Terima kasih. Semoga suka.
Amira menghentikan ciuman Wijaya. Dia mendengar ketukan pintu dan suara Dody. Wanita itu segera turun dari pangkuan suami dan merapikan diri.“Ada apa, Sayang?” Wijaya memperhatikan Amira. Mereka seperti pasangan yang sedang selingkuh karena bermesraan secara sembunyi karena tidak mau diketahui orang lain.“Ada orang,” jawab Amira.“Aku rasa Pak Dody,” ucap Amira berjalan mendekati pintu.“Andai aku boleh publikasikan status kamu. Kita tidak perlu seperti ini, Amira. Aku akan perlihatkan pada dunia. Betapa aku mencintai kamu hingga menggila.” Wijaya menghela napas dengan berat. Pria itu pun beranjak dari kursi dan merapikan jas serta dasinya yang miring karena ditarik Amira. “Pak Dody. Silakan masuk.” Amira tersenyum pada Dody.“Apa Anda sudah sehat?” tanya Dody masuk ke dalam ruangan Wijaya.“Ya. Terima kasih selalu ada untuk membantu Pak Wijaya.” Amira benar-benar mampu menenangkan dirinya karena dia sudah terbiasa bermesraan dengan Wijaya. Dia bukan wanita yang mengejar pria itu, t
Luna sangat kesal dengan jawaban Amira. Wanita itu menyesal karena tidak membunuh sang perebut suaminya ketika masih ada kesempatan.“Plak!” Luna tidak bisa menahan diri sehingga dia menampar pipi Amira.“Apa salah saya?” Amira memegang pipinya.“Karena kamu terus berada di sisi, Wijaya. Plak!” Luna menapar pipi pada bagian yang lain.“Luna!” teriak Wijaya.“Plak! Plak!” Wijaya menampar kedua pipi Luna dengan sangat kuat hingga wanita itu jatuh tersungkur ke lantai. Semua orang terkejut dengan teriakan Wijaya sehingga melihat ke arah mereka.“Apa yang terjadi?” tanya semua orang di dalam hati. Mereka tidak berani mendekat sehingga para pengawal pun menutup Wijaya dengan membuat pagar tubuh. “Apa sakit?” Wijaya memeriksa pipi. Pria itu tidak ingin wanita yang dicintainya terluka lagi. “Mmm.” Amira menggeleng.“Ayo pergi.” Wijaya langsung menggendong Amira. Dia membawa wanita itu keluar dari pintu belakang. “Ahh!” Amira terkejut. Mereka akan melakukan pertemuan besar yang sudah bebera
Wijaya berdiri di ujung pintu ruang pertemuan. Pria itu memperhatikan semua orang dan tidak lagi mendapatkan Luna bersama orang tua.“Pak Wijaya.” Mereka mendekati Wijaya.“Apa kita akan melanjutkan rapat?” tanya Dody.“Tidak. Kalian nikmati saja hari ini sebagai pesta.” Wijaya keluar begitu saja setelah melihat semua orang.“Terima kasih,” ucap semua orang. Jarang sekali Perusahaan Wijaya memberikan jamuan mewah kepada rekan bisnis. Hampir tidak pernah terjadi.Wijaya kembali ke ruangan kerja. Dia melihat Amira yang masih menikmati makanan yang ada di atas meja. Pria itu tersenyum bahagia karena istrinya kembali bernafsu untuk makan.“Sayang, apa kamu belum lapar?’ Wijaya memeluk Amira dari belakang. Pria itu mencium leher istrinya.“Jangan lakukan itu! Kamu tahu kan leher adalah bagian sensitive,” ucap Amira.“Karena itulah aku melakukannya.” Wijaya tersenyum.“Apa kamu tidak mau makan? Kita tidak perlu keluar untuk makan siang.” Amira tersenyum.“Iya, Sayang. Kita makan di sini saja
Luna menghempas tubuhnya di kasur. Wanita itu sangat kesal dengan Amira dan Wijaya. Dia benar-benar sudah dibuang.“Aargghh!” Luna berteriak. Dia membuang bantal dan guling ke lantai.“Luna.” Mariama menyusul Luna ke kamar.“Sial! Sial! Wijaya benar-benar sudah menjadi gila karena Amira. Dia tidak pernah memukulku, tetapi sekarang pria itu menjadi jahat.” Luna menangis histeris.“Tenangkan diri kamu, Luna. Lebih baik kalian bercerai. Kamu cari pria lain.” Mariama memeluk Luna. “Tidak. Tidak boleh ada wanita mana pun yang bersama Wijaya.” Luna benar-benar histeris. Wanita itu merasa hidupnya hancur karena hidup yang tenang telah berubah sejak kehadiran Amira.“Ma, kehadiran Amira benar-benar merusak kebahagiaanku.” Luna menatap Mariama.“Luna. Sadarlah! Wijaya itu tidak bisa ditaklukkan. Dia tidak peduli tua atau pun muda. Dia bahkan sudah melenyapkan tim film yang menyakiti Amira,” jelas Mariama.“Apa?” Luna mengerutkan alisnya.“Mama sudah menyelidiki Wijaya. Dia berbahaya, Luna. Pri
Wijaya menunggu Amira, tetapi wanita itu tidak kembali juga sehingga dia harus menyusulnya. Pria itu bisa melihat Amira yang tidur siang bersama dengan Keano.“Dia selalu tidur setiap kali memberi asi. Apa merasa nyaman atau memang lelah?” Wijaya tidak ingin mengganggu istirahat Amira dan Keano. Dia mengambil laptop dan ponsel. Kembali lagi ke kamar putranya agar bisa terus melihat dua orang yang paling penting dalam hidupnya.Wijaya duduk di sofa dan mulai bekerja. Dia sibuk dan fokus. Sesekali melihat pada anak dan istrinya yang tidur dengan tenang. “Dia benar-benar terlihat nyaman bersama Keano.” Wijaya tersenyum. Pria itu kembali bekerja dan memeriksa laporan setelah pembatalan rapat.“Aku harus menghubungi Jack agar segera menyingkirkan Perusahaan Lucas.” Wijaya keluar dari kamar dan berdiri depan pintu.“Halo, Jack.” Wijaya menutup pintu kamar Keano. Dia tidak mau membuat Amira terbangun dan mendengarkan percakapannya dengan Jack.“Ya, Bos.” Jack dengan cepat menerima panggilan
Lucas yang baru masuk Perusahaan sangat terkejut menerima laporan dari sekretarisnya. Kantor menjadi sibuk dan ricuh karena kabar kebangkrutan telah tersebar kemana-mana. Beberapa cabang mereka telah diambil Wijaya.“Apa?” Lucas segera berdiri dan menghempaskan berkas laporan yang diberikan oleh beberapa kepala divisi kepadanya.“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Lucas.“Maaf, Pak. Mereka menyerahkan empat kantor cabang kepada Wijaya,” ucap sekretaris Lucas.“Kita benar-benar hancur.” Lucas terduduk lemah di kursinya. “Apa ini akibat dari Luna yang menyakiti Amira?” tanya Lucas di dalam hati. “Aku harus meminta ampunan Wijaya. Perusahaan akan tutup dan tidak mampu membayar gaji karyawan. Kami baru menanamkan modal pada banyak bisnis untuk mengembangkan Perusahaan.” Lucas menatap orang-orang yang tertunduk di depannya.“Pak, bukankah putri Anda adalah istri dari Wijaya Kusuma? Kenapa dia menargetkan kita? Apa yang terjadi. Selama ini baik-baik saja,” ucap seorang pria.“Mungkin kehid
Amira masih diam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia menunduk dan tidak melakukan apa pun. Wanita itu bingung dan gugup. “Amira,” sapa Wijaya dan tidak ada respon dari Amira. Wanita itu masih terkejut dengan kedatangan Luna dan juga perlakukan dari suaminya yang secara tiba-tiba menciumnya di depan mama kandung Keano. “Amira.” Wijaya memegang lengan Amira. “Ahh!” Amira tampak lemas. “Ada apa, Amira? Apa ada yang sakit?” tanya Wijaya. “Mm.” Amira menggelengkan kepalanya. “Kenapa kamu seperti ini?” Wijaya melihat perubahan dari sikap dan raut wajah Amira. Tidak ada lagi senyuman di bibir wanita itu. “Amira kenapa kamu begini?” Wijaya meletakkan kedua tangan di pipi Amira. “Tidak apa.” Amira menghindari tatapan Wijaya. Dia mulai takut pada pria itu. “Amira, ada apa dengan kamu? Katakana kepadaku. Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku menyakiti kamu?” tanya Wijaya terus karena tidak mendapatkan jawaban dari Amira. “Kenapa kamu lakukan ini padaku?” Amira menatap Wijaya. “Mela
Wijaya tidak peduli dengan kekacauan yang terjadi di dunia bisnis. Pria itu mau menikmati bulan madu sesungguhnya. Walaupun itu bukan yang pertama untuk mereka, tetapi dalam suasana hati yang berbeda. Tidak ada paksaan dan amarah, tetapi saling suka serta menginginkannya. Dia mau ke luar negeri, tetapi Keano masih kecil.“Bereskan berkas dan kita pulang,” ucap Wijaya.“Ya.” Amira memindahkan berkas yang telah disusunnya ke dalam lemari yang dikunci agar tidak ada kesempatan untuk orang dengan niat jahat mengambilnya.Wijaya memiliki banyak musuh karena cara dia mengalahkan pesaingnya dengan berbagai cara. Baik halus atau kasar. Ketika dia menginginkan sesuatu akan didapatkan dengan segala cara.“Aku sudah bersama kamu cukup lama, tetapi masih belum mengenal diri kamu yang asli. Ada begitu banyak rahasia yang tersimpan dan tidak aku ketahui.” Amira memperhatikan Wijaya yang terlihat mengenakan jas dan mengambil kunci mobil yang ada di atas meja.“Apa kamu sudah selesai?” tanya Wijaya me
Anto dan anak buahnya bergerak di malam hari. Mereka meninggalkan pulau dengan kapal. Bayi tampan dengan kulit putih bersih berada dalam gendongan Sulas. Putra dari Andika dan Amira tertidur lelap. Lelaki kecil itu mampu bersaing dengan Keano. Lahir dari bobot dan bibit terbaik kedua orang tuanya.Wijaya dan Amira tidur dalam senyuman. Mereka tidak tahu bahwa putra yang dijaga dan dilindingi dari kejauhan akan datang sendiri ke kota dan tidak sulit untuk digapai. Berbeda ketika berada di pulau terpencil. Ada bgitu banyak penjaga dan lokasi yang sulit dijangkau.Jack yang selalu memantau pulau menggantikan pekerjaan Leon mendapatkan laporan dari anak buah mereka. Pria itu tidak bisa memberikan perintah menyerang dan merebut Devano karena Wijaya yang tidak bisa dihubungi. Dia hanya bisa terus mengikuti dan mengawasi pergerakan Anto beserta rombongannya. “Ada apa?” tanya Leon.“Devano dibawa keluar pulau. Apa kita rebut sekarang?” Jack melihat pada Leon.“Bukankah ini memang rencana Pak
Cantika terlihat melamun. Wanita itu benar-benar telah banyak berkorban untuk Andika dan sang suami menjadikan dirinya pemuas nafsu sebagai pengganti Amira. “Apa aku harus membunuh Devano?” tanya Cantika pada dirinya yang duduk di depan cermin meja rias.“Tetapi, jika aku tidak bisa hamil artinya kami tidak akan pernah punya anak sedangkan Devano adalah putra kandung Andikan. Darah daging suamiku.” Cantika benar-benar gelisah.“Aku akan membawa Devano pulang. Mengatakan kepada Andika bahwa itu anak saudara jauh yang ditinggal orang tuanya. Aku akan meminat izin untuk mengadopsinya dengan alasan sebagai pemancing agar bisa hamil dan kasian.” Cantika tersenyum dengan rencananya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi penjaga Devano.“Halo, bawa Devano pulang. Aku menginginkan dia. Pulau itu ambil saja untuk kalian,” ucap Cantika.“Baik, Bos.” Pria di seberang panggilan sangat senang. Mereka memiliki pulau pribadi dengan laut yang kaya. “Aku akan membesarkan anak Andika dan Amira. Itu tid
Luna melakukan penerbangan ke Amerika bersama Robert dan Bella. Wanita itu akan memulai karier sebagai aktris dan melanjutkan status modelling. Mereka sudah berada di apartemen milik Perusahaan.“Hah! Akhirnya aku bisa tinggal di tempat yang mewah lagi.” Luna menghempas tubuhnya di kasur.“Apartemen ini benar-benar mewah,” ucap Bella memperhatikan sekeliling. Kamar itu sangat luas dan lengkap. Ada dapur, ruang tamu dan bahkan balkon untuk bersantai. Kolam renang di atas Gedung.“Iya. Amerika memang gila dalam dunia entertaimen. Apalagi perfilm.” Luna beranjak dari kasur dan berjalan ke balkon.“Pemandangan yang indah. Aku suka tempat ini. Mahal.” Luna membentangkan tangan menghidup udara pagi.“Belum kontrak kerja, tetapi kita sudah dapat kemewahan.” Bella mendekati Luna yang berada di balkon.“Wijaya pasti punya saingan di Amerika ini. Aku ingin membuat pria itu menderita dengan kehilangan Amira. Aku akan balas dendam.” Luna mengepalkan tangannya.“Dia mencintai Amira dan membuang dir
Amira berada di halaman belakang. Wanita itu bermain bersama bayi tampan dan cerdasnya. Wanita itu benar-benar telah mengiklaskan Devano dengan adanya Keano.“Non, hari sudah mulai gelap. Sebaiknya Anda dan Keano masuk ke dalam rumah,” ucap bibi.“Bibi bawa Keano ke kamar.” Amira memberikan Keano kepada bibi.“Anda mau kemana?” tanya bibi.“Aku mau menunggu hujan turun.” Amira tersenyum.“Non, nanti Bapak marah,” ucap bibi khawatir.“Tidak akan. Aku suka hujan. Sudah lama tidak bermain air hujan. Bibi masuklah. Aku akan selesai sebelum Pak Wijaya pulang. Hari ini dia lembur.” Amira mendorong tubuh bibi masuk ke dalam rumah. Dia menutup pintu dan duduk di tengah halaman.“Semoga hanya hujan dan tidak ada kilat, Guntur serta petir.” Amira mendongak dan tetesan pertama jatuh tepat di wajahnya.“Aah!” Amira tersenyum. Dia benar-benar menyukai hujan. Aroma dan suara air yang jatuh ke bumi memberikan ketenangan untuknya.“Ahhhhh!” Amira berdiri dan berputar di atas rumput yang basah. Dia men
Wijaya benar-benar serius untuk menjemput Devano. Dia tidak ingin Cantika lebih dulu mengambil bayi dari Amira. Pria it uterus memantau laporan dari anak buahnya yang menjaga di pesisir pantai dekat dari pulau tempat tinggal Devano.“Kita akan berperang jika tidak bisa mengambil Devano baik-baik,” ucap Wijaya. Pria itu berada di rumah sakit.“Apa tidak ada kesempatan?” tanya Leon.“Aku tidak ingin menambahkan korban lagi. Kita akan mengganti para penjaga mereka pelan-pelan. Ambil Devano di mana Cantika akan bergerak,” tegas Wijaya yang duduk di sofa bersama dengan Jack.“Maafkan aku, Bos,” ucap Leon.“Kamu minta maaf untuk apa?” tanya Wijaya menoleh pada Leon yang masih berbaring di tempat tidur.“Saya tidak bisa menyelesaikan tugas,” jawab Leon.“Tugas kamu sudah selesai,” tegas Wijaya.“Ini pertama kalinya orang kepercayaanku terluka. Padahal hanya pergi mencari anak Amira. Berperang melawan musuh dunia bisnis tidak membuatku mengorbankan banyak orang.” Wijaya menatap layar computer
Cantika menunggu Andika di dalam kamar. Suaminya benar-benar sering lembur.“Sayang.” Cantika menyambut kedatangan Andika. Wanita itu mengambil jas dan tas dari tangan suaminya. “Kamu mandi dulu,” ucap Cantika tersenyum pada Andika.“Ya.” Andika masuk kamar mandi. Membersihkan diri yang lelah dan gerah. Pria itu keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggang.“Sayang.” Cantika memeluk Andika. Dia menggantungkan kedua tangan di leher suaminya.“Ada apa?” tanya Andika mencium bibir Cantika.“Kemarilah! Ada yang mau aku bicarakan.” Cantika menarik Andika ke tempat tidur.“Kamu mau berbicara atau bercinta?” Andika berada di atas kasur dan Cantika duduk di perut ratanya. Jari-jari wanita itu merada dada bidang suaminya.“Sayang, aku belum juga hamil. Apa kita perlu program dengan dokter?” tanya Cantika.“Apa?” Andika terkejut. “Siapa yang tidak sehat?” tanya Andika menatap Cantika.“Aku sudah periksa dan sehat,” jawab Cantika.“Apa itu artinya aku yang tidak sehat?
Bella pergi ke penginapan Luna dengan mengendarai mobil pribadinya. Dia harus menjemput sahabatnya pindah ke apartemen.“Lelah sekali. Wijaya benar-benar membuang Luna.” Bella harus mengendarai mobil cukup lama. Dua jam perjalanan baru bisa sampai di penginapan yang berada di ujung kota.Bella memarkirkan mobil di tempat parkir. Dia tiba hampir tengah malam. Wanita itu disambut oleh karyawati bagian resepsionis.“Selamat datang. Apa Anda mau menginap?” tanya karyawati.“Aku ada janji dengan tamu bernama Luna,” jawab Bella.“Mungkin Anda bisa menghubunginya agar bisa keluar dari kamar,” ucap karyawanti.“Baiklah.” Bella menghungi Luna dan tidak ada jawaban.“Apa aku bisa menunggu di sini?” tanya Bella yang gagal menghubungi Luna.“Tentu saja,” jawab karyawati.“Terima kasih.” Bella duduk di sofa. