Terima kasih atas doa dan dukungannya. Akak masih dirawat di rumah sakit. Semoga segera pulih dan bisa pulang ke rumah, Aamiin.
Luwiq menatap layar computer. Pria itu mendapatkan laporan bahwa anak buah terbaiknya telah hilang kontak. Dipastikan sudah ditangkap Wijaya.“Apa tidak ada yang tersisa?” tanya Luwiq.“Tidak ada, Bos. Mereka semua masuk ke rumah Wijaya untuk mengambil dua bayi yang disembunyikan,” jawab asisten pribadinya membungkuk.“Bodoh!” bentak Luwiq.“Aku menunggu waktu ini sangat lama dan masih gagal juga. Biaya yang aku keluarkan tidak sedikit dan Wijaya bahkan tidak mati.” Luwiq menatap tajam pada asistennya yang menunduk.“Jika tidak bisa membunuh Wijaya. Aku mau orang yang paling dicintainya. Wanita itu Amira kan? Dia bahkan rela melepaskan Luna demi seorang janda yang memang menggoda.” Luwiq melihat foto Amira yang ada di layar computer.“Siapa pria yang telah membuang wanita yang cantik dan seksi ini?” tanya Luwiq.“Andika. Pria itu terpaksa menceraikan Amira karena dorongan orang tua. Padahal, dia masih sangat mencintai sang istri,” jawab asisten.“Sekarang mencari sang anak yang dikabar
Amira dan Wijaya tidur di atas kasur yang sama, tetapi mereka dipisahkan oleh dua bayi laki-laki yang akan memperebutkan asi ketika terbangun.“Sayang, apa bisa kamu tidur di sebelahku?” tanya Wijaya.“Siapa yang akan menjaga Keano?” Amira tersenyum.“Tetapi aku mau memeluk kamu,” ucap Wijaya.“Untuk mala mini. Kita hanya akan memeluk anak-anak.” Amira memejamkan mata dan memeluk Devano.“Hm. Satu saja kami rebutan. Apalagi dua.” Wijaya melihat dua bayi tampan yang ada diantara dirinya dan Amira.Malam semakin larut. Tidur Amira benar-benar nyenyak. Wanita itu tersenyum bahagia memeluk putranya, tetapi mata Wijaya terus terbuka. Dia tidak bisa memejamkan indera penglihatannya karena tidak memeluk sang istri.“Pasti dia sudah tidur.” Wijaya melihat tempat tidur yang memiliki dinding. Pria itu segera turun dan menarik pagar untuk melindungi putrinya. Dia berpindah ke tempat Amira.“Aku tidak bisa tidur. Jika tidak memeluk kamu, Sayang.” Wijaya mencium pipi dan mengecup bibir Amira. Dia m
Andika mengerahkan semua tenaga dan uang untuk mencari keberadaan Devano. Dia yakin bahwa itu adalah anaknya dan Amira. Pria itu ingin bersama kembali dengan mantan istrinya.“Pak, kami menemukan ini di lokasi kecelakaan pesawat.” Anak buah Andika memberikan rekaman video dan foto serta menemukan peluru.“Apa ini?” Andika bingung karena foto dan video itu benar-benar gelap.“Ini adalah mobil Pak Wijaya. Dia terlihat menggendong bayi,” jelas pria itu.“Wijaya!” Andika mengepalkan tangannya. Dia sangat marah karena terlambat datang ke lokasi sehingga Wijaya lebih dulu mendapatkan Devano.“Bayi ini dapat dipastikan adalah Devano karena Wijaya rela turun langsung ke lapangan untuk menjemputnya demi Amira.” Andika benar-benar kesal. Kehidupannya hancur karena Cantika. Dia harus kehilangan wanita yang dicintainya dan seorang anak laki-laki yang tampan.“Sial. Cantika. Aku akan membunuh kamu.” Andika meremas foto yang dipegangnya. “Kita tidak bisa mengambil Devano dari Wijaya. Hentikan penca
Cantika benar-benar tidak bisa lari dari rumah Andika. Dia tidak berani mengambil resiko terjun bebas. Ada rasa takut yang tidak bisa dilawan.“Kak Andika, tolong lepaskan aku. Aku terlalu mencintai kamu.” Cantika meringkuk di balkon kamar. Wanita itu hanya bisa menangis seorang diri menunggu Nasib yang akan ditentukan oleh Andika. Dia tertidur di lantai.Andika kembali ke kamar dan melihat tempat tidur yang kosong. Pria itu bisa menebak bahwa Cantika berada di balkon karena pintu yang terbuka.“Kamu tidak akan bisa lagi, Cantika.” Andika membawa tali menuju balkon dan melihat Cantika yang meringkuk di lantai.“Sepertinya kamu suka di sini.” Andia mengikat Cantika di pagar balkon.“Ah. Andika.” Cantika membuka mata. Dia terkejut ketika melihat tangan yang sudah diikat di besi pagar balkon. “Sepertinya kamu lebih suka di sini dari pada di kasur.” Andika tersenyum.“Tidak. Aku mau ke kasur,” ucap Cantika.“Kak, tolong ampuni aku. Aku sangat mencintai kamu sehingga menjadi gelap mata.” C
Luwiq duduk di sebuah café di Italia. Dia menunggu seseorang yang telah janjian dengannya. Pria itu datang seorang diri.“Kenapa kamu mengundangku?” tanya Giorgio yang segera duduk di depan Luwiq.“Kamu kenal mereka kan?” Luwiq memberikan foto Amira dan Wijaya.“Apa kamu bermasalah dengan Wijaya?” tanya Giorgio.“Ya. Dia menghancurkan bisnis keluargaku. Aku ingin balas dendam,” jawab Luwiq.“Kamu mau balas dendam dengan cara bagaimana?” Giogio melihat foto Amira.“Membunuh semua anggota keluarga Wijaya dan mengambil istrinya untukku. Tidak masalah sisa Wijaya.” Luwiq tersenyum.“Balas dendam yang seharusnya kamu lakukan adalah membunuh bisnis Wijaya dan bukan menghancurkan keluarganya.” Giorgio mengepalkan tangannya menutupi rasa marah ketika dia tahu Luwiq ingin memiliki Amira.“Dia sudah menghancurkan kehidupan adikku,” ucap Luwiq.“Siapa adik kamu?” tanya Giorgio.“Luna. Dia adalah adik beda ibu, tetapi aku tetap menyayanginya. Sekarang dia terjebak di Amerika dan aku tidak bisa men
Amira selalu bangun lebih awal agar bisa mengurus sendiri suami dan bayinya. Dia membuka mata dan mencium tiga lelakinya. Beranjak dari kasur dan masuk ke kamar mandi. Wijaya dengan mudat terbangun setiap ada pergerakan. Pria itu melihat sang istri yang sudah hilang di balik pintu.“Mm.” Wijaya tersenyum. Dia pun menyusul istrinya yang tidak pernah mengunci pintu kamar mandi.“Aaahh!” Amira terkejut hingga memegang dadanya dan bersender di dinding. Wanita itu menatap pada Wijaya yang tersenyum.“Sayang, kamu mengejutkanku.” Amira menenangkan dirinya.“Kenapa bangun sangat awal?” tanya Wijaya mencuci muka dan menggosok giginya.“Karena aku mau mengurus anak-anak dan suamiku,” jawab Amira yang sudah membasahi diri di bawah shower.“Apa tidak dingin?” Wijaya memeluk Amira dari belakang.“Tidak, Sayang. Suhu airnya tepat.” Amira memutar tubuh dan menghadap Wijaya. Dia mengecup bibir suaminya yang masih terasa mint dari pasta gigi. Wajah pria itu pun harum karena mendapatkan pembersih denga
Wijaya memperhatikan ekspresi terkejut dari Lucas dan Mariama. Anak pertama Lucas dengan istri yang sudah meninggal dan dirahasiakan. “Apa Anda tidak mengenal Luwiq?” tanya Wijaya. “Aku tidak punya masalah dengan Luwiq, tetapi kenapa dia menargetkan aku dan Amira? Pria itu mau membunuhku,” tegas Wijaya.“Siapa Luwiq?” Wijaya menatap Lucas dan Mariama. “Kami tidak tahu siapa Luwiq. Kamu saja yang punya banyak musuh,” ucap Mariama menatap penuh kebencian kepada Wijaya karena telah membuang putrinya.“Anda tidak kenal. Bagaimana dengan Lucas? Apa dia juga tidak kenal?” tanya Wijaya.“Sepertinya, dia anak yang berbakti yang menyayangi saudarinya sehingga melakukan pembalasan dendam padaku. Dia benar-benar tidak mengenal diriku.” Wijaya menarik kursi dan duduk. Dia memperhatikan Lucas dan Mariama yang tergeletak di lantai dengan kaki yang diborgol dengan besi.“Bagaimana kamu bisa tahu tentang Luwiq?” tanya Lucas.“Tentu saja aku mencarinya hingga ke ujung dunia karena dia membahayakan a
Luwiq tiba di Indonesia. Pria itu menginap di apartemen. Dia merebahkan tubuh di kasur dan mengaktifkan ponsel. “Hah!” Luwiq yang rebahan segera duduk. Dia terkejut mendapatkan foto dan video Luna serta kedua orang tuanya.“Apa yang terjadi?” Luwiq melotot menatap layar ponselnya.“Wijaya!” Luwiq sangat marah. Dia bisa menebak orang yang telah menculik orang tuanya.“Bagaimana dia bisa tahu kalau aku berhubungan dengan papa?” tanya Luwiq pada dirinya sendiri.“Sial!” Luwiq mendapatkan pesan dari Lucas.“Apa yang harus aku lakukan? Dia bahkan telah mengambil Perusahaan papaku. Wijaya ini benar-benar tidak berperasaan. Pria itu bahkan tega menyiksa wanita yang pernah menjadi istrinya.” Luwiq benar-benar gelisah. Dia berani melawan Wijaya, tetapi tidak tahu kemampuan suami dari Amira. Pria kejam yang tidak berperasaan. Balas dendam harus berlipat ganda lebih menyakitkan.“Aku baru saja sampai dan dia hanya memberi waktu satu hari untukku.” Luwiq masih sangat lelah, tetapi dia tidak punya
Keano dan Devano duduk di depan computer mereka. Dua anak lelaki itu telihat sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan tidak saling mengganggu.“Apa Papa boleh masuk?” Wijaya mengetuk pintu kamar yang terbuka.“Ya,” ucap Keano dan Devano melihat kepada papa mereka.“Terima kasih.” Wijaya masuk ke dalam kamar Keano dan Devano. Pria itu duduk di sofa dan kedua putranya mendekat.“Ada apa, Pa?” tanya Devano.“Di mana Mama?” Keano pun bertanya.“Mama di kamar adik kembar. Duduklah.” Wijaya menunjukkan sofa yang berada tepat di depannya.“Apa ada kejadian yang janggal di sekolah?” tanya Wijaya.“Ya. Seorang wanita berusaha mendekati Keano. Dia mengatakan bahwa Keano mirip anaknya yang hilang,” jawab Devano.“Bagaimana perasaan kamu, Keano?” Wijaya menatap Keano.“Aku tidak suka dengan wanita itu,” tegas Keano.“Bagus. Kamu bisa menyelidikinya dan memastikan dia tidak akan berani mendekat. Apalagi sampai melukai perasaan mama kalian,” ucap Wijaya tersenyum.“Tentu saja, Pa. Kami sedang menyel
Amira dan anak-anak menyelesaikan kegiatan pembukaan ajaran baru di sekolah. Mereka bersiap untuk pulang ke rumah. Leon sudah menunggu di mobil dan melihat istri Wijaya bersama dua putra keluar dari gerbang gedung.“Nyonya sudah kembali.” Leon tersenyum. Pria itu tidak sadar bahwa dirinya semakin dekat dengan Amira dan anak-anak. Dia terbiasa berada di sisi istri dan anak Wijaya. Ada rasa tenang dan senang ketika bisa melihat wanita itu di depan matanya.“Siapa wanita dan anak itu? Kenapa dia terus mengikuti Nyonya?” Leon sangat teliti memperhatikan orang-orang di dekat Amira dan anak-anak.“Mencurigakan.” Leon segera mengirim data kepada anak buahnya. Mengambil gambar orang yang terlalu dekat dengan Amira dan anak-anak. Dia benar-benar harus sangat berhati-hati dan tidak mudah mempercayai siapa pun.“Apa kita langsung pulang?” tanya Leon membuka pintu untuk Amira.“Ya.” Amira memberikan jalan untuk Keano dan Devano untuk masuk lebih dulu ke dalam mobil.“Wanita duluan,” ucap Devano.“
Amira yang menyadari bahwa dia terlalu lama di dalam kamar meminta izin untuk kembali kepada anak-anaknya. Dia tahu segala sesuatu harus diperhitungkan karena akan berakibat fatal.“Aku harus pergi sekarang. Pemisi.” Amira tersenyum dan keluar dari kamar mandi. Langkah kakinya terhenti melihat seorang wanita yang sedang berinteraksi dengan Keano.“Maaf.” Luna menangis.“Kenapa Anda menangis?” tanya Devano dengan lembut.“Dia sangat mirip dengan putraku yang hilang,” jawab Luna.“Tetapi aku bukan putra Anda,” tegas Keano benar-benar tidak suka dengan keberadaan Luna.“Bagaimana jika kamu adalah putraku yang hilang?” tanya Luna menatap Keano.“Itu tidak mungkin. Kami adalah putra dari Wijaya Kusuma dan Amira Salsabila,” tegas Devano menepis tangan Luna yang sangat ingin memeluk Keano.“Aku punya mama yang luas biasa dan bukan kamu!” Keano beranjak dari kursi dan mendorong Luna hingga jatuh ke lantai.“Hah!” Dewi, Amira dan Luciana sangat terkejut. Tenaga Keano benar-benar kuat.“Jangan p
Amira memperhatikan keranjang buah yang dibawa Keano. Anak lelakinya duduk dengan tenang dan meletakkan keranjang buah di atas paha sang ibu.“Apa ini, Sayang? Apa kamu mau memakan semuanya?” tanya Amira tersenyum.“Buah-buah ini tidak ada di rumah,” jawab Keano.“Hahaha.” Amira mencubit pipi Keano dengan gemasnya. Wanita itu tertawa melihat tinggah yang tampak lucu. Dia tahu putranya miliki rasa penasaran yang tinggi.“Ini buah-buah dari desa yang hanya dijual di pasar tradisional dan pinggir jalan. Bibi dapur biasa belanja di supermarket sehingga tidak akan menemukan buah-buah local, Sayang.” Amira menyentuh buah-buahan yang ada di keranjang.“Oh.” Keano memperhatikan buah-buahan.“Rasanya manis dan asam. Enak dan segar, Sayang. Coba saja.” Amira memberikan buah cempedak kepada Keano.“Cempedak.” Keano menaikkan alisnya. Dia bisa mencium aroma yang kuat dari buah cempedak.“Cobalah.” Amira mendekati buah cempedak ke mulut Keano dan sang anak pun membuka mulutnya. “Mm. Aku tidak suka
Acara penyambutan telah dimulai. Beberapa siswa menampilkan kemampuan mereka sehingga bisa masuk ke sekolah unggulan. Walaupun swasta, tetapi merupakan sekolah internasional yang mengutamakan mutu dan tidak semua orang bisa masuk. Ada seleksi ketat yang harus dilewati.“Devano dan Keano akan menampilkan apa?” tanya Amira dengan lembut.“Tidak ada,” jawab dua bersaudara itu kompak.“Oh.” Amira terkejut dengan jawaban cepat dari dua putranya.“Nama mereka paling atas, tetapi tidak akan menampilkan apa pun. Padahal keduanya menguasai semua elemen.” Amira tersenyum. Dia berbisik di telinga Wijaya.“Sayang, mungkin anak-anak tidak mau terlalu menonjol di awal tahun ajaran baru ini.” Wijaya mengusap pipi Amira dengan lembut.“Kita mau fokus belajar, Ma. Keahlian lain bisa diasah di rumah saja,” jelas Devano tersenyum.“Iya, Sayang.” Amira mencium dahi Devano dan Keano. Wanita itu harus bersikap adil. Sentuhan dan ciuman serta pujian harus diberikan kepada kedua putranya. Tidak boleh hanya sa
Devano dan Keano sudah bersiap masuk sekolah. Dua remaja itu memilih sekolah swasta. Wijaya rela membayar mahal untuk Pendidikan anak-anaknya.“Selamat pagi.” Amira masuk ke kamar dua putranya.“Mama.” Keano dan Devano menoleh kepada Amira.“Apa sudah siap berangkat sekolah?” tanya Amira mendekati Keano dan Devano yang bersiap keluar kamar.“Ya, Ma.” Keano dan Devano memeluk Amira.“Anak-anak Mama benar-benar tampan dan menawan.” Amira menciu pipi Keano dan Devano yang harum.“Baiklah. Kita sarapan dulu ya.” Amira menggandengan kedua anaknya dari kamar dan pergi ke ruang makan.“Apa Mama akan mengantarkan kami ke sekolah di hari pertama?” tanya Devano.“Tentu saja, Sayang. Mama kana menemani kalian ke sekolah.” Amira menarik kursi untuk kedua anaknya.“Terima kasih, Ma. Aku bisa,” ucap Devano yang sudah lebih dulu menarik kursi untuk dirinya sendiri. Wijaya memperhatikan dua putrnaya.“Sayang, mereka sudah besar. Bisa melakukan semuanya sendiri. Apalagi hanya menarik kursi,” ucap Wija
WARNING 21++++Amira dan Wijaya telah berada di dalam kamar mereka. Anak-anak pun telah tidur, tetapi Keano dan Devano masih sibuk dengan alat baru yang diberikan oleh papa mereka.“Sayang, anak-anak sudah tidur dan ada baby sister juga. Apa kita bisa mulai?” Wijaya memeluk Amira dari belakang. Wanita itu baru saja melepaskan pakaian dan akan diganti dengan dress malam yang cantik.“Sayang, apa kamu tidak lelah?” tanya Amira tersenyum dan memutar tubuh menghadap Wijaya. Dia menggantungkan tangan di leher suaminya.“Apa kamu meremehkan aku, Sayang? Aku bahkan mampu main sampai pagi. Membuang berkali-kali.” Wijaya segera melahap bibir Amira. Wanita itu bahkan belum sempat mengenakan baju tidurnya. Dia mengangkat sang istri ke dalam gendongannya.“Mmm.” Mahira melingkarkan kedua kaki di pinggang sang suami. Menikmati ciuman hangat dari Wijaya Kusuma.“Aaahhh!” Wijaya berpindah ke leher jenjang Amira. Pria itu benar-benar sangat bergairah. Satu minggu tidak menyentuh istrinya membuatnya ha
Wijaya tidak heran lagi dengan banyaknya makanan dan minuman karena sudah mendapatkan laporan dari orang-orangnya.“Sayang, apa kamu tidak lelah?” tanya Wijaya duduk bersama sang istri dan anak-anaknya di ruang keluarga.“Tidak lelah. Tidak ada yang aku lakukan selain bermain bersama anak-anak.” Amira tersenyum.“Mama sangat merindukan Papa,” ucap Devano.“Papa tahu itu, Sayang.” Wijaya mengusap kepala Devano.“Karena senang kamu pulang. Jadi, aku masak banyak.” Amira telah menyajikan kue keju kesukaan Wijaya dan anak-anak di atas meja ruang keluarga.“Padahal, papa di rumah saja. Mama tetap rajin membuat kue kesukaan kami,” tegas Keano.“Tentu saja, Sayang. Itu karena Mama sayang dan cinta kalian semua.” Amira memeluk putranya.“Papa, oleh-oleh mana?” tanya Wiliam dan Wilona yang berlari mendekati Wijaya.“Oh, oleh-oleh sudah berada di ruang bermain,” jawab Wijaya mencium pipi Wiliam dan Wilona.“Hore.” Dua anak kembar berlari ke kamar bermain mereka.“Apa kalian tidak minta oleh-oleh
Amira membuatkan banyak makanan untuk menyambut kedatangan sang suami. Dia dan anak-anak hanya menunggu di rumah karena sangat sulit untuk bisa pergi ke bandara. Ada banyak wartawan dan juga para penjahat yang mungkin merupakan musuh dari masa lalu Wijaya.“Mama, kenapa sibuk?” tanya Devano.“Hari ini papa pulang,” jawab Amira bersemangat.“Mama sangat bahagia,” ucap Devano.“Tentu saja, Sayang. Mama sangat merindukan papa kalian.” Amira mencubit pipi Devano.“Di mana Keano?” tanya Amira.“Dia sedang marah,” jawab Devano.“Marah kenapa?” Amira menyajikan makanan dengan dibantu para pelayan dan mendekati Devano.“Mama tahu benar. Keano sangat pemarah.” Devano tersenyum.“Baiklah. Mama akan melihat Keano.” Amira mencium dahi Devano dan pergi ke kamar putranya.“Dia selalu mau dibujuk mama.” Devano hanya melihat Amira dengan senyuman. Anak itu benar-benar bertindak sebagai seorang kakak. Dia juga lebih tenang seperti ibunya.“Keano, Sayang.” Amira mendekati Keano yang tampak fokus pada la