Suara tepuk tangan memenuhi ruangan itu, tetapi ciuman antara kedua mempelai yang baru saja menikah masih terus berlangsung. Alesio tidak melepaskan ciumannya, malah mendorong Alana untuk memperdalam kontak bibir mereka.
Awalnya, ciuman itu hanya sekadar kecupan lembut, tetapi sekarang menjadi semakin panas dengan gerakan kecil yang dilakukan Alesio.
Alana merasakan denyut-denyut panas melalui bibirnya, dan matanya terbuka lebar ketika merasakan lidah Alesio mencoba masuk.
“Emph-“
Saat Alana terkejut, Alesio justru tersenyum tipis, masih tidak melepaskan ciuman panas mereka. Mereka terperangkap dalam momen yang intens, mengabaikan tepuk tangan dan flash kamera yang menghujani mereka.
Ketika ciuman itu berakhir, Alana terengah-engah, napas mereka bergabung dalam irama yang sama. Alana memandang Alesio dengan mata yang dipenuhi dengan perasaan kesal, sementara Alesio memandanginya dengan tatapan penuh cinta dan kehangatan.
‘D
“Bagaimana kamu mengenal Ale?” Tanya Jason memulai pembicaraan merekaAlana nampak menimbang, hingga akhirnya Alana memberikan jawaban yang sama seperti saat menjawab Shia“Kami bertemu di sebuah pesta perusahaan, dan seperti cerita klasik, jatuh cinta pada pandangan pertama” ucap Alana dengan senyum tipis untuk menyempurnakan kebohongannya“Alesio bukan orang yang seperti itu, Alana” Ucap Jason tepat sasaran “Katakan saja apa kesepakatan kalian?”Alana merasakan detak jantungnya berdebar kencang ketika Jason mulai menyelidiki lebih dalam. Dia merasa tertekan, namun berusaha untuk tetap tenang dan merencanakan setiap kata yang akan dia ucapkan. Menghadapi pertanyaan tajam Jason, Alana mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab.“Jangan berbohong padaku, Alana” Matanya menatap Alana dengan intensitas yang membuatnya merasa seperti terperangkap.“Tidak ada hal yang seperti itu
"Alana!" panggil Michael dengan antusias. dia berjalan kearah Alana "Hai, Mic!" balas Alana sambil tersenyum cerah, senyumnya berkilau seolah melupakan kejadian dengan Morgan beberapa saat lalu. Michael tersenyum hangat. "Selamat atas pernikahanmu, adik angkat" "Terima kasih, Kak" jawab Alana sambil merenggangkan bibirnya. "Bagaimana perasaanmu menikah dengan Casanova itu?" tanya Michael dengan hangat, namun terdengar sedikit ejekan di belakang kata-katanya. Alana mengangkat bahu dengan enteng. "Lebih baik daripada bertunangan dengan Morgan." Michael mengangkat alisnya, senyumnya melebar. "Morgan, ya? Aku melihatnya tadi, sepertinya dia hendak melakukan sesuatu." "Dia sudah melakukannya" jawab Alana dengan serius, ekspresinya berubah seketika. Namun, sebelum Michael bisa bertanya lebih lanjut, suara intrupsi dari asisten Alesio memecah keheningan di ruangan “Nyonya Alana..” Alana dan Mic menoleh pada asisten Alesio yang memanggil Alana “Ya, kenapa Markus?” “Tuan Alesio menun
"Kau bilang akan patuh pada perintahku kan, Alana?" Ucap Alesio dengan suara yang bergetar, matanya terfokus pada belahan dipunggung Alana.Gerakannya maju, langkahnya mantap, dengan tatapan yang tajam seakan siap untuk menerkam mangsanya.Alana merasa jantungnya berdegup kencang saat dia merasakan kedekatan Alesio. Dia memutar tubuhnya, wajahnya sedikit merona saat tatapan Alesio menggodanya dengan intensitas yang membuatnya terguncang."Jangan bilang jika kau lupa dengan perjanjian kita?" bisikan Alesio terdengar menggoda, membuat Alana tersentak. Dia merasakan kekikukan di tubuhnya, tidak mampu menahan desiran yang menggelora di dalam dirinya. Sesuatu dalam bisikan Alesio membuatnya merasa tak berdaya, bahkan di hadapan pria ini yang tampaknya memiliki kendali atasnya."Aku mau mandi" Alana mencoba mengalihkan pembicaraan, berusaha keras untuk mengendalikan emosinya yang mulai meluap-luap. Namun, sebelum dia bisa melanjutkan kalimatnya, Alesio menahannya."Aku belum selesai bicara,
Dengan paksaan dari satu pihak, Alesio memainkan bibir Alana, lidahnya menerobos masuk meskipun tak mendapat izin dari lawannya.Alana merasa kaget dan terkejut oleh tindakan mendadak Alesio, namun tak bisa menahan getaran aneh yang merambat di dalam dirinya.Alesio melepaskan ciuman itu, hidungnya bersentuhan dengan hidung Alana. Pandangan mereka saling bertemu, dan Alana merasa seperti dunia di sekitarnya tiba-tiba berputar."Kau payah dalam berciuman" kata Alesio, suaranya berisik, tetapi ada sentuhan kelembutan di dalamnya.Alana mengakuinya. Dia memang payah dalam berciuman karena dia tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Alesio, pria pertama yang menciumnya. Matanya melihat ke dalam mata biru Alesio, mencari kepastian dan kelemahan yang tak terucapkan.Alana ingin membuka mulutnya, menjawab ucapan Alesio tapi Alesio kembali membungkam bibirnya. Membuatnya terengah karena kehabisan nafas. Ciuman kali ini lebih intens dari sebelumnya, dan Alana merasa seperti kekuatan yang tak te
“Sudah bangun” Ucap Alesio dengan suara berat nan serak, tangannya menyentuh lembut pipi Alana.Alana tertegun mendengar suara Alesio yang menggema di telinganya. Suara pria itu, meskipun baru bangun tidur, terdengar seksi dan menggetarkan."Sudah selesai melamunnya?" tanya Alesio sambil tersenyum miring. Alana menatap Alesio dengan tatapan terkejut. Pria itu menggunakan tangan kanannya untuk menopang kepalanya sendiri dan tangan kirinya yang mengusap pipinyaAlana menelan ludahnya saat menyadari bahwa Alesio tidak mengenakan baju, sehingga sekarang telanjang dada.Alana merasa dadanya berdebar-debar, terpesona oleh pesona Alesio yang mempesona meskipun dalam keadaan santai seperti itu.Alesio mengamati reaksi Alana dengan senyum yang penuh dengan arti. Dia menyadari dampak dari penampilannya yang menggoda Alana, dan dia menikmati perhatian gadis itu.Well, Alesio memang sengaja melakukannya untuk menggoda Alana"Mungkin aku harus segera mengenakan baju" kata Alesio sambil mengangkat
Alana keluar dari kamar mandi dengan bath robe putih di tubuhnya, rambutnya yang basah jatuh ke bahunya. Matanya tertuju pada tote bag yang tersusun rapi di sofa.Beberapa menit yang lalu seorang pelayan membawakannya tote bag itu dan menyerahkannya pada Alana.Dia mendekati sofa dan membuka tote bag itu. Di dalamnya ada sebuah gaun biru polos dengan desain yang elegan. Dia memeriksa gaun itu dengan jari-jarinya.Lalu matanya membola saat melihat dalam wanita beserta sebuah catatan kecil yang ditempel disana‘Aku menebak ukuranmu’AlesioAlana berdecak kesal sambil tersenyum tipis "Dia benar-benar..."Alana mengeluarkan gaun dari tote bag, merasa penasaran dengan bagaimana gaun itu akan terlihat di tubuhnya. Dia mulai memakainya. Alana merasa terkejut karena gaun itu pas dengan tubuhnya seolah-olah dibuat khusus untuknya.Saat dia menatap cermin di depannya, dia tersenyum puas. Gaun itu sempurna baginya begitu pula dengan dalamannya"Baiklah, Alesio, kamu menang kali ini." Gumam Alana
Ketika pesawat mendarat di bandara Jakarta, Alana melepaskan ikatan pengaman. Markus memimpin jalan menuju terminal bandara dengan sigap, beberapa pengawal juga menjaganya, memastikan Alana tidak kesulitan dalam perjalanan. Saat mereka tiba di terminal, sebuah mobil mewah sudah menunggu di luar. Markus membuka pintu mobil dan membantu Alana masuk. "Tuan Alesio menginstruksikan saya untuk mengantarkan Anda langsung ke apartemen, Nyonya" ucap Markus, memberikan penjelasan. Alana mengangguk mengerti. "Terima kasih, tapi aku ingin ke rumah dulu, ada yang harus ku ambil” “Baik Nyonya” ucap Markus. Mobil melaju ke arah pusat kota Jakarta. Alana memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan dirinya sendiri dari gejolak emosi yang melanda. Sepertinya Alana harus menyiapkan mentalnya jika dia bertemu dengan Henry di rumah nanti. Setelah beberapa saat, begitu tiba di depan rumahnya, Alana turun dari mobil “Kamu disini saja” ucap Alana pada Markus Begitu pintu dibuka, Alana mendapati kondi
Alana duduk dengan tenang di kursi belakang mobil mewah yang dikendarai oleh Markus. Pikirannya berputar mencari maksud ucapan Henry. Mobil melambat saat tiba di kawasan apartemen mewah milik Alesio. Markus membuka pintu mobil “Nyonya” “Ah iya..” Panggilan Markus membuat Alana tersadar dari lamunannya “Kita sudah sampai” Alana merespons panggilan Markus dengan anggukan ringan, menunjukkan bahwa dia menyadari mereka telah sampai di tujuan. Ketika pintu mobil terbuka, Alana membalas panggilan Markus dengan penuh kesadaran. "Terima kasih, Markus" ucapnya sambil menatap Markus dengan senyum tipis. Apartemen itu begitu megah dan menakjubkan, menjulang tinggi di antara gedung-gedung pencakar langit kota Jakarta. Cahaya lampu jalan yang berkelap-kelip menciptakan latar belakang yang dramatis di balik bangunan apartemen yang mewah. Setelah Markus menutup pintu mobil, Markus memandu Alana ke dalam gedung, mereka berdua melangkah melalui lorong-lorong yang terang benderang. Alana mencoba
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu