Terima Kasih. Semoga suka.
Wijaya tiba di atap dan tidak melihat Amira berserta anaknya. Pria itu benar-benar sudah putus asa. Dia kembali ke kamar.“Aku tidak tahu harus kemana lagi mencari kalian.” Wijaya melihat salah satu kunci mobil yang ada di lemari hilang.“Mobil keluarga.” Wijaya membuka lemari kaca. Dia tahu benar kunci mobil yang paling besar dan mewah tidak ada di tempat. Itu bisa dijadikan tempat persembunyian terbaik karena di dalam mobil lengkap dengan kasur berserta bantal dan guling. “Wanita cerdas.” Wijaya tidak tersenyum sama sekali. Dia benar-benar marah.“Aku akan menggigit seluruh tubuh kamu, Amira. Dari hidung, telinga, leher hingga ujung kaki.” Wijaya turun dengan cepat. “Bagaimana, Pak?” tanya bibi.“Aku sudah menemukan mereka. Kalian rapikan rumah dan siapkan makan malam,” tegas Wijaya.“Syukurlah.” Bibi tersenyum dan mengusap dadanya. Wanita itu baru merasa tenang.“Di mana mereka, Pak?” Bibi mengikuti Wijaya.“Aku tahu. Bibi urus semuanya. Aku akan menghukum Amira,” ucap Wijaya. “A
Wijaya masih bekerja. Dia melihat pada Amira yang sudah selesai dengan perawatan diri. Wanita itu berjalan melewati sang suami dan pergi ke tempat tidur.“Apa kamu tidak menungguku? Aku adalah bos,” ucap Wijaya.“Ini bukan lagi jam kerjaku sebegai sekretaris kamu,” tegas Amira.“Bagaimana dengan tugas sebagai seorang istri?” tanya Wijaya dan tidak ada jawaban dari Amira. Wanita itu tidak akan menang ketika membahas tentang hubungan pernikahan mereka.“Tidurlah. Kamu pasti lelah mengasuh Keano.” Wijaya tersenyum. Pria itu beranjak dari sofa dan mematikan lampu utama. Dia mencium pipi Amira yang membelakanginya.“Aku kerja dulu.” Wijaya keluar dari kamar Amira. Pria itu membawa laptop dan pindah ke ruang kerjanya. Dia tidak ingin mengganggu tidur istrinya.“Tumben pengertian dan tidak marah.” Amira membuka dan melihat Wijaya keluar dari kamar.“Benar-benar gila kerja. Walaupun punya sekretaris.” Amira duduk. Dia melihat laptop dan berkas sudah dibawa Wijaya.“Hm.” Wanita itu merebahkan k
Amira mengantarkan berkas dan tas di atas mejanya. Wanita itu bersiap ke dapur untuk membuatkan kopi.“Kamu mau kemana?” tanya Wijaya melihat pada Amira.“Ke dapur. Aku akan buatkan kopi,” jawab Amira.“Tidak usah. Masih pagi. Kembali ke kursi kamu,” ucap Wijaya.“Oh. Baiklah.” Amira duduk di kursi kerja.“Aku yakin pemuda itu sudah menunggunya di dapur,” gumam Wijaya.“Hari ini ada tamu dari luar. Mereka meminta untuk bertemu di hotel tempat menginap.” Amira sudah berdiri di depan Wijaya.“Kenapa mereka tidak datang ke Perusahaan saja?” tanya Wijaya menatap pada Amira. Wanita itu tampil cantik dengan rambut yang digelung rapi di atas. Kemeja putih pas di badan dan celana berbahan lembut berwarna hitam dipadukan dengan sepatu high heel setinggi lima senti meter. Memperlihatkan tubuh indah yang sempurna. “Karena mereka mengganti wakil konsultan luar negeri yang datang,” jawab Amira.“Siapa yang datang?” tanya Wijaya.“Mereka tidak menyebutkannya, tetapi ingin bertemu Anda di hotel,” ja
Mobil Wijaya berhenti di tempat parkir hotel yang juga memiliki restaurant berbintang. Amira bersiap untuk turun.“Tunggu sebentar.” Wijaya keluar lebih dulu. Pria itu mengitari mobil dan membukakan pintu untuk Amira.“Tidak harus sampai seperti ini,” ucap Amira melihat pada Wijaya yang berada di depan pintu mobil terbuka.“Jadilah penurut untuk hari ini saja,” tegas Wijaya. Pria itu mengulurkan tangan pada Amira.“Baiklah.” Amira memegang tangan Wijata dan turun dari mobil.“Aku merasa permainan nikah kontrak ini semakin jauh. Apa aku kembali terjebak oleh Wijaya dengan kata kepura-puraan, tetapi menjadi nyata,” gumam Amira. Dua orang itu masuk ke dalam restaurant yang ada di lantai hotel.“Mereka berada di ruang VIP, Pak.” Amira yang berjalan berdampingan dengan Wijaya. Wanita itu membawa bosnya menuju ruang yang telah ditentukan. Dia membuka pintu dengan lembut.“Silakan, Pak.” Amira benar-benar bertidak seperti seorang sekretaris. Dia tdak pernah berpikir bahwa dirinya adalah istr
Empat orang menyelesaikan makan siang bersama dan telah tanda tangan kontrak kerja. Mereka akan segera berpisah karena sudah sore dan harus pulang ke rumah. Amira pun sudah harus memompa susu. Dia mulai kesakitan dengan dada yang terus terisi penuh. “Hem.” Amira melirik pada Wijaya. Dia berharap pria itu segera mengajaknya pulang.“Baiklah. Saya rasa pertemuan bisnis kita hari ini cukup. Kami akan pulang dan tidak mengganggu istirahat kalian lagi.” Wijaya berdiri. Pria itu benar-benar sudah sangat mengerti keadaan Amira.“Tunggu, Pak Wijaya. Aku masih mau berbicara dengan sekretaris Anda.” Giorgio pun ikut berdiri begitu juga dengan Debora.“Apa yang ingin Anda bicarakan?” tanya Wijaya menatap tajam pada Giorgio.“Ini adalah hal pribadi.” Giorgio menarik tangan Amira masuk ke ruangan samping.“Ah!” Amira terkejut. Dia melihat pada Wijaya.“Apa?” Wijaya ingin menyusul, tetapi ditahan oleh Debora.“Maaf, Pak Wijaya. Anda pasti tidak ingin kontrak ini batal?” tanya Debora.“Apa maksud An
Amira beranjak dari kasur. Dia masuk kamar mandi untuk membersihkan diri. Wanita itu melepas gaun cantik dan memasukan ke dalam keranjang. Dia hanya mengenakan pakaian dalam dan masuk ke dalak bak. “Ahh!” Amira merasakan perih pada dada ketika terkena air. Wanita itu meringis. Dia tidak bisa mencuci dengan sabun karena akan membuat infeksi.“Aku tidak bisa berendam.” Amira keluar dari bak mandi dan menggunakan showe. Dia sangat hati-hati dan selesai dengan cepat. “Aku harus segera memberi asi kepada Keano. Tidak bisa ditunda lagi.” Amira berganti pakaian. Dia berdiri di depan cermin dan melihat bekas gigitan Wijaya. Kulit yang putih itu menjadi bernoda bercak merah dan terluka.“Pria itu benar-benar gila. Dia sangat berbahaya.” Amira keluar kamar dan pergi ke ruangan Keano yang ada di kamar bibi.“Bibi, di mana Keano?” tanya Amira.“Di sana, Non.” Bibi menunjukkan Keano yang sedang bermain seorang diri di atas kasur yang ada di lantai.“Apa dia sudah asi?” tanya Amira.“Belum, Non. B
Wijaya pergi ke kamar Amira. Dia mengetuk pintu dan menyapa wanita itu dengan lembut.“Amira, buka pintu. Aku akan mengobati luka kamu.” Wijaya berusaha membuka pintu kamar Amira.“Amira. Aku tahu kamu belum tidur.” Wijaya terus mengetuk pintu dan tidak ada respon apa pun dari Amira.“Hm.” Wijaya mengeluarkan kunci dari saku celana dan mencoba membuka pintu Amira, tetapi gagal.“Dia memasang kunci dari dalam.” Wijaya masuk ke kamar dan berjalan menuju balkon. Pria itu menantang mau. Dia melompati pagar pemisah kedua balkon kamar. Lelaki yang tidak mudah menyerah.“Jatuh dari sini. Aku benar-benar akan mati.” Wijaya melihat ke bawah. Dia siap disambut oleh kolam renang dan rumput.“Amira. Kamu mampu membuatku melakukan hal-hal yang tidak biasa.” Wijaya berhasil berpindah dari balkon kamarnya ke kamar Amira. Dia bisa melihat pintu kaca yang masih terbuka dengan tirai bergerak tertiup angin.Amira duduk di sofa dengan memangku laptop. Wanita itu masih bekerja. Dia hanya mengenakan atasan
Amira membuka mata. Dia benar-benar harus membiasakan diri dengan tidur dalam pelukan Wijaya setiap malamnya dan bangun dengan melihat wajah pria itu lebih dulu.“Entah kapan aku memutar tubuh dan memeluk pria ini?” Amira menatap wajah tampan Wijaya yang tepat berada di depan matanya.“Dia memang tampan dan sangat normal jika jatuh cinta pada pria ini.” Amira meneliti pahatan sempurna dari bentuk tegas raut Wijaya. Pria itu benar-benar menawan dengan pola wajah tegas dan keras.“Apa sudah puas memandangku? Kenapa tidak memberikan ciuman selamat pagi?” Wijaya membuka mata.“Hm.” Wijaya akan memutar tubuh untuk memalingkan diri dari hadapan Wijaya, tetap tidak bisa bergerak karena telah dikunci oleh dua lengan yang kekar dan kuat.“Mau lari kemana? Ini adalah kondisi yang aku harapkan setiap paginya.” Wijaya mencium dahi Amira dengan cukup lama. Dia menguatkan pelukannya hingga hidung wanita itu menempel pada lehernya.“Aku harus bangun. Hari ini ada begitu banyak pekerjaan. Anda juga ha
Amira selalu bangun lebih awal. Dia mandi di pagi hari dan mempersiapkan diri untuk menyambut suami serta anak dengan wajahnya yang cantik serta tubuh yang bersih. Wanita itu pun tampil rapi dan enak dipandang semua orang.“Selamat pagi, Sayang.” Amira mencium pipi Wijaya untuk membangunkan suaminya.“Oh God. Kamu harus sekali, Sayang.” Wijaya membuka mata. Dia bisa melihat istri yang cantik dan mempesona.“Bangun dan mandi. Aku sudah mempesiapkan pakaian ganti.” Amira tersenyum pada Wijaya.“Kamu mau kemana?” Wijaya duduk di tepi kasur. Dia memperhatikan sang istri yang tampil rapi.“Aku akan pergi ke kamar anak-anak. Jangan lupa untuk turun sarapan.” Amira mencium pipi Wijaya dan keluar dari kamar.“Oh. Aku benar-benar hanya punya waktu tidur yang sedikit saja. Dia sudah pergi ke kamar anak-anak.” Wijaya melihat Amira yang sudah menghilang dari balik pintu. Pria itu pun beranjak dari kasur dan masuk ke kamar mandi.Amira pergi ke kamar Keano dan Devano terlebih dahulu. Dia tahu bayi
Malam sudah sangat larut. Wijaya ke kamar bayi kembar untuk melihat putra dan putrinya yang tidur dalam nyenyak. Pria itu memberikan ciuman di pipi dan dahi.“Kalian hebat. Bisa tidur tanpa mama lagi.” Wijaya tersenyum. Dia pun berpindah ke kamar Keano dan Devano. Pria itu melihat sang istri yang berada di antara dua lelaki yang bukan bayi lag. Mereka memiliki postur tubuh tinggi dan padat.“Bagaimana aku menculik istriku?” Wijaya memperhatikan tangan Amira yang dipeluk oleh Devano dan Keano. “Apa dua anak ini akan terbangun?” Wijaya ragu-ragu untuk memindahkan tangan putranya. “Bukan hanya mereka yang akan marah. Amira pun akan ikut-ikutan karena membela anak-anak.” Wijaya memperhatikan istrinya dan anak-anak cukup lama.“Kalian semua punya teman tidur, tetapi tidak dengan papa yang sendirian.” Wijaya melepaskan tangan Keano dan Devano. Pria itu menggendong Amira dan memindahkan ke kamarnya. Dia tidak kesulitan menaiki tangga. “Hm.” Devano dan Keano membuka mata. “Semalam saja tid
