“Sudah bangun” Ucap Alesio dengan suara berat nan serak, tangannya menyentuh lembut pipi Alana.Alana tertegun mendengar suara Alesio yang menggema di telinganya. Suara pria itu, meskipun baru bangun tidur, terdengar seksi dan menggetarkan."Sudah selesai melamunnya?" tanya Alesio sambil tersenyum miring. Alana menatap Alesio dengan tatapan terkejut. Pria itu menggunakan tangan kanannya untuk menopang kepalanya sendiri dan tangan kirinya yang mengusap pipinyaAlana menelan ludahnya saat menyadari bahwa Alesio tidak mengenakan baju, sehingga sekarang telanjang dada.Alana merasa dadanya berdebar-debar, terpesona oleh pesona Alesio yang mempesona meskipun dalam keadaan santai seperti itu.Alesio mengamati reaksi Alana dengan senyum yang penuh dengan arti. Dia menyadari dampak dari penampilannya yang menggoda Alana, dan dia menikmati perhatian gadis itu.Well, Alesio memang sengaja melakukannya untuk menggoda Alana"Mungkin aku harus segera mengenakan baju" kata Alesio sambil mengangkat
Alana keluar dari kamar mandi dengan bath robe putih di tubuhnya, rambutnya yang basah jatuh ke bahunya. Matanya tertuju pada tote bag yang tersusun rapi di sofa.Beberapa menit yang lalu seorang pelayan membawakannya tote bag itu dan menyerahkannya pada Alana.Dia mendekati sofa dan membuka tote bag itu. Di dalamnya ada sebuah gaun biru polos dengan desain yang elegan. Dia memeriksa gaun itu dengan jari-jarinya.Lalu matanya membola saat melihat dalam wanita beserta sebuah catatan kecil yang ditempel disana‘Aku menebak ukuranmu’AlesioAlana berdecak kesal sambil tersenyum tipis "Dia benar-benar..."Alana mengeluarkan gaun dari tote bag, merasa penasaran dengan bagaimana gaun itu akan terlihat di tubuhnya. Dia mulai memakainya. Alana merasa terkejut karena gaun itu pas dengan tubuhnya seolah-olah dibuat khusus untuknya.Saat dia menatap cermin di depannya, dia tersenyum puas. Gaun itu sempurna baginya begitu pula dengan dalamannya"Baiklah, Alesio, kamu menang kali ini." Gumam Alana
Ketika pesawat mendarat di bandara Jakarta, Alana melepaskan ikatan pengaman. Markus memimpin jalan menuju terminal bandara dengan sigap, beberapa pengawal juga menjaganya, memastikan Alana tidak kesulitan dalam perjalanan. Saat mereka tiba di terminal, sebuah mobil mewah sudah menunggu di luar. Markus membuka pintu mobil dan membantu Alana masuk. "Tuan Alesio menginstruksikan saya untuk mengantarkan Anda langsung ke apartemen, Nyonya" ucap Markus, memberikan penjelasan. Alana mengangguk mengerti. "Terima kasih, tapi aku ingin ke rumah dulu, ada yang harus ku ambil” “Baik Nyonya” ucap Markus. Mobil melaju ke arah pusat kota Jakarta. Alana memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan dirinya sendiri dari gejolak emosi yang melanda. Sepertinya Alana harus menyiapkan mentalnya jika dia bertemu dengan Henry di rumah nanti. Setelah beberapa saat, begitu tiba di depan rumahnya, Alana turun dari mobil “Kamu disini saja” ucap Alana pada Markus Begitu pintu dibuka, Alana mendapati kondi
Alana duduk dengan tenang di kursi belakang mobil mewah yang dikendarai oleh Markus. Pikirannya berputar mencari maksud ucapan Henry. Mobil melambat saat tiba di kawasan apartemen mewah milik Alesio. Markus membuka pintu mobil “Nyonya” “Ah iya..” Panggilan Markus membuat Alana tersadar dari lamunannya “Kita sudah sampai” Alana merespons panggilan Markus dengan anggukan ringan, menunjukkan bahwa dia menyadari mereka telah sampai di tujuan. Ketika pintu mobil terbuka, Alana membalas panggilan Markus dengan penuh kesadaran. "Terima kasih, Markus" ucapnya sambil menatap Markus dengan senyum tipis. Apartemen itu begitu megah dan menakjubkan, menjulang tinggi di antara gedung-gedung pencakar langit kota Jakarta. Cahaya lampu jalan yang berkelap-kelip menciptakan latar belakang yang dramatis di balik bangunan apartemen yang mewah. Setelah Markus menutup pintu mobil, Markus memandu Alana ke dalam gedung, mereka berdua melangkah melalui lorong-lorong yang terang benderang. Alana mencoba
"Apa kau bisa membuangnya disaat Diana membuka hati dan menerimamu?”Tangan Alesio mengepal erat di sisinya. Dia terdiam, membiarkan pertanyaan Grey meresap ke dalam pikirannya yang rumit“Seorang pria bisa hancur karena wanita, Al. Aku hanya mengingatkanmu untuk tidak terlalu jauh. Alana berbeda dengan wanita panggilanmu” Ucap Grey“Selain sikapnya yang keras kepala, tidak ada perbedaan lain” ucap Alesio“Selain laporan dari Markus, kau tidak tahu apapun tentang Alana” Sanggah Grey cepat“Kau berbicara seperti mengenalnya?” Tanya AlesioGrey tersenyum tipis “Alana Claira Dirgantara. Aku kenal dia tapi dia yang tidak mengenalku.”Alesio menatap Grey dengan serius, mencoba membaca ekspresi sahabatnya itu. Grey ditatap demikian, kemudian tertawa ringan. “Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Itu hanya akan membuatmu semakin memikirkannya” suara Grey penuh dengan unsur jenaka."Ckk" decak Alesio, meskipun dalam hatinya masih terasa keraguan.Grey tertawa pelan sebelum melanjutkan dengan obr
“Tembak dia”Pria yang berdiri di belakang Alesio hendak menarik pelatuknya, namun sebelum itu Alesio sudah terlebih dahulu menghajar dan mengambil pistol yang dimiliki pria itu. Dalam gerakan yang gesit, Alesio melompat ke samping, menggunakan pilar sebagai perisainyaDor! Dor! Suara tembakan terdengar nyaring di gedung tua itu. Alesio membalas tembakan dengan tepat, mengarahkan pistolnya ke arah Hyra dan rekan-rekannya. Dia bergerak dengan lincah, menutupi setiap sudut ruangan dengan pandangan tajamnya.Hingga sebuah peluru mengenai lengan kirinya. Darah mulai mengalir dengan deras. Suasana gedung tua itu semakin mencekam. Kemeja putih Alesio sudah lusuh dipenuhi dengan cipratan darahAlesio melemparkan pistolnya yang kehabisan peluru “Kau memilih musuh yang salah” Gumam Alesio dengan seringaian lebar, mengabaikan rasa sakit akibat peluru yang bersarang di lengan kirinya.Alesio berjalan keluar dari balik pilar dengan tangan terangkat, tanda menyerah“Aku tidak tau jika kau sebodoh
“Selamat pagi, Nyonya” sapa Markus sopan sambil membuka pintu mobil untuk Alana dengan penuh keramahan."Pagi” balas Alana dengan senyum ramahnya, membalas sapaan Markus sebelum masuk ke dalam mobil.Dalam mobil, Alana membuka laptopnya dengan cepat. Jari-jarinya bergerak dengan lihai di atas keyboard, merentas satu persatu data perusahaan Dirgantara. Dia memeriksa laporan keuangan, memastikan bahwa semuanya tercatat dengan rapi.Namun, saat Alana membuka laporan terkait kepemilikan saham perusahaan, dia mendapati sebuah perubahan yang mengejutkan.“Tidak mungkin" gumam Alana dengan gemetar ketika dia membaca dengan seksama. Daftar kepemilikan saham miliknya, sudah berpindah pada Henry. Mata Alana membulat terkejut, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia baca.“Apa-apaan ini!” Alana berdecak dengan emosi, suaranya terdengar terkejut dan penuh frustrasi. Bahkan Markus yang sedang mengemudi-pun dibuat terkejut
"Aku ikut denganmu!" ucap Diana dengan suara gemetar saat Alesio hendak pergi. Dia menahan pergelangan tangan Alesio, matanya penuh dengan kerinduan dan keputusasaan.Alesio menatap Diana “Tidak bisa” ucapnya mencoba melepaskan tangan Diana, namun Diana menolak untuk dilepaskan."Tapi aku tidak bisa ditinggalkan lagi, Al. Jangan meninggalkanku. Aku tidak bisa hidup tanpamu" pintanya dengan suara penuh keputusasaan.Alesio menarik napas dalam-dalam "Diana, kamu harus tetap di sini”"Kenapa?! Kamu pergi meninggalkanku untuk wanita itu kan, Al!" emosi Diana mencuat tiba-tiba, matanya memancarkan kekecewaan yang dalam. "Wanita yang kau nikahi itu, kau ingin kembali padanya kan!" tambahnya dengan nada tajam, keputusasaan dan kebencian menyulut di dalamnya“Diana!” Alesio membentak dengan suara yang tegas, mencoba untuk menghentikan aliran emosi yang sedang memuncak dari Diana“Al.. kau membentakku?” Suara Diana lirih, dengan ekspresi yang kaget dan terkejut.Diana berlari ke dapur, tangann
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu