Terima kasih. Sudah double Update ya. Terima kasih banyaaaaakkkk.
Wijaya tidak tertarik untuk turun tangan langsung menyelidiki putra Amira. Berbeda dengan orang-orang yang menyakiti istri tercinta. Dia akan membalas dengan tangannya agar mendapatkan kepuasan. “Apa ada lagi yang ingin Anda lakukan atau selesaikan?” tanya Jack.“Untuk saat ini tidak ada. Aku sedang menikmati kebersamaan dengan istriku tercinta.” Wijaya tersenyum.“Aku sudah tidak sabar lagi ingin punya anak darinya. Pasti dia semakin tidak bisa lari dariku.” Wijaya benar-benar akan mengikat Amira dengan adanya anak dari mereka berdua. Dia yakin wanita itu tidak akan pernah berpikir untuk pergi ketika mereka memiliki putra bersama.“Anda terlihat berbeda sekarang,” ucap Leon tersenyum.“Apa yang beda?” tanya Wijaya dengan senyuman yang hilang dari bibirnya.“Lebih bersemangat dan sering tersenyum setiap kali menceritakan tentang Non Amira,” ucap Jack.“Dia adalah Nyonya Wijaya dan bukan Non Amira,” tegas Wijaya.“Baik, Bos.” Leon dan Jack tersenyum.“Aku pulang sekarang. Kalian urus s
Amira bersiap pergi ke kantor Wijaya. Wanita itu membawakan makanan untuk suaminya. Dia ingin memberikan kejutan.“Non mau pergi ke kantor?” tanya bibi.“Iya. Bibi minta izin ke penjaga depan ya. Aku pakai sopir juga tidak apa-apa.” Amira memegang tangan bibi. “Bibi takut Pak Wijaya marah, Non.” Bibi benar-benar khawatir.“Aku tidak akan pergi kemana-mana. Aku langsung ke kantor Pak Wijaya,” ucap Amira tersenyum.“Janji ya, Non.” Bibi melihat tas bekal yang dibawa Amira.“Iya. Aku janji. Lagian aku mau kemana lagi selain ke tempat Pak Wijaya.” Amira terlihat senang. Dia benar-benar sudah bosan berada di rumah. Wanita itu juga ingin membuat Wijaya bahagia dengan kedatangannya ke kantor tanpa memberi kabar dulu.“Aku sudah hubungi Pak Dody untuk memastikan Pak Wijaya ada di kantor, tapi pakai ponsel bibi,” ucap Amira. “Apa?” Bibi terkejut.“Aku tahu, Wijaya memasang penyadap di ponselku.” Amira menatap bibi.“Apa Non Amira juga sudah tahu ada banyak kamera tersembunyi di rumah ini?” ta
Wijaya menghentikan mobil di depan pintu utama. Itu artinya dia masih akan pergi ke luar. Amira benar-benar mampu mengubah dan mengacaukan jadwal Wijaya Kusuma yang sudah tersusun rapi. Wanita itu bahkan bisa membuat sang suami keluar dari ruang rapat yang penting dan membuat semua orang heran.“Tetap diam,” tegas Wijaya pada Amira yang mau turun dari mobil.“Kenapa?” tanya Amira melihat pada Wijaya yang sudah turun. Pria itu mengitari mobil dan membuka pintu untuk istrinya. Dia segera menggendong sang sekretaris tercinta keluar dari kendaraan roda empat.“Kemarin baru saja terluka dan hari ini sudah pergi jeluar rumah.” Wijaya menatap tajam pada Amira. Dia marah karena wanita tercintanya terluka lagi.“Aku kan mau memberikan kejutan. Aku tidak tahu kamu tidak suka.” Amira membuang wajahnya dengan bibir cemberut.“Aku suka, Sayang. Tetapi, kamu masih sakit. Terima kasih.” Wijaya mengecup bibir Amira yang cemberut.“Sekarang kita obati luka kamu dan memeriksa tubuh untuk memastikan tida
Wijaya masuk ke dalam ruang tengah. Matanya meneliti ruangan rumahnya. Pria itu benar-benar sangat marah ketika ada orang yang mengganggu apalagi menyentuh Amira.“Lucas!” teriak Wijaya yang tahu bahwa kedua orang tua Luna ada di rumah.“Wijaya.” Lucas segera keluar dari kamar.“Di mana Mariama?” tanya Wijaya. Pria itu langsung menyebutkan nama mertuanya.“Ada apa?” tanya Mariama yang juga berdiri di samping Lucas. “Jangan pernah menyakiti Amira. Aku pastikan kamu akan kehilangan tangan itu!” Wijaya menatap tajam pada Mariama.“Kamu membela seorang pelacur!” teriak Mariama.“Plak!” Sebuah tamparan yang kuat mendarat di pipi Mariama hingga wanita itu tersungkur di lantai dengan bibir berdarah dan pipi membiri.“Ma!” teriak Luna.“Mariama.” Lucas sangat terkejut. Dia duduk memeriksa istrinya.“Jika kamu berani mengumpat Amira. Akan aku buat kamu bisu.” Wijaya memperhatikan Luna bersama kedua orang tuanya.“Kamu jahat, Wijaya. Aku istri kamu dan mereka orang tuaku,” tegas Wijaya. “Kamu
Luna dan kedua orang tuanya berkemas untuk meninggalkan rumah Wijaya karena telah diusir oleh sang pemilik rumah. Harga diri mereka benar-benar telah direndahkan oleh sang menantu dan tidak dianggap sama sekali.“Kita pindah ke apartemenku saja,” ucap Luna.“Papa dan mama pulang ke rumah kita. Walaupun sedikit lebih jauh dari sini.” Mariama duduk di sofa. Wanita itu sedang mengobati lupa pada bibir dan pipinya yang bengkak.“Apa yang Mama lakukan kepada Amira?” tanya Luna.“Mama hanya memaki wanita murahan itu dan tenyata Wijaya datang,” jawab Mariama.“Apa Mama tidak memukul dan menyakiti langsung wanita itu?” Luna menatap Mariama.“Mama belum sempat hanya berhasil mendorongnya jatuh ke tanah,” ucap Mariama.“Harusnya Mama buat Amira terluka.” Luna tersenyum.“Luna, itu saja sudah membuat Mama dalam bahaya. Wijaya sangat mengerikan. Apa kamu tidak melihat Mama terluka?” Mariama benar-benar kesal dengan sikap Luna“Aku benar-benar membenci wanita itu, Ma. Pikiran ku sudah kacau gara-ga
Leon dan Jack benar-benar bekerja keras. Dua orang itu tidak lagi dikunjungi Wijaya karena sang bos lebih sering bersama istri keduanya. “Kita tidak bisa menghubungi bos lebih dulu,” ucap Jack. “Tidak bisa. Bos sedang berada di dekat istrinya. Dia tidak mau Nyonya Amira mengetahui tentang dunia malam yang kelam.” Leon menatap pada Jack. “Aku sudah berhasil menarik Perusahaan Lucas dengan bisnis siluman.” Jack meletakkan berkas di atas meja. “Keuntungan akan masuk Perusahaan bersama kita, tetapi tidak akan bisa dideteksi sehingga tidak ada yang tahu bahwa semua adalah milik Pak Wijaya.” Jack duduk berhadapan dengan Leon. “Aku juga sudah menemukan dua perawat bayaran Cantika, tetapi posisi mereka sangat jauh di luar pulau ini. Kita harus pergi dengan pesawat dan kapal laut juga. Tidak ada lokasi mendarat untuk jet pribadi.” Leon terlihat sangat serius. “Apa?” Jack terkejut. “Cantika benar-benar penuh rahasia. Kenapa dia menyembunyikan dua perawat itu hingga ke pelosok hutan sehing
Kristian berada di ruang kerjanya yang ada di rumah. Pria itu cukup sibuk dengan banyak tugas. Dia bahkan harus terhubung dengan Perusahaan Wijaya yang menjadi saingan cinta.“Aku rindu Amira. Dia bahkan tidak masuk kantor.” Kristian tampak melamun. Pria itu masih bertanya tentang Amira pada Dody sehingga dia tahu wanita itu sedang sakit. “Andai aku punya kesempatan bertemu dengan Amira. Aku sangat ingin menghubunginya.” Kristian merebahkan tubuhnya di sofa. Dia telah mencari Amira kemana-mana, ketika bertemu wanita itu sudah berada di tangan Wijaya Kusuma.“Kenapa harus bersaing dengan Wijaya Kusuma? Aku benar-benar tidak mampu. Haruskah aku meminta Amira dari pria itu?” Kristian benar-benar gelisah. “Apa yang kamu pikirkan?” Dody duduk di depan Kristian. “Amira saki tapa, Pa?” tanya Kristian.“Wijaya tidak memberitahuku,” jawab Dody.“Hm. Di mana Amira tinggal, Pa? Apa dia bersama Wijaya?” Kristian menatap Dody.“Ya. Mereka tinggal bersama. Sebaiknya kamu melupakan Amira dan menca
Amira sudah bersiap pergi ke kantor. Wanita cantik itu mengenakan kemeja lengan panjang dan celana hitam panjang. Dia berdiri di depan cermin untuk merapikan diri.“Kamu mau kemana?” tanya Wijaya memeluk Amira dari belakang. Pria itu baru keluar dari kamar mandi dan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggangnya sebatas paha.“Basah.” Amira memukul lengan kekar Wijaya yang tepat di perutnya.“Hanya rambutku saja,” ucap Wijaya mencium leher Amira.“Apa kamu sudah mau masuk kerja? Itu artinya, kita sudah bisa bercinta.” Wijaya tersenyum.“Tidak bisa. Aku sedang mentruasi,” tegas Amira.“Apa? Itu tidak mungkin.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap padanya.“Benar. Biasanya memang begitu. Setelah masa nifas, maka akan langsung dilanjut dengan mentruasi.” Amira tersenyum puas.“Kamu tidak bohong kan?” Wijaya menatap Amira dengan tajam. Dia tidak ingin wanita itu sengaja menghindarinya.“Apa perlu aku perlihatkan di kamar mandi?” tanya Amira.“Tidak. Aku percaya kepada kamu,” j
Wijaya terlihat tersenyum. Pria itu benar-benar merasakan kehidupan yang tenang dan normal. Dia memandangi istrinya yang sedang bersiap untuk tidur.“Ada apa?” tanya Amira.“Apa kamu lupa sesuatu?” Wijaya balik bertanya.“Apa? Aku rasa tidak ada apa pun.” Amira membuka ikatan rambutnya.“Bukankah ada perjanjian diantara kita?” Wijaya menarik pinggang Amira hingga wanita itu jatuh di pangkuannya.“Oh ya. Bagaimana kabar Luna?” tanya Amira memutar tubuh menghadap Wijaya.“Aku harus membayar mahal untuk menebuh Luna. Apa kamu mau melihat laporannya?” Wijaya menatap Amira.“Apa dia sudah berhasil diselamatkan?” Amira melingkarkan tangan di leher Wijaya.“Tentu saja, Sayang. Aku bisa melakukan apa pun dengan mudahnya. Apa kamu tidak percaya?” tanya Wijaya.“Aku percaya. Jadi, apa yang kamu inginkan sebagai ibalannya?” Amira mengecup bibir Wijaya sekilas.“Pesta yang meriah,” ucap Wijaya.“Apa?” Amira bingung.“Pesta apa?” tanya Amira.“Asalkan kamu setuju. Aku akan mengadakan pesta yang s
Andika hanya terdiam. Usahanya mendekati Wijaya gagal. Pria itu benar-benar tidak ada harapan untuk bisa bertemu dengan anak dan mantan istrinya lagi. “Hah!” Andika sangat ingin bertemu dengan Devano. Pria itu tidak tahu lagi rupa dari putranya yang sudah bertambah usia. Bayi sehat yang dibesarkan oleh susu alami langsung dari sumbernya. Hidup di alam yang bebas. “Andika, bagaimana ini? Apa kamu ceraikan Cantika dan segera menikah lagi?” Marni menatap Andika. “Aku tidak tahu lagi, Ma. Itu masih lama sedangkan aku pun tidak pernah jatuh cinta lagi setelah dengan Amira.“Mama yang memaksaku bercerai sehingga aku mendapatkan hukuman ini.” Andika masuk ke dalam mobil dan Marni mengikutinya.“Apa kamu menyalahkan Mama?” tanya Marni duduk di samping Andika.“Ini salah aku sendiri yang mengikuti kemauan Mama,” jawab Andika. “Sekarang Amira menjadi istri Wijaya. Pria paling kaya dan berkuasa di negara ini.” Andika menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kantor Wijaya.Wijaya melihat Andika
Amira melihat ke pintu. Dia tidak juga melihat kedatangan suaminya. Wanita itu heran karena dia tidak bisa menggunakan ponselnnya. Padahal jaringan internet sangat kuat. Kegiatannya seakan dibatasi sehingga hanya bisa mengaskses tertentu saja.“Kenapa dia tidak datang ke kamar anak-anak? Apa tidur di kamar atas?” tanya Amira meletakkan kembali ponsel di atas meja. Dia beranjak dari sofa dan mendekati tempat tidur kedua anaknya. Wanita itu merebahkan diri dan memejamkan matanya.Wijaya bangun lebih awal. Dia mandi dan berpakaian rapi. Pria itu keluar dari kamar dengan tenang dan pergi ke kamar anak-anaknya.“Di mana mereka?” Wijaya melihat kamar yang kosong.“Apa sedang mandi?” tanya Wijaya melepaskan jas di atas sofa. Dia pergi ke kamar mandi yang tertutup. Pria itu bisa mendengarkan canda dan tawa istri serta dua putranya.“Hm. Harusnya aku mandi bersama mereka saja.” Wijaya melepaskan kemeja dan celananya. Dia masuk ke dalam bak mandi.“Sayang.” Amira tersenyum melihat pada Wijaya su
Wijaya berada di ruang kerja yang ada di rumahnya. Pria itu tertidur di sofa hingga Amira pun datang menyusul.“Kenapa belum kembali?” Amira membuka pintu dengan perlahan dan melihat Wijaya rebahan di sofa dengan laptop masih menyala.“Pasti sangat sibuk. Kenapa tidak minta bantuanku?” Amira mengambil laptop Wijaya dan berniat untuk menutupnya.“Apa?” Amira hampir menjatuhkan laptop karena terkejut dengan apa yang dilihatnya. Tayangan video penyiksaan Luna yang berada di luar negeri.“Tidak.” Amira menggeleng dan terduduk di sofa hingga membangunkan Wijaya. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya melihat computer lipatnya yang berada di pangkuan Amira. Mata wanita itu melotot. “Sayang.” Wijaya segera menarik dan menutup laptop. Meletakakn di atas meja.“Apa itu Luna?” tanya Amira.“Apa kamu melihatnya?” Wijaya balik bertanya. Pria itu segera memeluk Amira.“Kenapa? Kenapa dia begitu? Luna kesakitan.” Amira menangis. Tubuh wanita itu menggigil ketakutan karena Luna digauli dan disiksa oleh ba
Wijaya berada di perusahaannya. Dia sudah tenang karena telah mendapatkan dan menghancurkan dalang di balik kecelakaan malam itu yang membahayakan nyawa dia dan istrinya.“Selama Amira dan anak-anak tetap di rumah. Mereka pasti aman.” Wijaya menatap layar computer yang memperhatikan aktivitas Amira dan anak-anak mereka.“Permisi, Pak.” Dody masuk ke dalam ruangan Wijaya. “Ada apa?” tanya Wijaya tanpa melihat pada Dody.“Di depan ada Pak Andika dan keluarga,” ucap Dody.“Apa?” Wijaya langsung menutup layar computer dan menatap pada Dody. Dia cukup terkejut mendengarkan nama Andika.“Ya. Pak Andika dan kedua orang tuanya,” ucap Dody.“Kenapa mereka datang ke kantorku?” tanya Wijaya. “Mau bertemu Anda. Apa Anda mau menemui mereka?” Dody tersenyum.“Tentu saja. Aku penasaran. Kenapa datang satu keluarga?” Wijaya seakan bisa menebak tujuan Andika dan pria itu ingin melihat wajah putus asa dari manta suami istri.“Aku akan menemui mereka.” Wijaya beranjak dari kursi kerja dan keluar dari r
Luwiq mencoba menghubungi nomor anak buah Wijaya. Dia harus bertemu dengan pria itu untuk berdiskusi dan menemukan Solusi.“Halo. Ada apa, Pak Luwiq?” Jack menerima panggilan Luwiq.“Aku mau berbicara dengan Wijaya,” ucap Luwiq.“Urusan Anda dengan Pak Wijaya sudah selesai. Sekarang hanya perlu mengakhiri permainan yang telah dimulai hingga game over.” Jack tersenyum.“Aku mohon. Katakan apa yang harus dilakukan agar dia melepaskan keluargaku?” tanya Luwiq.“Tidak ada yang perlu Anda lakukan. Selamat menikmati pembalasan Tuan Wijaya. Tunggu giliran Anda yang akan diberikan hadiah di akhir babak.” Jack memutuskan panggilan.“Apa? Halo!” Luwiq melihat layar ponsel yang telah mati.“Aku benar-benar telah terjebak di sini. Siapa yang bisa membantuku? Apa masih ada musuh Wijaya yang lain?” tanya Luwiq pada anak buahnya.“Pak Wijaya punya banyak musuh, tetapi mereka tidak akan berani melawan karena sadar diri tidak mampu bersaing dengan Wijaya Kusuma,” jawab asisten Luwiq.“Apa kamu sedang m
Luwiq benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Pria itu mendapatkan kiriman video Luna yang dilecehkan dengan paksa. Adik perempuannya sudah tidak ada harga dirinya lagi. Menjadi mainan dan budak sex para Black Mamba. “Kak Luwiq. Apa yang kamu lakukan? Kenapa aku harus dihukum seperti ini?” Itu adalah kalimat terakhir dari rekaman video Luna. Dia telah diberitahu bahwa apa yang terjadi padanya adalah akibat dari Luwiq yang menyerang Wijaya.“Wijaya telah melepaskanku, tetapi kenapa Kak Luwiq hadir untuk merusak semuanya? Wijaya pasti akan menjadikan mama dan papa target selanjutnya. Dia selalu membalas musuhnya dengan berlipat lebih sakit.” Luna berada di dalam kamar yang mewah dan bersih. “Aku mau bertemu papa dan mama.” Luna melihat botol kaca berisi minuman mahal.“Aku lelah. Haruskah aku mengakhiri hidup ini dengan bunuh diri?” Luna meringkuk di atas kasur. Tubuhnya sakit dan lelah. Dia bahkan kesulitan untuk bergerak setelah dirajam oleh empat pria sekaligus.“Luna, maafkan aku.
Wijaya pamit pada istrinya yang mengantarkan hingga ke mobil. Pria itu memberikan pelukan dan ciuman di dahi serta mengusap kepala Amira dengan lembut.“Tidak usah menungguku. Tidurlah dengan nyenyak karena anak-anak akan bangun ketika lapar.” Wijaya tersenyum pada Amira. Pria itu cukup tenang karena istrinya sangat betah di rumah bersama anak-anak dan tidak pernah menuntut apa pun. Walaupun dia seorang wanita karier, tetapi rela meninggalkan semua demi keluarga dan sang suami yang mampu memenuhi segalanya.“Aku tidak mau melihat wajah kusam hingga mata panda. Walaupun punya bayi kamu tetap harus cantik dan terawatl, Sayang.” Wijaya memeluk Amira.“Ya. Aku tidak mau kamu melihat wanita lain,” ucap Amira.“Itu tidak mungkin, Sayang. Aku hanya mau istri Wijaya Kusuma semakin cantik dan menawan. Tidak ada wanita lain yang mampu menandinginya,” tegas Wijaya.“Hahaha.” Amira tertawa lepas.“Masuklah,” ucap Wijaya. “Kamu masuk duluan.” Amira membukakan pintu mobil untuk Wijaya.“Jangan laku
Luwiq yang baru tiba di markas benar-benar semakin gelisah karena Wijaya terus mengirimkan foto dan video tentang keluarganya. Pria itu menghancurkan Perusahaan Lucas dengan mudahnya.“Pria ini benar-benar mengerikan. Padahal aku sudah merencanakan ini cukup lama dengan terus mengumpulkan informasi. Ternyata Wijaya sangat misterius dan penuh rahasia.” Luwiq mengepalkan tangannya.“Bos, kita tidak punya kesempatan untuk menculik Non Amira. Wanita itu tidak pernah keluar dari rumahnya,” ucap seorang pria.“Wijaya tahu bahwa dirinya sedang dalam bahaya.” Luwiq menatap pada pria di depannya.“Apa Anda akan datang bertemu dengan Pak Wijaya?” tanya pria itu.“Bertemu atau tidaknya. Dia akan tetap mendapatkan diriku,” jawab Luwiq.“Anda benar. Ini adalah catatan orang-orang yang berurusan dengannya. Mereka hilang tanpa jejak.” Pria itu memberikan berkas kepada Luwiq.“Para wanita itu pernah menyakiti Non Amira,” ucap pria itu lagi.“Wijaya menginginkan aku. Dia bahkan menjadikan orang tua dan