Ketika pesawat mendarat di bandara Jakarta, Alana melepaskan ikatan pengaman. Markus memimpin jalan menuju terminal bandara dengan sigap, beberapa pengawal juga menjaganya, memastikan Alana tidak kesulitan dalam perjalanan. Saat mereka tiba di terminal, sebuah mobil mewah sudah menunggu di luar. Markus membuka pintu mobil dan membantu Alana masuk. "Tuan Alesio menginstruksikan saya untuk mengantarkan Anda langsung ke apartemen, Nyonya" ucap Markus, memberikan penjelasan. Alana mengangguk mengerti. "Terima kasih, tapi aku ingin ke rumah dulu, ada yang harus ku ambil” “Baik Nyonya” ucap Markus. Mobil melaju ke arah pusat kota Jakarta. Alana memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan dirinya sendiri dari gejolak emosi yang melanda. Sepertinya Alana harus menyiapkan mentalnya jika dia bertemu dengan Henry di rumah nanti. Setelah beberapa saat, begitu tiba di depan rumahnya, Alana turun dari mobil “Kamu disini saja” ucap Alana pada Markus Begitu pintu dibuka, Alana mendapati kondi
Alana duduk dengan tenang di kursi belakang mobil mewah yang dikendarai oleh Markus. Pikirannya berputar mencari maksud ucapan Henry. Mobil melambat saat tiba di kawasan apartemen mewah milik Alesio. Markus membuka pintu mobil “Nyonya” “Ah iya..” Panggilan Markus membuat Alana tersadar dari lamunannya “Kita sudah sampai” Alana merespons panggilan Markus dengan anggukan ringan, menunjukkan bahwa dia menyadari mereka telah sampai di tujuan. Ketika pintu mobil terbuka, Alana membalas panggilan Markus dengan penuh kesadaran. "Terima kasih, Markus" ucapnya sambil menatap Markus dengan senyum tipis. Apartemen itu begitu megah dan menakjubkan, menjulang tinggi di antara gedung-gedung pencakar langit kota Jakarta. Cahaya lampu jalan yang berkelap-kelip menciptakan latar belakang yang dramatis di balik bangunan apartemen yang mewah. Setelah Markus menutup pintu mobil, Markus memandu Alana ke dalam gedung, mereka berdua melangkah melalui lorong-lorong yang terang benderang. Alana mencoba
"Apa kau bisa membuangnya disaat Diana membuka hati dan menerimamu?”Tangan Alesio mengepal erat di sisinya. Dia terdiam, membiarkan pertanyaan Grey meresap ke dalam pikirannya yang rumit“Seorang pria bisa hancur karena wanita, Al. Aku hanya mengingatkanmu untuk tidak terlalu jauh. Alana berbeda dengan wanita panggilanmu” Ucap Grey“Selain sikapnya yang keras kepala, tidak ada perbedaan lain” ucap Alesio“Selain laporan dari Markus, kau tidak tahu apapun tentang Alana” Sanggah Grey cepat“Kau berbicara seperti mengenalnya?” Tanya AlesioGrey tersenyum tipis “Alana Claira Dirgantara. Aku kenal dia tapi dia yang tidak mengenalku.”Alesio menatap Grey dengan serius, mencoba membaca ekspresi sahabatnya itu. Grey ditatap demikian, kemudian tertawa ringan. “Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Itu hanya akan membuatmu semakin memikirkannya” suara Grey penuh dengan unsur jenaka."Ckk" decak Alesio, meskipun dalam hatinya masih terasa keraguan.Grey tertawa pelan sebelum melanjutkan dengan obr
“Tembak dia”Pria yang berdiri di belakang Alesio hendak menarik pelatuknya, namun sebelum itu Alesio sudah terlebih dahulu menghajar dan mengambil pistol yang dimiliki pria itu. Dalam gerakan yang gesit, Alesio melompat ke samping, menggunakan pilar sebagai perisainyaDor! Dor! Suara tembakan terdengar nyaring di gedung tua itu. Alesio membalas tembakan dengan tepat, mengarahkan pistolnya ke arah Hyra dan rekan-rekannya. Dia bergerak dengan lincah, menutupi setiap sudut ruangan dengan pandangan tajamnya.Hingga sebuah peluru mengenai lengan kirinya. Darah mulai mengalir dengan deras. Suasana gedung tua itu semakin mencekam. Kemeja putih Alesio sudah lusuh dipenuhi dengan cipratan darahAlesio melemparkan pistolnya yang kehabisan peluru “Kau memilih musuh yang salah” Gumam Alesio dengan seringaian lebar, mengabaikan rasa sakit akibat peluru yang bersarang di lengan kirinya.Alesio berjalan keluar dari balik pilar dengan tangan terangkat, tanda menyerah“Aku tidak tau jika kau sebodoh
“Selamat pagi, Nyonya” sapa Markus sopan sambil membuka pintu mobil untuk Alana dengan penuh keramahan."Pagi” balas Alana dengan senyum ramahnya, membalas sapaan Markus sebelum masuk ke dalam mobil.Dalam mobil, Alana membuka laptopnya dengan cepat. Jari-jarinya bergerak dengan lihai di atas keyboard, merentas satu persatu data perusahaan Dirgantara. Dia memeriksa laporan keuangan, memastikan bahwa semuanya tercatat dengan rapi.Namun, saat Alana membuka laporan terkait kepemilikan saham perusahaan, dia mendapati sebuah perubahan yang mengejutkan.“Tidak mungkin" gumam Alana dengan gemetar ketika dia membaca dengan seksama. Daftar kepemilikan saham miliknya, sudah berpindah pada Henry. Mata Alana membulat terkejut, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia baca.“Apa-apaan ini!” Alana berdecak dengan emosi, suaranya terdengar terkejut dan penuh frustrasi. Bahkan Markus yang sedang mengemudi-pun dibuat terkejut
"Aku ikut denganmu!" ucap Diana dengan suara gemetar saat Alesio hendak pergi. Dia menahan pergelangan tangan Alesio, matanya penuh dengan kerinduan dan keputusasaan.Alesio menatap Diana “Tidak bisa” ucapnya mencoba melepaskan tangan Diana, namun Diana menolak untuk dilepaskan."Tapi aku tidak bisa ditinggalkan lagi, Al. Jangan meninggalkanku. Aku tidak bisa hidup tanpamu" pintanya dengan suara penuh keputusasaan.Alesio menarik napas dalam-dalam "Diana, kamu harus tetap di sini”"Kenapa?! Kamu pergi meninggalkanku untuk wanita itu kan, Al!" emosi Diana mencuat tiba-tiba, matanya memancarkan kekecewaan yang dalam. "Wanita yang kau nikahi itu, kau ingin kembali padanya kan!" tambahnya dengan nada tajam, keputusasaan dan kebencian menyulut di dalamnya“Diana!” Alesio membentak dengan suara yang tegas, mencoba untuk menghentikan aliran emosi yang sedang memuncak dari Diana“Al.. kau membentakku?” Suara Diana lirih, dengan ekspresi yang kaget dan terkejut.Diana berlari ke dapur, tangann
Alana meremas kaleng sodanya dengan kuat, ekspresinya penuh dengan frustrasi. “Kenapa sih orang-orang pada mikir kalau aku jual diri?!” decaknya kesal, suaranya terdengar berat karena memendam kekesalan yang dalam.Harga diri Alana tergores. Masalahnya tidak hanya datang dari Angela, Maya, dan beberapa mahasiswa lain yang mengira dia menjual diri kepada Alesio, tetapi juga dari dosen-dosennya sendiri yang memiliki prasangka serupa.“Ckk.. dasar para otak selangkangan!” decak Alana dengan nada sinis, kesal dengan pemikiran orang-orang disekitarnya, tetapi apa boleh buat, Alana sendirilah yang memulai semua ituAlana melemparkan botol kaleng soda itu ke tong sampah dengan gerakan kasar, lalu membuka kaleng lainnya dan meneguk soda itu dengan cepat. “Untung Bu Meta mau jadi pembimbing baru” gumamnya, mencoba mencari hiburan dalam situasi yang penuh tekanan.Alana baru saja selesai mengurus pergantian dosen pembimbingnya, n
“Eh ada adek pungut” ucap Michael yang baru tiba di rumah“Hai kak Mic” Balas Alana tak kalah sinis, jika tidak ada kakek Igrit, Alana enggan memanggil Michael dengan sebutan ‘Kakak’Kakek Igrit menggelengkan kepala pelan melihat interkasi kedua cucunya itu “Dapat berita baru apa hari ini?” Tanya Kakek Igrit. Dia terkadang menanyakan berita terbaru dari cucunya yang berprofesi sebagai jurnalis ituMichael tersenyum tipis lalu menatap Alana dengan misterius “Oh ada berita hangat dari pasangan pengantin baru, paling akan dipublish sore ini”Alana mengangkat alisnya, penasaran dengan berita apa yang akan diungkapkan oleh Michael. Jika berita pengantin baru, apakah itu termasuk dirinya? "Berita apa itu? Tidak akan membuatku menjadi sorotan, kan?" Tanyanya. Bukannya sombong, namun belakangan ini namanya kerap kali terseret dalam berita sebagai istri Alesio KingstonMichael menggeleng, memainkan