Alana menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis, masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. “Jangan mencintaiku” Ucap Alana membuat suasana menjadi hening seketika Keduanya saling pandang, seolah menyembunyikan semua kata-kata dibalik tatapan mereka hingga Alesio yang tiba-tiba tertawa keras “Astaga Alana, kau percaya diri sekali” Ucap Alesio sambil menutup mulutnya, menyembunyikan seringan lebar berbahayanya. "Aku serius" ucap Alana tanpa terpengaruh oleh respon Alesio. "Aku tahu kau menginginkan tubuhku. Aku akan memberikannya nanti, tapi kumohon, jangan memaksaku. Kau akan mendapatkan apapun yang kau inginkan, Alesio, tapi dengan syarat, jangan mencintaiku" jelas Alana dengan tegas. Alesio menahan napas, terdengar agak tersinggung. "Aku tidak tahu apakah aku harus senang atau kesal dengan ucapanmu itu," ucap Alesio tiba-tiba dengan nada tajam. "Terserah padamu saja, aku cuma memberikan nasihat" balas Alana dengan mantap. Alana menuruni ranjang sambil membungkus tubu
"Berapa lama tawaranmu berlaku?" tanya Alana dengan suara yang tenang"Apa?" salah satu alis Alesio terangkat, sedikit terkejut dengan pertanyaan langsung Alana."Untuk sekarang aku belum tertarik, tapi apa aku boleh meminta hadiah itu lain waktu?" jelas Alana, membuat Alesio terdiam.Netra biru itu menyelidik kedalam ekspresi dan tatapan Alana, mencari maksud di balik ucapan Alana. Tanpa bisa ditahan rasa tertariknya semakin mencuat ke permukaan.“Jadi kamu sedang tawar menawar denganku, hmm?” Ucap Alesio dengan senyum tipis“Aku memang bilang akan menjadi bonekamu, tapi yang kumaksud bukan boneka barbie" sambungnya dengan makna yang tersirat dalam tiap kata yang Alana ucapkan.Alesio mundur selangkah, terkesan oleh ketegasan dan keberanian Alana. Ekspresinya berubah, campuran antara keheranan dan penasaran. "Astaga, Alana... kenapa kau imut sekali" decaknya dengan suara gemas yang nyaris seperti geraman, mencoba menangkap esensi dari apa yang Alana sampaikan.Alana hanya tersenyum t
Alana berjalan keluar dari villa dengan langkah santai, menghirup udara segar dan menikmati keindahan senja yang mulai menyapa. Dia ingin menenangkan pikirannya dengan berjalan-jalan ke tepi pantai sebelum kembali ke Jakarta dan memulai rencana balas dendamnya.Ketika Alana mencapai tepi pantai, matanya disambut oleh pemandangan yang menakjubkan. Ombak berkejaran di bibir pantai, memecah menjadi buih putih yang berkilauan di bawah cahaya senja. Sejauh mata memandang, langit berwarna jingga keemasan yang memukau. Alana tidak bisa menahan senyum saat dia merasakan keindahan alam yang memukau ini.Untuk sesaat semua rasa khawatirnya seperti hilang tak tersisa, Alana merasa sangat cocok dengan pantai. Dia seperti menemukan kebebasannya disanaNamun, kesenangannya terhenti ketika dia melihat Alesio sedang menunggunya dengan senyum di wajahnya. Langkah Alesio tampak ringan dan gesit, seolah-olah dia benar-benar menikmati momen ini."Aku kira kamu pergi" ucap Alana dengan nada datar, mencoba
"Terima kasih" ucap Alana sambil tersenyum tipis, merasa lega karena situasi yang tegang tadi akhirnya berlalu.Pria itu mengangguk sopan. "Clark Hiddleton" ucapnya memperkenalkan diri dengan suara yang tenang.Tangan Clark terulur didepan Alana. Alana meraih tangan itu dengan lembut. "Alana" sahut Alana, memberikan senyuman sopan.Tautan tangan keduanya terlepas, dan Clark menatap Alana dengan rasa ingin tahu yang tersirat dalam matanya. "Menunggu jemputan?" tanyanya dengan nada santai.Alana mengangguk "Iya, mungkin agak macet" jawab Alana, mencoba untuk tetap tenang meskipun ada kegelisahan yang tersirat di wajahnya.Alana kembali duduk di kursi tunggu di luar bandara, memperhatikan sekeliling yang cukup sepi. Dia tahu bahwa penerbangan malam ini hanya ada dua, jadi bandara tampaknya tenang.“Apa lintas Jakarta masih macet? Dijam 11 malam" tanya Clark dengan nada jenaka saat dia ikut duduk di samping Alana.Seketika itu juga, Alana tersadar akan jawabannya yang kikuk. "Mungkin" jaw
Mobil Alesio berhenti didepan sebuah rumah putih, dia bergegas turun dan berjalan menuju pintu, disisi lain seorang pelayan membukakan pintu bagi Alesio“Selamat malam Tuan” Sapanya“Di mana dia?” tanya AlesioOrpa menjawab dengan nada cemas, "Dia ada di kamar, Tuan. Kakinya patah karena tertindih motor."Alesio menggeram frustrasi. "Bagaimana kalian bisa membiarkannya mengendarai motor? Kalian tahu kan bahwa Diana tidak bisa mengendarai motor?"Pelayan itu menundukkan kepala dengan rasa takut. "Nona mengancam akan mengiris pergelangan tangannya jika kami melarangnya, Tuan.""Bodoh!" bentak Alesio dengan nada yang tegas dan tajam “Menjaga seorang wanita lemah saja kalian tidak bisa!”“Maaf tuan” ucap Orpa masih terus menundukan kepalanyaAlesio melangkah dengan mantap menuju sebuah kamar, langkah kakinya terdengar di lantai yang terbuat dari marmer yang bersih, memantulkan cahaya dari lampu gantung yang menggantung di langit-langit tinggi.Setibanya di kamar Diana, Alesio melihat wani
“Terserahmu mau memikirkan apa, tidurlah” Ucap Alesio setelah meletakan Alana di kasur.“Dingin” ucap Alana tak ingin melepaskan dirinya dari pelukan AlesioAlesio menatapnya dengan tatapan tajam, mencoba memahami maksud di balik kata-kata Alana. Namun, ada keraguan yang menyelinap masuk ke dalam pikirannya. "Jangan menggodaku, Alana" ucapnya dengan nada tegas, mencoba menahan diri dari godaan yang menggoda.Alana merasa terkejut oleh reaksi Alesio. Dia tidak bermaksud untuk menggodanya, hanya saja dia merasa kebingungan dan terisolasi dalam keadaan yang rumit. "Aku tidak bermaksud seperti itu" ujarnya dengan suara yang lembut, mencoba menjelaskan dirinya“Tubuhku terasa dingin, kepalaku juga sakit” Alana memilih untuk memejamkan mata dan berusaha menenangkan dirinya sendiri.Alesio mengarahkan pandangannya ke arah Alana, matanya mencari tahu apa yang mungkin ada di balik kata-katanya yang samar. Namun, ketika dia melihat keadaan Alana yang tak sadarkan diri“Hei Alana..” Panggil Ales
Alana menoleh saat pintu kamar kembali terbuka, matanya menatap Alesio yang berjalan masuk sambil membawa sebuah mangkok dan segelas airAlesio meletakan gelas dan mangkok berisi bubur di atas nakas lalu membantu Alana untuk duduk bersandar pada kepala ranjang.“Makan” ucapnya singkat sambil duduk di samping tempat tidur Alana dan menyuapinya dengan lembut.Alana merespon dengan lambat, menerima setiap suapan bubur yang disuapkan oleh Alesio. Meskipun demamnya membuatnya merasa lemah, tetapi perhatian dari Alesio membuatnya merasa nyaman.Saat Alana memakan bubur dengan penuh kesulitan, Alesio terlihat memperhatikannya dengan cermat. Dia tidak bicara banyak, namun tatapannya penuh dengan perhatian. Setiap kali Alana kesulitan menelan, Alesio dengan lembut menyeka bibirnya dan memberinya minum air.“Aku akan kembali ke California lusa” ucap Alesio."Aku mengerti" ucap Alana pelan. "Jangankhawatir. Aku akan baik-baik sa
“Al..” Panggil DianaMata biru yang terpejam itu kini terbuka, Alesio melirik Diana yang menyandarkan kepala pada pundaknya, matanya nampak berair"Kenapa?" tanya Alesio dengan nada lembut, kedua telapak tangannya menangkup wajah Diana dengan penuh perhatian."Aku merindukan Bastian" ucap Diana dengan suara yang lembut, tetapi isinya menyimpan kesedihan yang mendalam. Ucapannya membuat Alesio terdiam sejenak, ekspresi wajahnya berubah menjadi serius.Baginya, hal itu terasa seperti Diana mencoba menggunakan kematian Bastian sebagai suatu kelemahan untuk Alesio atau bahkan untuk mengganggunya.Alesio menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Meskipun dia merasa terganggu dengan ucapan Diana, dia berusaha untuk tetap tenang dan menjaga ketenangan di dalam pesawat.Top of Form"Ingin mengunjungi makamnya?" tawar Alesio. Namun, Diana hanya menggeleng dengan lembut."Aku akan merasa bersalah padanya" ucapnya pelan, matanya terlihat sayuAlesio mengangguk, sebelah tan