“Eh ada adek pungut” ucap Michael yang baru tiba di rumah
“Hai kak Mic” Balas Alana tak kalah sinis, jika tidak ada kakek Igrit, Alana enggan memanggil Michael dengan sebutan ‘Kakak’
Kakek Igrit menggelengkan kepala pelan melihat interkasi kedua cucunya itu “Dapat berita baru apa hari ini?” Tanya Kakek Igrit. Dia terkadang menanyakan berita terbaru dari cucunya yang berprofesi sebagai jurnalis itu
Michael tersenyum tipis lalu menatap Alana dengan misterius “Oh ada berita hangat dari pasangan pengantin baru, paling akan dipublish sore ini”
Alana mengangkat alisnya, penasaran dengan berita apa yang akan diungkapkan oleh Michael. Jika berita pengantin baru, apakah itu termasuk dirinya? "Berita apa itu? Tidak akan membuatku menjadi sorotan, kan?" Tanyanya. Bukannya sombong, namun belakangan ini namanya kerap kali terseret dalam berita sebagai istri Alesio Kingston
Michael menggeleng, memainkan
Alana menatap gemerlap lampu dari balkon kamar apartemen. Dinginnya angin malam tidak membuat Alana merasa terganggu, dia justru merasa lebih segar dan hidup.Pintu kamar balkon terbuka dan bayangan seorang pria berjalan mendekati Alana. Aroma menyegarkan tercium di hidungnya, membuatnya berbalik dan mendapati Alesio berdiri didepannya“Urusanmu sudah selesai?” Tanya Alana, entah kenapa dia tidak terkejut mendapati kedatangan mendadak Alesio, tapi dia justru penasaran kenapa Alesio justru datang menemuinya bukan bersama dengan wanita pirang dibandara itu.“Hmm” Alesio menjawab dengan deheman, lalu langkahnya berjalan mendekat pada Alana, mendekap tubuh Alana dalam pelukannya“No skinship, sir” Ucap Alana berusaha melepaskan pelukan itu namun bukannya lepas, tangan Alesio melingkari pinggang Alana semakin erat“Apa yang membuatmu berpikir begitu keras?” suara lembut berbisik di telinga Alana, membuat b
Alana merinding. Kakinya terasa seperti Jelly. Padahal seminggu ini adalah sudah mengokohkan pertahanannya namun bersama dengan Alesio membuat pertahannya mulai goyah. Alesio benar-benar sebuah cobaan yang berat dalam perjanjian itu. “A- alesio tunggu sebentar.. mau apa kau?” Alana tersentak, Alesio mengangkat Alana, meletakan Alana dipundaknya “Turunkan aku” Alana memekik, kepalanya terasa sakit karena aliran darah yang memompa ke kepalanya yang berada dipunggung Alesio. “Aku tidak akan menyakitimu, Alana” ucap Alesio dengan lembut, mencoba menenangkan Alana sambil meletakkan Alana dengan sedikit kasar di ranjang Alana merasa tegang saat Alesio menempatkannya dengan kasar di ranjang, dan saat dia mencoba memundurkan tubuhnya, dia merasa terjepit di antara Alesio dan kepala ranjang. Tidak ada yang membuatnya merasa lebih terpojok daripada senyum miring Alesio "Jangan macam-macam" ucap Alana sambil berusaha menjauh, tetapi dia tidak bisa melakukannya karena dia sudah terjepit di t
Pukul 2 dini hari dan Alesio masih terjaga dari tidurnya. Pria itu menatap pergelangan tangan kanan Alana yang membekas karena tingkah Alana yang memberontak. Dia merasa campuran emosi: kesal, kecewa, dan bahkan sedikit bersalah. Namun, di antara semua itu, ada juga getaran aneh yang membuatnya terdorong untuk berbuat lebih dari sekadar membebaskan Alana.Tanpa ragu, Alesio bangkit dari ranjang, langkahnya mantap menuju meja di sisi kamar tidur. Di atas meja itu, ada sebuah kunci, sebuah objek yang mengingatkannya pada situasi rumit yang sedang dihadapinya. Dengan tangan yang mantap, dia mengambil kunci tersebut dan kembali ke ranjang.Dengan gerakan cepat, Alesio membuka borgol yang membelenggu pergelangan tangan Alana. Perlahan, ia melemparkan borgol itu ke lantai dengan kasar, membiarkan suara metal berdenting memecah keheningan malam.Tanpa sepatah kata pun, Alesio menatap mata Alana. Keheningan malam menambah ketegangan di udara. Tanpa ragu, bibirnya mengec
“Hah?” Alana sepertinya salah dengar ‘bulan madu katanya’“Kita akan apa?” Tanya Alana tak yakin dengan pendengaran sebelumnyaAlesio tersenyum, langkahnya mantap saat dia berdiri dan berjalan ke arah Alana. Tangan kanannya berada di sandaran sofa tempat Alana duduk. "Bulan madu, sayang" ucapnya dengan suara lembut, sementara tatapannya penuh makna.Alana merasa hatinya berdebar hebat. "Tapi, apa maksudmu?" desisnya, mencoba mencerna kata-kata Alesio."Aku ingin kita memiliki waktu bersama" jelas Alesio, suaranya penuh kehangatan. "Menghabiskan waktu hanya berdua, tanpa gangguan dari siapapun."‘Gila’ Alesio benar-benar gila.Kemarin Alesio bersama seorang wanita berambut pirang. Tadi malam pria itu menyerangnya, bahkan dengan cara ekstrim menggunakan borgol. Dan pagi tadi dia bercumbu dengan wanita yang nampak seperti kupu-kupu malamLalu sekarang? Bisa-bisanya Alesio mengajaknya bulan madu seperti pasangan suami-istri asli yang saling mengasihiMemang gila!Alesio tidak bisa menahan
Alana tersadar dari lamunannya saat napas Alesio tertiup di depan wajahnya, memecah keheningan yang tegang di antara mereka“Kau benar-benar seperti boneka sekarang” ucap Alesio sambil mengeratkan gendongannya pada Alana.Alesio tersenyum tipis, matanya tidak salah saat pertama kali menilai Alana dengan kata ‘imut’. Dia melihat ekspresi campuran di wajah Alana. Amarah, kekesalan yang bercampur dengan malu disertai debaran jantung Alana yang terasa saat Alesio mendekapnya lebih erat.Ini membuat Alesio semakin yakin bahwa dia memiliki kendali penuh atas situasi ini, bahwa Alana benar-benar telah menjadi marionet dalam permainannya.Alesio merasakan kepuasan mendalam saat memandang Alana yang terjebak dalam kebingungannya sendiri. Dia menyadari bahwa Alana bukan hanya seorang gadis biasa yang dia temui, tapi dia adalah seseorang yang bisa dia bentuk dan mainkan sesuai dengan kehendaknya.Pikiran itu memberinya sensasi kuasa ya
Helikopter itu mendarat dengan lembut di sebuah lapangan luas, dan Alesio dengan sigap membantu Alana turun dari helikopter. "Katanya gak ada tujuan" sindir Alana dengan nada yang masih terdengar sedikit kesal. Alesio tersenyum penuh kepuasan melihat reaksi Alana. "Memang tidak ada tujuan tadi" jawabnya dengan tenang “Jadi sekarang ada?” Balas Alana dengan tatapan sinis “Jika tidak ada, kita tetap akan di udara sekarang” Jawab Alesio Tiba-tiba, seorang pria dengan setelan hitam mendekati mereka sambil membawa kunci mobil. "Tuan, mobil anda" ucap pria tersebut sambil menyerahkan kunci pada Alesio. “Ayo” ucap Alesio sambil menarik pergelangan tangan Alana dengan lembut, mengajaknya berjalan menuju sebuah mobil jeep hitam yang terparkir di sisi lapangan, Alana masuk kedalam mobil dengan Alesio sebagai pengemudi. Selama perjalanan, Alana hanya diam sambil memandang pepohonan. Setelah sekitar 10 menit, mobil itu melaju menuju dijalan utama “Kita dimana?” tanya Alana “Bali” jawab A
"Tidak enak?" Tanya Alesio dengan nada yang lembut, mencoba mencari kepastian dari Alana. Alana tersentak dari lamunannya, terkejut dengan pertanyaan Alesio. Dia menatap Alesio dengan intensitas yang tak tersembunyi. "kamu mengatakan sesuatu?" tanya Alana, merasa sedikit terganggu karena dia tidak menyimak ucapan Alesio sebelumnya. Alesio menatap Alana yang tak menyentuh makanannya sama sekali “Makanannya tidak enak?” ucap Alesio mengulang pertanyaannya “Emm tidak, aku tidak berselera” Jawab Alana Alesio menatap Hidra, sang kepala pelayan "Panggil koki kesini" ucapnya pada Hidra yang masih berdiri di dekat mereka, menambahkan sedikit nada perintah dalam suaranya. Hidra langsung mengangguk cepat dan pergi dengan langkah yang tergesa-gesa. Beberapa saat kemudian, seorang koki datang ke tempat mereka dengan wajah yang pucat dan penuh ketakutan. Dia tampak sangat khawatir saat menghadapi Alesio dan Alana. "Kenapa makanan yang disajikan tidak memuaskan?" tanya Alesio dengan nada yang
Pagi menyapa dengan lembut di balik tirai jendela yang terbuka, menyinari ruangan dengan kehangatan mentari. Alana, masih dalam dekapan hangat Alesio, merasakan sentuhan lembut sinar matahari yang menyapa wajahnya. Dengan perlahan dia membuka matanya, dan dunia yang baru terbentang di hadapannya. Di sampingnya, Alesio masih terlelap dalam tidurnya. Alana tersenyum tipis, tangannya bergerak menyentuh wajah tampan Alesio. Namun, detik berikutnya, Alana terkejut. Dia merasakan sesuatu yang berbeda. Dalam keadaan terjaga, dia menyadari bahwa dia masih mengenakan lingerie yang dia kenakan semalam. “Sial” Decak Alana kesal. Sekuat tenaga Alana melepaskan tangan Alesio yang melingkari pinggangnya. Anehnya semakin Alana berusaha melerai pelukan itu maka tangan Alesio justru semakin melingkar dengan erat “Lepaskan! Aku tau kamu sudah bangun Alesio!” Ucap Alana kesal Alesio diam, tak merespon ucapan Alana namun tubuhnya bergerak dan menarik Alana lebih dekat dalam pelukannya “Alesio!” Alan
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu