Maaf, Akak masih dirawat di rumah sakit. Ini nulis dengan satu tangan.
Wijaya masuk ke dalam penjara dan mendekati pelayan yang telah jadi mata-mata di rumahnya. Pria itu mencengkram leher perempuan yang meringkuk kedinginan di lantai yang mulai membeku.“Kamu benar-benar berani masuk ke dalam rumahku.” Wijaya mencekik leher pelayan yang gemetar menahan dingin yang menusuk tulang.“Aku bahkan tidak sadar ada musuh, tetapi tidak akan mudah masuk lebih dalam.” Wijaya tersenyum tipis.“Siapa yang memerintahkan kamu?” tanya Wijaya melepaskan tangannya dari leher pelayan.“Plak!” Tamparan kuat mendarat di wajah wanita itu.“Aku tidak peduli kamu seorang wanita.” Wijaya memberi kode kepada penjaga untuk melakukan penyiksaan pada wanita itu agar menjawab pertanyaannya.“Lakuka napa pun untuk mendapatkan jawaban,” tegas Wijaya.“Baik, Pak.” Para penjaga melepaskan pakaian wanita sehingga hanya mengenakan dalaman saja.“Kamu bisa menjawab karena ada kamera di ruangan ini. Kami beri waktu tiga puluh menit,” ucap penjaga tersenyum.“To-tolong.” Bibir wanita itu berg
Luwiq menatap layar computer. Pria itu mendapatkan laporan bahwa anak buah terbaiknya telah hilang kontak. Dipastikan sudah ditangkap Wijaya.“Apa tidak ada yang tersisa?” tanya Luwiq.“Tidak ada, Bos. Mereka semua masuk ke rumah Wijaya untuk mengambil dua bayi yang disembunyikan,” jawab asisten pribadinya membungkuk.“Bodoh!” bentak Luwiq.“Aku menunggu waktu ini sangat lama dan masih gagal juga. Biaya yang aku keluarkan tidak sedikit dan Wijaya bahkan tidak mati.” Luwiq menatap tajam pada asistennya yang menunduk.“Jika tidak bisa membunuh Wijaya. Aku mau orang yang paling dicintainya. Wanita itu Amira kan? Dia bahkan rela melepaskan Luna demi seorang janda yang memang menggoda.” Luwiq melihat foto Amira yang ada di layar computer.“Siapa pria yang telah membuang wanita yang cantik dan seksi ini?” tanya Luwiq.“Andika. Pria itu terpaksa menceraikan Amira karena dorongan orang tua. Padahal, dia masih sangat mencintai sang istri,” jawab asisten.“Sekarang mencari sang anak yang dikabar
Amira dan Wijaya tidur di atas kasur yang sama, tetapi mereka dipisahkan oleh dua bayi laki-laki yang akan memperebutkan asi ketika terbangun.“Sayang, apa bisa kamu tidur di sebelahku?” tanya Wijaya.“Siapa yang akan menjaga Keano?” Amira tersenyum.“Tetapi aku mau memeluk kamu,” ucap Wijaya.“Untuk mala mini. Kita hanya akan memeluk anak-anak.” Amira memejamkan mata dan memeluk Devano.“Hm. Satu saja kami rebutan. Apalagi dua.” Wijaya melihat dua bayi tampan yang ada diantara dirinya dan Amira.Malam semakin larut. Tidur Amira benar-benar nyenyak. Wanita itu tersenyum bahagia memeluk putranya, tetapi mata Wijaya terus terbuka. Dia tidak bisa memejamkan indera penglihatannya karena tidak memeluk sang istri.“Pasti dia sudah tidur.” Wijaya melihat tempat tidur yang memiliki dinding. Pria itu segera turun dan menarik pagar untuk melindungi putrinya. Dia berpindah ke tempat Amira.“Aku tidak bisa tidur. Jika tidak memeluk kamu, Sayang.” Wijaya mencium pipi dan mengecup bibir Amira. Dia m
Andika mengerahkan semua tenaga dan uang untuk mencari keberadaan Devano. Dia yakin bahwa itu adalah anaknya dan Amira. Pria itu ingin bersama kembali dengan mantan istrinya.“Pak, kami menemukan ini di lokasi kecelakaan pesawat.” Anak buah Andika memberikan rekaman video dan foto serta menemukan peluru.“Apa ini?” Andika bingung karena foto dan video itu benar-benar gelap.“Ini adalah mobil Pak Wijaya. Dia terlihat menggendong bayi,” jelas pria itu.“Wijaya!” Andika mengepalkan tangannya. Dia sangat marah karena terlambat datang ke lokasi sehingga Wijaya lebih dulu mendapatkan Devano.“Bayi ini dapat dipastikan adalah Devano karena Wijaya rela turun langsung ke lapangan untuk menjemputnya demi Amira.” Andika benar-benar kesal. Kehidupannya hancur karena Cantika. Dia harus kehilangan wanita yang dicintainya dan seorang anak laki-laki yang tampan.“Sial. Cantika. Aku akan membunuh kamu.” Andika meremas foto yang dipegangnya. “Kita tidak bisa mengambil Devano dari Wijaya. Hentikan penca
Cantika benar-benar tidak bisa lari dari rumah Andika. Dia tidak berani mengambil resiko terjun bebas. Ada rasa takut yang tidak bisa dilawan.“Kak Andika, tolong lepaskan aku. Aku terlalu mencintai kamu.” Cantika meringkuk di balkon kamar. Wanita itu hanya bisa menangis seorang diri menunggu Nasib yang akan ditentukan oleh Andika. Dia tertidur di lantai.Andika kembali ke kamar dan melihat tempat tidur yang kosong. Pria itu bisa menebak bahwa Cantika berada di balkon karena pintu yang terbuka.“Kamu tidak akan bisa lagi, Cantika.” Andika membawa tali menuju balkon dan melihat Cantika yang meringkuk di lantai.“Sepertinya kamu suka di sini.” Andia mengikat Cantika di pagar balkon.“Ah. Andika.” Cantika membuka mata. Dia terkejut ketika melihat tangan yang sudah diikat di besi pagar balkon. “Sepertinya kamu lebih suka di sini dari pada di kasur.” Andika tersenyum.“Tidak. Aku mau ke kasur,” ucap Cantika.“Kak, tolong ampuni aku. Aku sangat mencintai kamu sehingga menjadi gelap mata.” C
Luwiq duduk di sebuah café di Italia. Dia menunggu seseorang yang telah janjian dengannya. Pria itu datang seorang diri.“Kenapa kamu mengundangku?” tanya Giorgio yang segera duduk di depan Luwiq.“Kamu kenal mereka kan?” Luwiq memberikan foto Amira dan Wijaya.“Apa kamu bermasalah dengan Wijaya?” tanya Giorgio.“Ya. Dia menghancurkan bisnis keluargaku. Aku ingin balas dendam,” jawab Luwiq.“Kamu mau balas dendam dengan cara bagaimana?” Giogio melihat foto Amira.“Membunuh semua anggota keluarga Wijaya dan mengambil istrinya untukku. Tidak masalah sisa Wijaya.” Luwiq tersenyum.“Balas dendam yang seharusnya kamu lakukan adalah membunuh bisnis Wijaya dan bukan menghancurkan keluarganya.” Giorgio mengepalkan tangannya menutupi rasa marah ketika dia tahu Luwiq ingin memiliki Amira.“Dia sudah menghancurkan kehidupan adikku,” ucap Luwiq.“Siapa adik kamu?” tanya Giorgio.“Luna. Dia adalah adik beda ibu, tetapi aku tetap menyayanginya. Sekarang dia terjebak di Amerika dan aku tidak bisa men
Amira selalu bangun lebih awal agar bisa mengurus sendiri suami dan bayinya. Dia membuka mata dan mencium tiga lelakinya. Beranjak dari kasur dan masuk ke kamar mandi. Wijaya dengan mudat terbangun setiap ada pergerakan. Pria itu melihat sang istri yang sudah hilang di balik pintu.“Mm.” Wijaya tersenyum. Dia pun menyusul istrinya yang tidak pernah mengunci pintu kamar mandi.“Aaahh!” Amira terkejut hingga memegang dadanya dan bersender di dinding. Wanita itu menatap pada Wijaya yang tersenyum.“Sayang, kamu mengejutkanku.” Amira menenangkan dirinya.“Kenapa bangun sangat awal?” tanya Wijaya mencuci muka dan menggosok giginya.“Karena aku mau mengurus anak-anak dan suamiku,” jawab Amira yang sudah membasahi diri di bawah shower.“Apa tidak dingin?” Wijaya memeluk Amira dari belakang.“Tidak, Sayang. Suhu airnya tepat.” Amira memutar tubuh dan menghadap Wijaya. Dia mengecup bibir suaminya yang masih terasa mint dari pasta gigi. Wajah pria itu pun harum karena mendapatkan pembersih denga
Wijaya memperhatikan ekspresi terkejut dari Lucas dan Mariama. Anak pertama Lucas dengan istri yang sudah meninggal dan dirahasiakan. “Apa Anda tidak mengenal Luwiq?” tanya Wijaya. “Aku tidak punya masalah dengan Luwiq, tetapi kenapa dia menargetkan aku dan Amira? Pria itu mau membunuhku,” tegas Wijaya.“Siapa Luwiq?” Wijaya menatap Lucas dan Mariama. “Kami tidak tahu siapa Luwiq. Kamu saja yang punya banyak musuh,” ucap Mariama menatap penuh kebencian kepada Wijaya karena telah membuang putrinya.“Anda tidak kenal. Bagaimana dengan Lucas? Apa dia juga tidak kenal?” tanya Wijaya.“Sepertinya, dia anak yang berbakti yang menyayangi saudarinya sehingga melakukan pembalasan dendam padaku. Dia benar-benar tidak mengenal diriku.” Wijaya menarik kursi dan duduk. Dia memperhatikan Lucas dan Mariama yang tergeletak di lantai dengan kaki yang diborgol dengan besi.“Bagaimana kamu bisa tahu tentang Luwiq?” tanya Lucas.“Tentu saja aku mencarinya hingga ke ujung dunia karena dia membahayakan a
Andika mengadakan pesta perayaan untuk kesuksesan yang telah dicapai. Dia mengundang semua orang yang merupakan kolega kerja dan rekan bisnis yang merupakan para pemegang saham. Pria itu benar-benar melupakan Cantika yang telah memberikan saham kepadanya.“Terima kasih kepada semua rekan dan teman-teman yang telah datang untuk ikut merayakan keberhasilan bisnis ini sehingga kita memiliki cabang hingga ke luar negeri,” ucap Andika dengan bangga.“Selamat, Pak Andika. Kami ikut senang.” Para rekan bisnis memberikan ucapan selamat kepada Andika.“Anda luar biasa. Nyonya Cantika tidak salah menyerahkan Perusahaan dan sahamnya kepada Pak Andika.” Seorang wanita mendekati Andika.“Benar. Apalagi Pak Andika masih setia kepada Ibu Cantika dengan tidak menikah lagi. Padahal sang istri sudah meninggal dunia,” ucap seorang pria.“Ya. Pesta ini juga sebagai ungkapan terima kasih kepada istriku. Dia meminta untuk pesta mewah ketika aku berhasil membawa Perusahaan ini pada puncak kesuksesan,” jela
Wijaya bekerja di rumah. Pria itu hanya pergi ke kantor ketika benar-benar terdesak dan penting. Lelaki yang sudah menjadi bos besar sejak lama itu tidak mau berpisah dengan sang istri yang hamil besar. Dia ingin terus memantau Amira selama dua puluh empat jam. Memastikan bahwa orang-orang yang dicintai dan dikasihinya aman.“Pak, ada pesan dari keluarga Radit.” Jack berdiri di depan Wijaya.“Apa yang dia inginkan?” tanya Wijaya melihat pada Jack.“Cantika dan keluarga mau bertemu Anda untuk mengucapkan terima kasih,” jawab Jack.“Apa mereka sudah di Indonesia?” Wijaya memicingkan matanya.“Sudah, Bos. Semalam mereka tiba di Indonesia dan hari ini mengirim pesan,” jelas Jack.“Aku tidak butuh ucapan terima kasih. Mereka hanya perlu menghancurkan Perusahaan Andika dan memberikan kepadaku,” tegas Wijaya.“Baik, Pak. Akan saya sampaikan.” Jack segera membalas pesan Radit.“Aku beri waktu dua minggu paling lambat. Sebelum Amira melahirkan. Jika terlambat, aku sendiri yang akan bergerak da
Cantika duduk di kursi roda. Dia menatap keluar jendela. Wanita itu masih di luar negeri. Dia mendapatkan bantuan dari Wijaya dalam proses pengobatan dan sembunyi dari Andika yang mengira istrinya telah meninggal dunia.“Apa kamu sudah siap pulang?” tanya Ranika.“Ma, aku tidak menyangka Andika sangat jahat. Padahal dia begitu lembut dan peduli padaku.” Cantika memegang tangan Ranika. Mata wanita itu tampak berkaca-kaca.“Pria jahat memang begitu. Mereka terlihat baik dan peduli. Padahal ketika sudah mendapatkan apa yang diinginkan akan menjadi berbeda.” Ranika memeluk Cantika.“Tidak disangka Wijaya yang tidak pernah tersenyum adalah pria paling baik. Dia benar-benar meratukan Amira. Aku sangat menginginkan pria seperti itu.” Cantika tersenyum.“Ya, tetapi tidak mungkin mendapatkan Wijaya. Dia sangat mencintai Amira. Pria itu melindungi istrinya dengan luar biasa. Amira bahkan tidak pernah keluar rumah,” jelas Ranika.“Ya. Itulah ratu sesungguhnya. Selalu berada di dalam istana yang
Wijaya lebih sering berada di rumah. Pria itu pun tidak pergi ke kantor karena sangat bahagia. Dia bekerja secara online agar bisa menemani istrinya yang manja. Bermain bersama Devano dan Keano ketika keduanya selesai belajar dan belatih. “Sayang, kamu tidak boleh lelah. Jangan ke dapur. Apalagi beres-beres rumah hingga memindahkan dan mengangkat barang berat atau pun ringan,” tegas Wijaya.“Kenapa?” tanya Amira.“Karena kamu sedang hamil. Ingat di sini ada dua calon anak kita.” Wijaya mengusap perut Amira.“Aku tidak akan pergi ke kantor,” ucap Wijaya.“Pergilah. Aku pasti bisa jaga diri. Kamu tidak usah khawatir.” Amira tersenyum.“Hari ini aku akan terus bersama kamu dan anak-anak. Oh ya. Jangan gendong Devano dan Keano lagi.” Wijaya menatap Amira.“Ya, tetapi mereka sering berlari dan menerkamku.” Amira tersenyum. “Aku akan melarang mereka dan menjelaskan bahwa kamu sedang hami adik kecil.” Wijaya mencubit hidup Amira.“Baiklah.” Amira mengangguk. Wanita itu tidak bisa rebahan se
Mahir berdandan di depan cermin. Wanita itu tampil cantik dengan gaun putih yang lembut. Rambut panjang dan bergelombang dibiarkan tergerai merewati pundaknya. “Sayang, apa kamu mau pergi?” Wijaya memeluk Amira dari belakang. “Mau pergi kemana?” Amira balik bertanya karena wanita benar-benar tidak pernah keluar dari rumah sejak kejadian yang membahayakan nyawa mereka. Anak-anak pun mendapatkan Pendidikan dan pengajaran di rumah saja.“Tidak biasanya kamu berdandan cantik dan seksi. Apa kamu menggodaku yang mau pergi kerja ini?” Wijaya mencium pundak dan leher Amira yang terbuka.“Tidak. Aku sedang suka berdandan. Ada banyak baju baru di lemari yang belum pernah dikenakan. Aku punya banyak waktu untuk merawat diri karena anak-anak sibuk dengan tugas mereka setiap hari. Jadi, aku mencobanya,” jelas Amira. “Bagus, Sayang. Istri Wijaya memang harus tampil cantik dan sehat serta bahagia.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Aku sangat bahagia. Hidupku kini sempurna bersama kam
Andika benar-benar sedang berada di atas angin. Dia tidak peduli dengan dua wanita yang saling serang karena memperebutkan dirinya.“Pak Andika.” Siska berdiri di depan Andika yang tampak sibuk.“Ada apa?” Andika tidak melihat sama sekali kepada Siska. Dia sedang memeriksa berkas dan memberikan tanda tangan.“Pelayan Anda menyerang saya,” ucap Siska.“Apa?” Andika mengangkat kepala dan melihat pada Siska. “Apa kamu terluka?” tanya Andika memperhatikan Siska yang semakin seksi.“Tidak. Aku berhasil menghindar,” jawab Siska.“Bagus. Aku sudah memecat Dena. Kamu tidak usah khawatir lagi,” ucap Andika tersenyum.“Terima kasih, Pak.” Siska mendekat dan memijat pundak Andika. Wanita itu merasa menang karena bosnya telah memecat Dena yang tidak ada kontribusi sama sekali. “Apa Anda akan makan malam di luar?” tanya Siska.“Tidak. Hari ini Dena pamit pulang. Jadi, kami akan makan malam perpisahan,” jawab Andika.“Aku juga meminta sopir untuk mengantarnya pulang. Kasian dia sendirian,” lanjut
Wijaya pergi ke penjara. Pria itu sudah lama tidak mengunjungi orang tua Luna. "Kenapa Anda pergi ke penjara yang kotor, Bos?" tanya Jack mengikuti Wijaya. "Aku hanya mau memastikan keinginan terakhir Lucas dan istrinya," jawab Wijaya. "Baik, Bos." Jack membuka pintu pertama penjara Unu Wijaya. "Pak Wijaya." Leon berdiri di depan pintu. Dia menyambut kedatangan Wijaya. "Kenapa kamu memilih tinggal di sini?" tanya Wijaya kepada Leon. "Ini adalah tempat terbaik untuk bekerja, Bos." Leon tersenyum. Dia senang bisa melihat Wijaya."Terserah kamu." Wijaya menepuk pundak Leon dan melewati pria itu. "Jika kamu mau balas dendam ke pulau. Kamu bebas pergi dan membawa anak buah," ucap Wijaya berlalu.“Aku tidak tertarik, Bos.” Leon tidak menyimpan dendam sama sekali. Baginya itu adalah resiko dari tugas yang dijalankannya.“Kenapa?” tanya Wijaya menghentikan langkah kaki dan menoleh pada Leon.“Tidak apa, Bos. Itu hanya membuang-buang waktu dan tenaga saja. Em, biaya juga.” Leon tersenyum
Dena telah mempersiapkan makan malam untuk Andika. Wanita itu masih berharap dinikahi Andika, tetapi belum juga ada kepastian. “Kenapa Pak Andika masih belum menikahiku?” tanya Dena pada diri sendiri. Dia berdiri di depan cermin melihat tubuhnya yang seksi.“Tubuhku jauh lebih seksi dari pada wanita tadi yang kurus krempeng.” Dena tersenyum menganggumi tubuh sendiri.“Tidak mungkin Pak Andika tergoda dengan sekretarisnya. Tubuhku lebih mirip dengan ibu Amira. Montok dan padat berisi.” Dena berputar di depan cermin.“Aku mendapatkan gaji yang cukup tinggi selama di rumah ini. Tidak masalah hanya menjadi teman tidur Pak Andika. Aku tidak rugi juga. Dia tampandan kaya.” Dena benar-benar menikmati hidup sebagai simpanan Andika.“Kenapa Pak Andika belum juga pulang?” Dena melihat ke luar jendela dan belum ada mobil Andika. “Apa Pak Andika membohongiku.” Dena menerima pesan dari nomor ponsel Andika. “Pak Andika.” Dena sangat senang dan segera membuka pesan.“Apa?” Dena terkejut karena pe
Amira duduk santai memperhatikan dua putranya yang sedang belajar banyak hal di taman. Wijaya memanggil pengajar dalam segala bidang untuk melihat minat dan bakat dua anaknya agar bisa diarahkan.“Nyonya, apa Anda butuh sesuatu?” tanya bibi.“Ya. Aku mau jus Alpukat,” jawab Amira.“Apa?” Bibi terkejut karena Amira sudah minum tiga gelas besar jus buah bergantian.“Nyonya, apa perut Anda tidak apa-apa?” Bibi memperhatikan Amira.“Kenapa dengan perutku?” Amira mengusap perutnya yang rata.“Aku tidak sedang sakit atau pun gembung.” Amira tersenyum dan menatap bibi.“Anda minum jus buah dan makan banyak buah.” Bibi melihat piring buah yang telah kosong.“Akhir-akhir ini aku suka sekali buah-buahan dan daging. Ah ya. Menu makan malam harus sea food.” Amira tersenyum lebar.“Aku sudah mencatatnya.” Amira memberikan selembar kertas kepada bibi.“Ini makanan yang mau aku makan,” ucap Amira.“Baik, Nyonya.” Bibi membaca kertas dengan tulisan tangan yang sangat rapi.“Ini masakan restaurant. Tid