinya minum air.“Aku akan kembali ke California lusa” ucap Alesio."Aku mengerti" ucap Alana pelan. "Jangankhawatir. Aku akan baik-baik sa
“Al..” Panggil DianaMata biru yang terpejam itu kini terbuka, Alesio melirik Diana yang menyandarkan kepala pada pundaknya, matanya nampak berair"Kenapa?" tanya Alesio dengan nada lembut, kedua telapak tangannya menangkup wajah Diana dengan penuh perhatian."Aku merindukan Bastian" ucap Diana dengan suara yang lembut, tetapi isinya menyimpan kesedihan yang mendalam. Ucapannya membuat Alesio terdiam sejenak, ekspresi wajahnya berubah menjadi serius.Baginya, hal itu terasa seperti Diana mencoba menggunakan kematian Bastian sebagai suatu kelemahan untuk Alesio atau bahkan untuk mengganggunya.Alesio menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Meskipun dia merasa terganggu dengan ucapan Diana, dia berusaha untuk tetap tenang dan menjaga ketenangan di dalam pesawat.Top of Form"Ingin mengunjungi makamnya?" tawar Alesio. Namun, Diana hanya menggeleng dengan lembut."Aku akan merasa bersalah padanya" ucapnya pelan, matanya terlihat sayuAlesio mengangguk, sebelah tan
"Ada masalah apa?" tanya Alana saat ia melihat Mic yang tampak tegang.Mic menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab dengan suara parau, "Claudia mendapat foto Alesio di bandara bersama wanita yang sama dengan sebelumnya."“Wanita sebelumnya?” Tanya AlanaMic mengangguk “Skandal Alesio yang berpelukan dengan wanita dibandara 4 hari yang lalu” Ucap Mic"Wanita berambut pirang?" tanya Alana, mencoba mengingat-ingat."Kamu tahu siapa dia?" Mic bertanya balik, matanya mencari konfirmasi dari Alana.Alana menggeleng sebagai jawaban "Entahlah."Mic menghela napas panjang, kekhawatirannya semakin dalam, "Kamu tahu kan betapa jahatnya media sosial sekarang, kalian baru menikah, kalau berita ini naik, bisa-bisa kamu diserang media."Alana merasakan ketegangan yang sama dengan Mic. Mereka berdua tahu betapa kejamnya dunia maya, di mana satu kesalahan kecil bisa menjadi bahan bakar bagi gosip dan fitnah y
Alana menatap penampilannya di cermin dengan tatapan serius, memastikan bahwa setiap rambutnya teratur dan gaun berwarna hitam yang dipilihnya membuatnya terlihat percaya diri.Setelah yakin bahwa penampilannya sudah cocok, Alana meraih totebag yang sudah disiapkan sebelumnya dan melangkah keluar dari apartemennya.Langkahnya mantap dan pasti saat dia berjalan di lorong apartemen menuju pintu utama, angin sejuk pagi menyapa wajahnya saat dia keluar dari kawasan apartemen elit ituDengan langkah mantap menuju taksi yang sudah menunggu di depan gedung. Ketika dia mencapai taksi, sopirnya membuka pintu dengan ramah, dan Alana masuk ke dalam dengan senyum tipis di bibirnya. Dia memberikan alamat tujuan kepada sopir, lalu duduk dengan nyaman di kursi belakangSetelah beberapa waktu, taksi akhirnya tiba di tempat tujuan Alana. Alana mengeluarkan uang untuk membayar sopir dan turun dari taksi. Dia menatap rumah besar di depannya dengan tatapan datar.Kakinya melangkah dengan mantap, memasuki
Andre kehilangan kata-katanya saat dia melihat kertas yang dilemparkan Alana ke depannya. Kertas itu adalah hasil tes DNA antara dirinya dan Henry, hasil yang membuktikan bahwa Andre adalah ayah biologis dari Henry.“Bagaimana papa bisa melupakan keinginan mamaku begitu saja?” desah Alana, suaranya penuh dengan keputusasaan.Andre menatap putrinya dengan tatapan penuh penyesalan. "Alana, kamu harus percaya pada papa. Keputusan ini tidaklah mudah bagi siapapun dari kita. Tapi sebagai kepala keluarga, papa harus membuat keputusan."“Keputusan papa bilang?” Alana tercengang oleh kata-kata Andre. "Papa iri dengan pencapaian mama, papa selingkuh di belakang mama, memiliki anak yang usianya dua tahun lebih tua dariku, kemudian mengambil alih perusahaan mama dan menuduh mama selingkuh, apa itu yang papa bilang keputusan?!” serunya dengan suara yang terengah-engah.Andre menatap putrinya dengan tatapan yang penuh dengan rasa bersalah. "Alana, papa mengerti kamu marah. Tapi kamu harus memahami