Semua anggota keluarga sudah berada di ruang makan. Mereka bersiap untuk makan malam bersama. Waktu berkumpul yang tidak boleh diganggu.“Ma, apa malam ini bisa tidur di kamar kami?” tanya Keano mengejutkan Wijaya. Pria itu pun ingin istrinya tidur dengannya.“Kenapa mau tidur dengan Mama? Kalian sudah besar,” ucap Wijaya sebelum Amira sempat menjawab pertanyaan putranya.“Devano rindu dengan mama.” Devano tersenyum dan Keano tidak menjawab lagi. “Malam ini, Mama akan tidur di kamar kalian.” Amira tersenyum. “Hm.” Wijaya menghela napas dengan berat.“Terima kasih, Ma.” Keano tersenyum puas. Dia melirik Wijaya yang tampak kecewa.“Kenapa anak-anak memperebutkan Amira? Jika tidak dua kembar. Maka, Keano yang akan mengmbilnya.” Wijaya melihat pada Amira yang tampak tenang menikmati makan malam mereka.“Papa sudah tua. Tidak perlu ditemani mama lagi.” Devano menepuk pundak Wijaya dengan senyuman manisnya.“Benar-benar. Devano paling mengerti. Kalian berdua juga beranjak besar. Kenapa mas
Cantika yang baru kembali dari luar negeri untuk perawatan kecantikan mendengar kabara bahwa Amira dan Wijaya telah memiliki bayi kembar yang tampan dan cantik. Mereka sudah berusia satu tahun.“Tidak terasa sudah lama aku bekerja dan luar negeri dan kini baru bisa kembali lagi.” Cantika mengambil cuti setelah satu tahun berada di luar negeri.“Kenapa Amira sangat beruntung? Dia mendapatkan apa pun yang diinginkan semua wanita.” Cantika masuk ke dalam mobil yang membawanya pulang ke rumah.“Aku harus membeli hadiah untuk anak-anak Wijaya.” Cantika tersenyum. Wanita itu semakin cantik dan seksi dengan perawatan mahal di luar negeri. Dari atas hingga bawah tidak asli lagi. Dia benar-benar ketagihan dengan operasi untuk mendapatkan kesempurnaan.“Ini bisa dijadikan alasan untuk diriku bertemu dengan Wijaya. Dia pasti akan terpesona dengan kecantikan ku saat ini.” Cantika benar-benar berharap akan perhatian dari Wijaya hingga jatuh cinta padanya.“Kita mampir ke super market,” ucap Cantika
Wijaya melupakan semua musuhnya, tetapi tidak dengan Leon. Pria itu bekerja tanpa diperintah. Dia memastikan keluarga majikannya aman tanpa ada gangguan. “Leon, kenapa kamu masih sibuk dengan computer? Siapa yang kamu awasi?” tanya Jack. “Semua orang yang pernah menjadi muluh Bos. Aku tidak percaya mereka akan melupakan rasa sakit yang telah bos berikan. Banyak manusia yang ingin balas dendam ketika ada kesempatan,” jelas Leon.“Bos membebaskan Andika dan Luna. Aku yakin dua orang itu tidak akan menyerah. Apalagi mereka punya hubungan dengan putra-putra bos kita,” lanjut Leon.“Benar. Apa yang kamu dapatkan? Apa ada pergerakan?” tanya Jack.“Ya. Andika mengunjungi Luna. Pria itu berpergian dengan uang orang tua. Dia menjadi pengangguran,” jawab Leon.“Luwiq kembali ke Italia. Pria itu juga belum melakukan aktivitas apa pun,” lanjut Leon. “Aku harus memastikan mereka tidak akan kembali ke Indonesia,” tegas Leon.“Ya.” Jack menepuk pundak Leon. “Apa yang kalian bicarakan?” Wijaya mas
Wijaya benar-benar fokus pada keluarganya. Dia hidup begitu tenang dan bahagia hingga melupakan musuh-musuh yang sudah dilepaskannya. Pria itu berpikir terlalu banyak dosa sehingga membuat istrinya dalam bahaya karena karmanya di masa lalu.“Aku sudah memaafkan semua orang. Aku juga membebaskan musuh-musuh yang aku penjara.” Wijaya menatap Amira yang sedang terlelap di dalam tidurnya. Mereka sudah pulang ke rumah.Dua bayi kembar berada di dalam keranjang bayi. Keano dan Devano pun berada di atas kasur mereka yang telah disiapkan. Ruangan kamar yang luas itu cukup menampung banyak orang.“Apa yang aku inginkan sudah menjadi nyata. Dua putra yang cerdas dari kami berdua dan sepasang bayi kembar.” Wijaya melihat anak-anaknya.“Aku sudah memiliki segalanya. Tidak kekurangan apa pun. Aku benar-benar bahagia.” Wijaya mencium dahi anak-anaknya dan mematikan lampu. Dia naik ke tempat tidur dan memeluk Amira.“Sayang.” Amira merasakan tangan yang memeluk pinggangnya.“Ya. Tidurlah,” bisik Wija
Keano dan Devano berlari masuk ke dalam kamar Amira. Dua anak kecil itu berteriak menyapa ibu mereka. “Mama!” Keano naik ke tempat tidur dan mencium pipi Amira. “Mama, bangun!” Devano menangis. Dia memeluk tubuh Amira.Tangis bayi kembar pun semakin kuat. Dokter dan tim memberikan ruang untuk anak-anak Amira dan suaminya.“Amira! Bangun!” Wijaya mengusap tangan Amira. “Mama! Bangun! Aku akan membenci adik!” teriak Keano.“Mama. Aku sayang Mama. Bangunlah!” Devano menggoyang tubuh Amira.Amira melihat Keano dan Devano berlari kepadanya. Dua anak lelaki itu menarik tangan dengan kuat dan terus berteriak.“Keano. Devano.” Amira tersenyum melihat dua putra yang telah dia besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang.“Mama kembali!” Keano dan Devano sekuat tenaga menarik tangan Amira menjauh dari gadis kecil yang berusaha membawa ibunya pergi bersamanya.“Kamu menjauh!” Keano mendorong gadis kecil hingga terjatuh dan menghilang.“Tidak!” Amira berteriak dan terbangun dari tidurnya.“Hah!
Andika benar-benar tidak bisa masuk rumah sakit. Apalagi mendekati ruangan Amira. Sasarannya adalah anak-anak yang sudah pergi ke sekolah. Pria itu memiliki kesempatan ke tempat belajar Devano dan Keano.“Aku tahu. Keano dan Devano sekolah di sini.” Andika telah mengirim orang untuk menyelidiki dan mencari tahu putranya. Dia benar-benar menjadi gembel di jalanan. Berpindah tempat untuk bersembunyi. Pria itu tidak punya apa-apa lagi selain harta orang tuanya. “Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya petugas keamanan kepada Andika yang menunnggu di depan gerbang sekolah. “Aku mau melihat anakku,” jawab Andika.“Siapa anak kamu? Semua yang sekolah di sini adalah orang kaya dari kalangan atas. Tidak mungkin kamu mampu,” ucap petugas.“Anakku ikut mantan istriku yang kaya sehingga bisa sekolah di sini,” tegas Andika.“Artinya kamu tidak ada hubungan lagi dengan anak yang ikut mantan istri. Sebaiknya pergi!” Petugas mendorong tubuh Andika hingga jatuh ke rumput.Mobil mewah yang membawa Kean
Keano berada di ruang kerja Wijaya. Anak kecil itu membongkar computer kerja papanya. Dia memeriksa semua untuk mendapatkan semua informasi tentang kehidupan mamanya.“Apa yang kamu cari?” tanya Devano. “Aku selesai.” Keano turun dari kursi milik Wijaya dan keluar dari ruang kerja dengan tidak lupa menutup serta mengunci pintu.“Kamu tidak akan membuat papa bangkrut kan?” tanya Devano mengikuti Keano ke kamar mereka.“Itu tidak mungkin.” Keano memidah data ke komputernya.“Aku hanya mau melihat catatan kesehatan mama,” ucap Keano.“Ini jadwal dari dokter. Program hamil yang sudah direncanakan, tetapi mama masih menolak,” jelas Keano.“Mama pernah keguguran,” ucap Keano. “Apa kamu mengerti?” Keano menoleh pada Devano yang hanya diam saja.“Tentu saja, tetapi untuk apa kamu mencari tahu tentang kesehatan mama?” tanya Devano.“Papa sudah lama ingin mama hamil lagi, tetapi ditolak mama dan menunggu kita lebih besar sehingga program pun ditunda. Aku tahu, mama takut untuk hamil dan melahi