Terima kasih. Semoga suka.
Bibi terus berusaha menghubungi Wijaya dan Amira, tetapi tidak ada jawaban dari dua orang yang sedang berkencan. Mereka berada di pantai dan meninggalkan ponsel di kamar.“Ya Tuhan. Tolong hamba.” Bibi benar-benar gelisah. Dia harus melindungi Keano dan juga ibu susu dari bayi itu.“Kita sampai, Bi.” Sopir membuka pintu untuk bibi.“Terima kasih. Kita langsung menemui dokter Ibra,” ucap bibi keluar dari mobil dan berjalan masuk ke rumah sakit. Sopir mengikuti wanita itu dengan membawa tas berisi keperluan Keano.Dokter Ibra yang libur pun harus datang ke rumah sakit. Pria itu berhasil dihubungi bibi sehingga mereka bisa bekerja sama. “Kemana Wijaya. Kenapa tidak menjawab panggilan dariku?” Dokter Ibra yang juga baru tiba di rumah sakit berlari menuju ruangannya. Dia benar-benar harus melindungi Wijaya dan juga Amira dari Luna.“Nomor Amira tidak aktif dan Wijaya tidak bisa dihubungi.” Ibra masuk ke dalam lift yang membawanya langsung ke ruang kerja.Bibi terlihat gelisah. Dia dan so
Amira berdiri di tepi pantai. Wanita itu mengenakan pakaian renang dengan celana sebatas paha dan atasan cukup lebar menutupi dadanya dengan perut terbuka.“Hm.” Wijaya berdiri di depan Amira. Dia memperhatikan wanita itu dari atas hingga bawah. “Apa tidak ada lagi yang lebih tertutup?” tanya Wijaya.“Ini yang paling sopan,” jawab Amira.“Ya.” Wijaya mengangguk. Pakaian renang yang dikenakan Amira memang lebih tertutup. Dia hanya menampilan perut. Paha dan dada pun benar-benar tidak terlihat sama sekali seperti orang pada umumnya yang berada di pantai.“Tetap saja terlihat seksi,” gumam Wijaya menghela napas dengan berat. Dia benar-benar tidak ingin kecantikan dan keseksian Amira dinikmati oleh orang lain.“Kamar di kawasan priadi, tetapi tidak dengan pantai.” Wijaya melihat sekeliling yang cukup ramai karena akhir pekan. Ada banyak orang yang sengaja menginap di hotel dekat pantai.Amira berlari menuju laut. Wanita itu terlihat senang. Dia bermain dengan gelombang yang tidak terlalu
Luna duduk di sofa. Dia terus menunggu Wijaya pulang ke rumah. Wanita itu hanya memiliki satu hari saja sebelum pergi ke luar kota untuk syuting. “Kenapa Wijaya belum juga pulang?” Luna tampak gelisah. Dia melihat jam raksasa yang berdiri kokoh di dinding. Wanita itu tidak mau pergi kemana pun sebelum suami tercinta pulang. “Wijaya, aku benar-benar merindukan kamu. Aku mau menyentuh tubuh yang seksi menggoda itu. Aku menginginkan kamu, Wijaya.” Luna memeluk guling. Wanita itu sedang berhasrat karena sudah lama tidak melakukan hubungan suami istri dengan Wijaya. “Malam ini, kamu harus menjadi milikku. Aku tidak mau ditolak.” Luna terus menunggu Wijaya dengan sabar. “Aku akan hubungi Wijaya dan memberikan waktu padanya hingga sore hari. Sampai jam enam saja.” Luna mengirim pesan kepada Wijaya dengan menggunakan ponsel bibi. “Aku tunggu kamu sampai jam enam sore. Lewat dari itu, Keano akan aku bawa bersamaku ke luar kota.” Luna tersenyum melihat pesan yang telah sampai pada Wij
Amira mandi sore dan mengenakan piyama yang cukup seksi karena dia sendirian di rumah. Mini dress sebatas paha tanpa lengan berwarna putih bersih. Dia pergi ke kamar Kenao dan melihat keranjang bayi yang kosong. Wanita itu tampak sedih dan memegang dadanya.“Hari ini Keano belum asi langsung. Mama sangat rindu kamu, Nak. Mama menyesal pergi ke pantai bersama papa kamu.” Amira mencium bantal Keano dan duduk di tepi kasur. Dia tidak bisa menahan butiran bening yang turun tanpa perintah membasahi pipinya yang merah.“Keano. Hiks…hiks. Harusnya Mama sadar diri. Ibu Luna adalah mama kandung kamu.” Amira memeluk erat bantak kecil. Dia mencium aroma tubuh Keano yang tertinggal di sana. Wanita itu terus menangis. Dia sangat merindukan putranya.“Keano.” Amira mengambil kain dan guling milik Keano. Dia merebahkan diri di tempat tidur.“Keano sayang. Maafkan mama.” Amira memejamkan matanya. Dia tidak bisa menghentikan tangis. Tangannya menggenggam kuat ponsel. Wanita itu pun berharap ada panggil
Amira terlelap dengan mudahnya. Wanita itu benar-benar lelah karena diguncang kuat olah Wijaya Kusuma. Dia bahkan melupakan semua masalah yang ada. Pelukan suaminya membuatnya merasa lebih tenang.“Tidurlah. Keano dan aku adalah milikmu.” Wijaya mencium dahi Amira. Pria itu menyelimuti tubuh istri yang tidak mengenakan apa pun. Dia turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi.Keano tidak menangis lagi karena Amira telah menyiapkan asi di lemari penyimpanan. Bayi tampan itu mendapatkan asupan terbaik dari ibunya.“Ahh.” Amira merasakan tubuhnya sakit. Dia melihat tempat tidur yang kosong.“Sakit sekali. Pria ini benar-benar menggila. Dia tidak memikirkan aku.” Amira duduk di tepi tempat tidur. Melihat tubuhnya yang merah hingga membiru dicium kuat oleh Wijaya Kusuma.“Ya Tuhan.” Amira merebahkan kembali tubuhnya ke kasur. Dia benar-benar kesulitan untuk bergerak. Seluruh tubuhnya sakit.“Aku mau melihat Keano, tetapi badanku sangat lemah dan tidak bertenaga.” Amira meraba meja untu
Luna masih berada di atas kasur. Wanita itu terlihat berantakan. Dia kembali gagal mendapatkan Wijaya dan terluka.“Wijaya,” ucap Amira pelan.“Kenapa kamu tidak bisa jatuh cinta padaku? Di mana kurangnya aku? Aku cantik dan seksi. Aku juga popular. Kenapa kamu lebih memilih janda yang tidak punya apa-apa?” Luna melempar bantal ke lantai. Kamar wanita itu berhamburan. Semua barang tergeletak di lantai.Ponsel Luna berdering. Bella melakukan panggilan dari depan rumah Wijaya. Wanita itu datang menjembut artisnya untuk pergi ke bandara.“Halo, Bel.” Luna menjawab dengan lemah.“Luna, aku sudah menunggu di depan rumah kamu. Kita akan pergi ke bandara,” ucap Bella.“Masuk dan naiklah ke kamarku.” Bella duduk di tepi kasur.“Apa kamu belum bersiap?” tanya Bella masuk ke rumah. Wanita itu menaiki tangga menuju kamar Luna.“Luna, apa kamu di dalam?” Bella mengetuk pintu kamar Luna.“Pintu tidak dikunci,” ucap Luna.“Baiklah.” Bella membuka pintu dan masuk ke kamar Luna. Wanita itu terkejut me
Selesai mengurus Wijaya hingga selesai sarapan. Amira berpindah pada Keano. Wanita itu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk bisa bersama putranya. Dia takut bayi tampan itu akan diambil Luna. “Keano sayang. Mama sangat rindu.” Amira memeluk dan mencium Keano. Mereka duduk di sofa berdua saja. Wanita itu benar-benar tidak ingin melepaskan putranya walaupun sedetik saja.“Apa kita bisa pergi sekarang?” tanya Wijaya masuk ke kamar Keano.“Ya. Apa Keano akan baik-baik saja di rumah?” Amira menatap Wijaya.“Ya. Bibi tidak akan membawa Keano keluar rumah,” ucap Wijaya.“Baiklah.” Amira membaringkan Keano di atas kasur.“Sayang, Mama temani papa ke rumah sakit dan bekerja ya. Keano di rumah saja. Mama sayang, Keano.” Amira mencium Keano berkali-kali. Dia merasa sangat berat meninggalkan putranya.“Papa dan mama pergi dulu. Jadi anak baik dan cerdas.” Wijaya mencium Keano dan Amira bergantian.“Bibi, tolong jaga Keano,” ucap Amira ketika bibi sudah masuk ke kamar.“Iya, Non.” Bibi tersenyu
Dokter Ibra segera menyusul Wijaya agar tidak pulang. Pria itu harus membicarakan lebih detail tentang situasi dan kondisi yang dialami Amira.“Wijaya! Tunggu!” Ibra berhasil menghentikan pintu lift yang akan tertutup.“Ada apa?” tanya Ibra.“Bawa Amira ke ruang perawatan. Jika kamu benar-benar ingin mengetahui semuanya,” jawab Ibra.“Amira pasti akan bertanya lagi tentang putranya ketika dia siuman,” ucap Ibra.“Baiklah.” Wijaya keluar dari lift dan mengikuti Ibra ke ruangan pasien.“Biarkan dia istirahat di sini. Suster Sinta akan menemaninya,” ucap Ibra melihat pada seorang wanita yang sudah menunggu di dalam kamar.“Suster Sinta adalah perawat Amira ketika melahirkan,” jelas Ibra.“Hm.” Wijaya meninggalkan Amira bersama dengan Sinta. Pria itu keluar dan bertemu lagi dengan Nathaniel.“Ibu Amira semakin cantik saja. Apa pria itu suami barunya?” Suster Sinta tersenyum pada Amira. Dia merapikan selimut dan duduk di sofa. Wanita itu selalu bersikap lembut pada pasiennya.Nathaniel masi
Anto dan anak buahnya bergerak di malam hari. Mereka meninggalkan pulau dengan kapal. Bayi tampan dengan kulit putih bersih berada dalam gendongan Sulas. Putra dari Andika dan Amira tertidur lelap. Lelaki kecil itu mampu bersaing dengan Keano. Lahir dari bobot dan bibit terbaik kedua orang tuanya.Wijaya dan Amira tidur dalam senyuman. Mereka tidak tahu bahwa putra yang dijaga dan dilindingi dari kejauhan akan datang sendiri ke kota dan tidak sulit untuk digapai. Berbeda ketika berada di pulau terpencil. Ada bgitu banyak penjaga dan lokasi yang sulit dijangkau.Jack yang selalu memantau pulau menggantikan pekerjaan Leon mendapatkan laporan dari anak buah mereka. Pria itu tidak bisa memberikan perintah menyerang dan merebut Devano karena Wijaya yang tidak bisa dihubungi. Dia hanya bisa terus mengikuti dan mengawasi pergerakan Anto beserta rombongannya. “Ada apa?” tanya Leon.“Devano dibawa keluar pulau. Apa kita rebut sekarang?” Jack melihat pada Leon.“Bukankah ini memang rencana Pak
Cantika terlihat melamun. Wanita itu benar-benar telah banyak berkorban untuk Andika dan sang suami menjadikan dirinya pemuas nafsu sebagai pengganti Amira. “Apa aku harus membunuh Devano?” tanya Cantika pada dirinya yang duduk di depan cermin meja rias.“Tetapi, jika aku tidak bisa hamil artinya kami tidak akan pernah punya anak sedangkan Devano adalah putra kandung Andikan. Darah daging suamiku.” Cantika benar-benar gelisah.“Aku akan membawa Devano pulang. Mengatakan kepada Andika bahwa itu anak saudara jauh yang ditinggal orang tuanya. Aku akan meminat izin untuk mengadopsinya dengan alasan sebagai pemancing agar bisa hamil dan kasian.” Cantika tersenyum dengan rencananya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi penjaga Devano.“Halo, bawa Devano pulang. Aku menginginkan dia. Pulau itu ambil saja untuk kalian,” ucap Cantika.“Baik, Bos.” Pria di seberang panggilan sangat senang. Mereka memiliki pulau pribadi dengan laut yang kaya. “Aku akan membesarkan anak Andika dan Amira. Itu tid
Luna melakukan penerbangan ke Amerika bersama Robert dan Bella. Wanita itu akan memulai karier sebagai aktris dan melanjutkan status modelling. Mereka sudah berada di apartemen milik Perusahaan.“Hah! Akhirnya aku bisa tinggal di tempat yang mewah lagi.” Luna menghempas tubuhnya di kasur.“Apartemen ini benar-benar mewah,” ucap Bella memperhatikan sekeliling. Kamar itu sangat luas dan lengkap. Ada dapur, ruang tamu dan bahkan balkon untuk bersantai. Kolam renang di atas Gedung.“Iya. Amerika memang gila dalam dunia entertaimen. Apalagi perfilm.” Luna beranjak dari kasur dan berjalan ke balkon.“Pemandangan yang indah. Aku suka tempat ini. Mahal.” Luna membentangkan tangan menghidup udara pagi.“Belum kontrak kerja, tetapi kita sudah dapat kemewahan.” Bella mendekati Luna yang berada di balkon.“Wijaya pasti punya saingan di Amerika ini. Aku ingin membuat pria itu menderita dengan kehilangan Amira. Aku akan balas dendam.” Luna mengepalkan tangannya.“Dia mencintai Amira dan membuang dir
Amira berada di halaman belakang. Wanita itu bermain bersama bayi tampan dan cerdasnya. Wanita itu benar-benar telah mengiklaskan Devano dengan adanya Keano.“Non, hari sudah mulai gelap. Sebaiknya Anda dan Keano masuk ke dalam rumah,” ucap bibi.“Bibi bawa Keano ke kamar.” Amira memberikan Keano kepada bibi.“Anda mau kemana?” tanya bibi.“Aku mau menunggu hujan turun.” Amira tersenyum.“Non, nanti Bapak marah,” ucap bibi khawatir.“Tidak akan. Aku suka hujan. Sudah lama tidak bermain air hujan. Bibi masuklah. Aku akan selesai sebelum Pak Wijaya pulang. Hari ini dia lembur.” Amira mendorong tubuh bibi masuk ke dalam rumah. Dia menutup pintu dan duduk di tengah halaman.“Semoga hanya hujan dan tidak ada kilat, Guntur serta petir.” Amira mendongak dan tetesan pertama jatuh tepat di wajahnya.“Aah!” Amira tersenyum. Dia benar-benar menyukai hujan. Aroma dan suara air yang jatuh ke bumi memberikan ketenangan untuknya.“Ahhhhh!” Amira berdiri dan berputar di atas rumput yang basah. Dia men
Wijaya benar-benar serius untuk menjemput Devano. Dia tidak ingin Cantika lebih dulu mengambil bayi dari Amira. Pria it uterus memantau laporan dari anak buahnya yang menjaga di pesisir pantai dekat dari pulau tempat tinggal Devano.“Kita akan berperang jika tidak bisa mengambil Devano baik-baik,” ucap Wijaya. Pria itu berada di rumah sakit.“Apa tidak ada kesempatan?” tanya Leon.“Aku tidak ingin menambahkan korban lagi. Kita akan mengganti para penjaga mereka pelan-pelan. Ambil Devano di mana Cantika akan bergerak,” tegas Wijaya yang duduk di sofa bersama dengan Jack.“Maafkan aku, Bos,” ucap Leon.“Kamu minta maaf untuk apa?” tanya Wijaya menoleh pada Leon yang masih berbaring di tempat tidur.“Saya tidak bisa menyelesaikan tugas,” jawab Leon.“Tugas kamu sudah selesai,” tegas Wijaya.“Ini pertama kalinya orang kepercayaanku terluka. Padahal hanya pergi mencari anak Amira. Berperang melawan musuh dunia bisnis tidak membuatku mengorbankan banyak orang.” Wijaya menatap layar computer
Cantika menunggu Andika di dalam kamar. Suaminya benar-benar sering lembur.“Sayang.” Cantika menyambut kedatangan Andika. Wanita itu mengambil jas dan tas dari tangan suaminya. “Kamu mandi dulu,” ucap Cantika tersenyum pada Andika.“Ya.” Andika masuk kamar mandi. Membersihkan diri yang lelah dan gerah. Pria itu keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggang.“Sayang.” Cantika memeluk Andika. Dia menggantungkan kedua tangan di leher suaminya.“Ada apa?” tanya Andika mencium bibir Cantika.“Kemarilah! Ada yang mau aku bicarakan.” Cantika menarik Andika ke tempat tidur.“Kamu mau berbicara atau bercinta?” Andika berada di atas kasur dan Cantika duduk di perut ratanya. Jari-jari wanita itu merada dada bidang suaminya.“Sayang, aku belum juga hamil. Apa kita perlu program dengan dokter?” tanya Cantika.“Apa?” Andika terkejut. “Siapa yang tidak sehat?” tanya Andika menatap Cantika.“Aku sudah periksa dan sehat,” jawab Cantika.“Apa itu artinya aku yang tidak sehat?
Bella pergi ke penginapan Luna dengan mengendarai mobil pribadinya. Dia harus menjemput sahabatnya pindah ke apartemen.“Lelah sekali. Wijaya benar-benar membuang Luna.” Bella harus mengendarai mobil cukup lama. Dua jam perjalanan baru bisa sampai di penginapan yang berada di ujung kota.Bella memarkirkan mobil di tempat parkir. Dia tiba hampir tengah malam. Wanita itu disambut oleh karyawati bagian resepsionis.“Selamat datang. Apa Anda mau menginap?” tanya karyawati.“Aku ada janji dengan tamu bernama Luna,” jawab Bella.“Mungkin Anda bisa menghubunginya agar bisa keluar dari kamar,” ucap karyawanti.“Baiklah.” Bella menghungi Luna dan tidak ada jawaban.“Apa aku bisa menunggu di sini?” tanya Bella yang gagal menghubungi Luna.“Tentu saja,” jawab karyawati.“Terima kasih.” Bella duduk di sofa. Dia terus berusaha menghubungi Luna yang tidak juga menjawab panggilannya.“Kemana Luna? Apa dia tidur? Padahal aku sudah memintanya untuk menunggu.” Bella sangat lelah dan mengantuk. Dia butuh
Amira membuka mata. Dia benar-benar tidak bisa lagi tidur tanpa Wijaya. Jari-jarinya meraba kasur yang kosong. Kehangatan dari pelukan suaminya sudah menjadi kebiasaan.“Sayang,” sapa Amira lembut. Dia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat.“Kemana dia?” Amira duduk di tepi kasur. Dia kesulitan melihat karena pencahayaan yang sedikit di dalam kamar.“Sayang.” Amira beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju sakelar lampu dan menyalakannya. Wanita itu mengetuk kamar mandi dan tidak ada jawaban.“Apa dia pergi?” Amira melihat jam yang telah menujukkan pukul sepuluh malam.“Sepertinya aku tertidur di mobil. Aku lihat Keano dulu.” Amira tersenyum. Dia melihat pakaian yang telah diganti dengan piyama tidur. Wanita itu segera pergi ke kamar putranya.“Sudah tidur. Apa dia asi dari botol?” Amira mencium Keano yang terlelap. Wanita itu menuruni tangga dan memastikan bahwa Wijaya ada di ruang kerja. Dia baru saja akan mengetuk dan pintu sudah terbuka. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya yan
Amira dan Wijaya masih berada di puncak bukit. Mereka berdua menikmati matahari terbenam. Sang istri duduk di pangkuan suami. Pelukan kuat dari belakang oleh Wijaya Kusuma. Kedua tangan pria itu mengunci pinggang Amira. “Sayang, apa kita menginap di sini saja?” tanya Wijaya mencium punggung leher Amira.“Tidak bisa. Aku kangen Keano. Dia belum asi,” jawab Amira.“Hmm. Keano nomor satu di hati kamu,” ucap Wijaya menggigit pundak Amira.“Aaah. Sakit.” Amira mencubit paha Wijaya.“Kamu membuat aku cemburu. Padahal hari ini aku mau memiliki kamu untuk diriku sendiri. Tidak memikirkan Keano yang berada di rumah.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Apa sih. Kiano itu anak kita,” ucap Amira.“Ya. Keano adalah anak kita, Sayang.” Wijaya tersenyum. Dia menyentuh bibir Amira dengan jarinya.“Kamu tidak boleh begitu. Bersaing dengan Keano yang anak sendiri.” Amira merapikan diri agar tubuhnya benar-benar berhadapan dengan Wijaya.“Aku tahu, Sayang. Aku terlalu mencintai dan takut keh