“Itu lebih baik daripada merusak pestamu” Balas AlesioAlana menatap Alesio dari cermin rias sambil memperbaiki lipstick-nya. Dia mendekat pada Alesio lalu menyeka bibir Alesio dengan tisu“kenapa dihapus?” Tanya AlesioAlana mendesis pelan. "Karena bibirmu kotor. Aku tidak ingin bekas lipstickku menempel di sana."Alesio menyeringai, mencoba menahan senyumnya. "Ah, jadi begitu." Dia menyapu tisu itu dari tangan Alana dan melemparkannya ke tempat sampah.Jempolnya mengusap bibir Alana yang kini sudah kembali terpoleskan lisptik berwarna merah namun tipis dan lebih rapi, mendekatkan wajahnya pada Alana dengan senyuman nakal."Aku bisa membuatnya lebih cantik dengan warna merah alami dan tebal tanpa pewarna buatan ini." BisiknyaAlana tersenyum tipis, namun matanya menunjukkan sedikit kegembiraan. "Jangan mencoba membujukku dengan pujian, Alesio. Kita tahu persis gimana kau." Alana melepaskan tangan Alesio lalu k
Setelah suasana canggung yang disebabkan oleh Alana dan Alesio, pesta berjalan sebagaimana mestinya. Beberapa orang berkumpul dan saling mencari relasi untuk mengembangkan bisnis merekaSesakali mereka mencuri pandang pada Alana, sang tokoh utama yang selalu mendampingi Alesio, tampak mesra.“Aku tidak tahu kau seberani itu mengibarkan bendera perang” ucap Alana sambil mengecup pelipis Alana. Pria itu jelas tidak peduli dengan situasi dan kondisi disekitar mereka“Biar saja. Aku ingin melakukan apapun yang ku inginkan, lagipula aku punya kamu” Ucap Alana santai tanpa menyadari efek kalimat terakhirnya yang menimbulkan perasaan aneh pada Alesio. Aneh, tapi menyenangkan layaknya ribuan kupu-kupu berterbangan di perutnyaAlana melihat kedatangan Yulina, namun kali ini dia tidak datang dengan Henry, melainkan dengan Linda. Gaun merah yang cukup seksi untuk wanita remaja seperti Linda.Alana memperhatikan dengan seksama ekspresi
Begitu pintu terbuka, Alana melihat Linda yang duduk sambil memeluk dirinya sendiri dengan dibalutkan selimut.Tunggu.. jangan bilang….Apakah Alana terlambat?“Kak Ana datang diwaktu yang tepat” Ucap Linda sambil tersenyum sendu, dia menujuk pada sudut ruangan yang terdapat setitik cahaya merah.“Mama ingin membuat bukti Alesio melecehkanku dan mengancamnya dengan itu. Aku terpaksa menurut karena mama juga mengancam akan mencelakai kak Henry. Aku takut kak!!” lirih Linda histeris, air matanya mengalir dengan deras, Alana terasa terluka begitu mendengar jeritan Linda untuk pertama kalinya.Alana akui dia memang jahat namun dia tidak sejahat Yulina atau bahkan Andre, ayahnya. Meskipun dia memanfaatkan Alesio, namun Alana tahu batasannya.“Linda!!!” Pintu kembali terbuka, Henry muncul dengan ekspresi panik dan memeluk tubuh Linda yang tertutup selimut.“Kak henry” Linda bersuara lir
Alana membuka matanya perlahan, merasakan sakit yang menyengat di setiap otot tubuhnya. Dia merasa hancur dan tercabik-cabik, seperti ditarik ke dalam pusaran kegelapan yang tak berujung. Tubuhnya terasa lelah dan terpenuhi oleh kelelahan, dan dia menyadari bahwa dia telah dipaksa untuk bercinta hingga pagi.Tak percaya, Alana memeriksa jam pada layar ponselnya yang tergeletak di samping tempat tidurnya. Angka yang muncul menunjukkan pukul 10.00 pagi. Hanya tiga jam yang dia miliki untuk istirahat setelah malam yang panjang dan melelahkan.Alana ingin mandi, namun baru bergerak sedikit saja sendinya sudah terasa nyeri. Agak berlebihan, tetapi Alana merasa seperti orang lumpuh yang kehilangan indra penggeraknya.Sedang sang pelaku yang membuat kondisinya seperti ini masih tertidur lelap dibawah selimut tebal.Alana mendengus kesal. Apa yang Alesio lakukan padanya semalam sama saja dengan pemerkosaan meskipun status mereka sekarang suami istri namun tetap saja Alesio tidak menerima peno
“Ayo kembali” Ajak Alesio mengulurkan tangannya pada AlanaAlana menatap uluran tangan Alesio, ragu-ragu sejenak. Dia merenung, mempertimbangkan apakah akan menerima tawaran itu atau tidak. Namun, sebelum dia sempat memberikan jawaban, Alesio tiba-tiba saja menggendongnya."Al-“ pekik Alana, terkejut oleh tindakan mendadak Alesio."Kau berpikir terlalu lama" kata Alesio dengan suara yang tenang, tetapi penuh dengan kepastian.Alana tidak bisa menahan senyum kecil di bibirnya. Ada juga rasa hangat dan nyaman saat berada dalam pelukan Alesio. Alana melingkarkan tanganya pada leher Alesio lalu menengelamkan kepalnya pada ceruk leher Alesio“Apa yang kau pikirkan?" bisik Alesio, suaranya hampir tercekat oleh rangsangan napas panas Alana yang mengenai lehernya"Kamu" jawab Alana sambil menghirup aroma Alesio. "Dan bagaimana kita bisa begitu dekat satu sama lain tanpa pernah benar-benar mengungkapkan perasaan yang sebenarnya."Alesio bisa merasakan senyum Alana di lehernya. "Kita selalu men
Yulina tersadar dengan perlahan. Matanya terasa berat saat dia mencoba membuka mereka. Ketika akhirnya berhasil, dia menyadari bahwa dirinya terikat dalam sebuah ruangan kosong yang gelap. Dia meraba-raba sekelilingnya, mencoba mencari tahu di mana dia berada dan bagaimana dia bisa sampai di sini."N-Ngggh... Ada siapa di sini?" desis Yulina dengan gemetar, kebingungan dan ketakutan merajalela di dalam hatinya.Namun, jawaban tak kunjung datang. Hanya sunyi yang menyelimuti ruangan gelap itu. Yulina merasa hatinya berdebar keras, dan ketakutan membuat bulu kuduknya merinding."Ada orang di sana?" teriak Yulina, tetapi suaranya terdengar hampa, hanya bergema kembali padanya sendiri.Dia mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan yang mengikatnya, tetapi semakin dia bergerak, semakin kuat dan tak terlihat ikatan itu menahannya. Air mata mulai mengalir di pipinya saat rasa putus asa mulai menghimpitnya.Yulina mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum dia terbangun di ruangan ini.
Alana merasa jantungnya berdegup kencang. Dia mencoba menjaga ketenangan meskipun hatinya bergolak dengan kebingungan dan sedikit kecemasan. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak bisa meremehkan apa pun.“Apa kamu lakukan di sini, Fiona?” tanya Alana dengan suara tetap tenang meskipun hatinya berdebar.Fiona tersenyum, tapi senyumnya terasa seperti serpihan es yang menusuk. “Oh, hanya urusan bisnis kecil-kecilan” jawabnya sambil melirik Alesio dengan tatapan yang penuh arti. "Alesio memintaku datang, jadi aku langsung ke sini."“Hah-” Alana menghela napas kasar. Dia menatap Alesio seolah meminta penjelasan“Hanya urusan bisnis. Dia sekertarisku” Jawab Alesio“Lalu bagaimana kamu menjelaskan koper-koper itu?” tanya Alana menyorot koper yang berada dibelakang kaki Alana“Oh, Alesio bilang aku akan tinggal disini selama proyek baru perusahaan selesai” Jawab Fiona dengan santainya“Benarkah begitu, Alesio?” tanya Alana lagi, mencoba menemukan kejelasan dalam situasi yang semakin rumit ini.
Alana bersenandung pelan sambil memotong sandwice buatannya. Dia tidak sabar untuk pergi ke perusahaan hari ini sampai sebuah pelukan dari arah belakang membuat Alana tersenyum tipis“Pagi amour” bisiknya pelan“Hmm sana, nanti selingkuhanmu itu lihat” Ucap Alana sarkasAlesio terkekeh lalu mengecup pipi Alana kemudian duduk di meja makan.Pintu kamar Fiona terbuka, wanita itu berjalan ke meja makan dengan pakaian kerja ketatnya yang membentuk tubuh. Diam-diam Alana menghela napas panjang, jujur dia mengakui jika tubuh Fiona lebih seksi daripada tubuhnya. Dada wanita itu lebih menyembul dari pada miliknya“Pagi Al” Ucap Fiona lalu duduk disebelah Alesio, kursi yang bisa Alana gunakanMeja makan di apartemen itu hanya terdiri dari empat kursi yang saling berhadapan dua diantaranya. Dengan perasaan dongkol, Alana meletakan sandwice itu dimeja lalu segelas kopi didepan Alesio dan air mineral untuk dirinya sendiri“Apa kau ingin minum?” tawar Alesio dengan suara yang tenang, seolah-olah t