“Pesta pengangkatanmu sebagai komisaris perusahaan”
“APA-?!”
Alesio tersenyum tipis “Sesuai dengan yang kau ingingkan”
Alana mengerjab “Tunggu dulu, kenapa tiba-tiba aku jadi komisaris? Aku cuma mau jadi investor” Jelas Alana. Dia menatap Alesio, mencari penjelasan lebih lanjut.
“Kau ahli warisnya, itu perminataan Andre yang disampai saat rapat pemegang saham” Ucap Alesio
Alesio kembali menyodorkan dua buah paper bag dari brand ternama itu di depan Alana, matanya memancarkan keputusan yang tegas. "Gunakan ini" perintahnya dengan nada yang tak bisa ditawar.
“jangan berbohong padaku Alesio. Andre sudah kehilangan haknya sejak berada dipenjara” Alana menatap tajam sedangkan Alesio menghela napas sebelum tersenyum lebar. Tangannya terarah mengusap lembut rambut Alana
“Perusahaan itu sudah menjadi milik Kingston tapi ditutupi dengan namamu. Tenang saja, aku tidak
Alesio masuk dalam gedung perusahaannya. Beberapa pegawai yang berpapasannya dengannya menunduk hormat. Alesio masuk ke dalam lift khusus yang membawanya menuju lantai 25. Rayan, sekertaris barunya menunduk hormat “Ayah dan kakek anda sudah menunggu anda di dalam bos” ucap Rayan memberitahu. Alesio mengangguk acuh lalu masuk ke dalam ruang kerjanya “Kenapa?” Tanya Alesio pada para pria ‘Kingston’ yang berbeda generasi darinya, meskipun bisa dilihat wajah mereka hampir memiliki kesamaan meskipun berbeda usia. Sama-sama memiliki aura dominasi, kekuasaan dan ketampanan. Meskipun masih tampan Alesio tentunya. “Kau bekerja terlalu lama” Sahut Jason “Hmm aku sibuk dengan rumah tanggaku, Grandpa” balas Alesio acuh sambil mendudukan dirinya di sofa, menghadap Dante, ayahnya sedangkan Jason sang kakek duduk di sisi kirinya pada sebuah sofa single “Jadi kapan kau akan mengambil alih Siegel?” tanya Dante Salah satu alis Alesio mengungkik “Aku sibuk dengan perusahan tau” Decaknya “Lagipula
“Itu lebih baik daripada merusak pestamu” Balas AlesioAlana menatap Alesio dari cermin rias sambil memperbaiki lipstick-nya. Dia mendekat pada Alesio lalu menyeka bibir Alesio dengan tisu“kenapa dihapus?” Tanya AlesioAlana mendesis pelan. "Karena bibirmu kotor. Aku tidak ingin bekas lipstickku menempel di sana."Alesio menyeringai, mencoba menahan senyumnya. "Ah, jadi begitu." Dia menyapu tisu itu dari tangan Alana dan melemparkannya ke tempat sampah.Jempolnya mengusap bibir Alana yang kini sudah kembali terpoleskan lisptik berwarna merah namun tipis dan lebih rapi, mendekatkan wajahnya pada Alana dengan senyuman nakal."Aku bisa membuatnya lebih cantik dengan warna merah alami dan tebal tanpa pewarna buatan ini." BisiknyaAlana tersenyum tipis, namun matanya menunjukkan sedikit kegembiraan. "Jangan mencoba membujukku dengan pujian, Alesio. Kita tahu persis gimana kau." Alana melepaskan tangan Alesio lalu k
Setelah suasana canggung yang disebabkan oleh Alana dan Alesio, pesta berjalan sebagaimana mestinya. Beberapa orang berkumpul dan saling mencari relasi untuk mengembangkan bisnis merekaSesakali mereka mencuri pandang pada Alana, sang tokoh utama yang selalu mendampingi Alesio, tampak mesra.“Aku tidak tahu kau seberani itu mengibarkan bendera perang” ucap Alana sambil mengecup pelipis Alana. Pria itu jelas tidak peduli dengan situasi dan kondisi disekitar mereka“Biar saja. Aku ingin melakukan apapun yang ku inginkan, lagipula aku punya kamu” Ucap Alana santai tanpa menyadari efek kalimat terakhirnya yang menimbulkan perasaan aneh pada Alesio. Aneh, tapi menyenangkan layaknya ribuan kupu-kupu berterbangan di perutnyaAlana melihat kedatangan Yulina, namun kali ini dia tidak datang dengan Henry, melainkan dengan Linda. Gaun merah yang cukup seksi untuk wanita remaja seperti Linda.Alana memperhatikan dengan seksama ekspresi
Begitu pintu terbuka, Alana melihat Linda yang duduk sambil memeluk dirinya sendiri dengan dibalutkan selimut.Tunggu.. jangan bilang….Apakah Alana terlambat?“Kak Ana datang diwaktu yang tepat” Ucap Linda sambil tersenyum sendu, dia menujuk pada sudut ruangan yang terdapat setitik cahaya merah.“Mama ingin membuat bukti Alesio melecehkanku dan mengancamnya dengan itu. Aku terpaksa menurut karena mama juga mengancam akan mencelakai kak Henry. Aku takut kak!!” lirih Linda histeris, air matanya mengalir dengan deras, Alana terasa terluka begitu mendengar jeritan Linda untuk pertama kalinya.Alana akui dia memang jahat namun dia tidak sejahat Yulina atau bahkan Andre, ayahnya. Meskipun dia memanfaatkan Alesio, namun Alana tahu batasannya.“Linda!!!” Pintu kembali terbuka, Henry muncul dengan ekspresi panik dan memeluk tubuh Linda yang tertutup selimut.“Kak henry” Linda bersuara lir
Alana membuka matanya perlahan, merasakan sakit yang menyengat di setiap otot tubuhnya. Dia merasa hancur dan tercabik-cabik, seperti ditarik ke dalam pusaran kegelapan yang tak berujung. Tubuhnya terasa lelah dan terpenuhi oleh kelelahan, dan dia menyadari bahwa dia telah dipaksa untuk bercinta hingga pagi.Tak percaya, Alana memeriksa jam pada layar ponselnya yang tergeletak di samping tempat tidurnya. Angka yang muncul menunjukkan pukul 10.00 pagi. Hanya tiga jam yang dia miliki untuk istirahat setelah malam yang panjang dan melelahkan.Alana ingin mandi, namun baru bergerak sedikit saja sendinya sudah terasa nyeri. Agak berlebihan, tetapi Alana merasa seperti orang lumpuh yang kehilangan indra penggeraknya.Sedang sang pelaku yang membuat kondisinya seperti ini masih tertidur lelap dibawah selimut tebal.Alana mendengus kesal. Apa yang Alesio lakukan padanya semalam sama saja dengan pemerkosaan meskipun status mereka sekarang suami istri namun tetap saja Alesio tidak menerima peno
“Ayo kembali” Ajak Alesio mengulurkan tangannya pada AlanaAlana menatap uluran tangan Alesio, ragu-ragu sejenak. Dia merenung, mempertimbangkan apakah akan menerima tawaran itu atau tidak. Namun, sebelum dia sempat memberikan jawaban, Alesio tiba-tiba saja menggendongnya."Al-“ pekik Alana, terkejut oleh tindakan mendadak Alesio."Kau berpikir terlalu lama" kata Alesio dengan suara yang tenang, tetapi penuh dengan kepastian.Alana tidak bisa menahan senyum kecil di bibirnya. Ada juga rasa hangat dan nyaman saat berada dalam pelukan Alesio. Alana melingkarkan tanganya pada leher Alesio lalu menengelamkan kepalnya pada ceruk leher Alesio“Apa yang kau pikirkan?" bisik Alesio, suaranya hampir tercekat oleh rangsangan napas panas Alana yang mengenai lehernya"Kamu" jawab Alana sambil menghirup aroma Alesio. "Dan bagaimana kita bisa begitu dekat satu sama lain tanpa pernah benar-benar mengungkapkan perasaan yang sebenarnya."Alesio bisa merasakan senyum Alana di lehernya. "Kita selalu men
Yulina tersadar dengan perlahan. Matanya terasa berat saat dia mencoba membuka mereka. Ketika akhirnya berhasil, dia menyadari bahwa dirinya terikat dalam sebuah ruangan kosong yang gelap. Dia meraba-raba sekelilingnya, mencoba mencari tahu di mana dia berada dan bagaimana dia bisa sampai di sini."N-Ngggh... Ada siapa di sini?" desis Yulina dengan gemetar, kebingungan dan ketakutan merajalela di dalam hatinya.Namun, jawaban tak kunjung datang. Hanya sunyi yang menyelimuti ruangan gelap itu. Yulina merasa hatinya berdebar keras, dan ketakutan membuat bulu kuduknya merinding."Ada orang di sana?" teriak Yulina, tetapi suaranya terdengar hampa, hanya bergema kembali padanya sendiri.Dia mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan yang mengikatnya, tetapi semakin dia bergerak, semakin kuat dan tak terlihat ikatan itu menahannya. Air mata mulai mengalir di pipinya saat rasa putus asa mulai menghimpitnya.Yulina mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum dia terbangun di ruangan ini.
Alana merasa jantungnya berdegup kencang. Dia mencoba menjaga ketenangan meskipun hatinya bergolak dengan kebingungan dan sedikit kecemasan. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak bisa meremehkan apa pun.“Apa kamu lakukan di sini, Fiona?” tanya Alana dengan suara tetap tenang meskipun hatinya berdebar.Fiona tersenyum, tapi senyumnya terasa seperti serpihan es yang menusuk. “Oh, hanya urusan bisnis kecil-kecilan” jawabnya sambil melirik Alesio dengan tatapan yang penuh arti. "Alesio memintaku datang, jadi aku langsung ke sini."“Hah-” Alana menghela napas kasar. Dia menatap Alesio seolah meminta penjelasan“Hanya urusan bisnis. Dia sekertarisku” Jawab Alesio“Lalu bagaimana kamu menjelaskan koper-koper itu?” tanya Alana menyorot koper yang berada dibelakang kaki Alana“Oh, Alesio bilang aku akan tinggal disini selama proyek baru perusahaan selesai” Jawab Fiona dengan santainya“Benarkah begitu, Alesio?” tanya Alana lagi, mencoba menemukan kejelasan dalam situasi yang semakin rumit ini.
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu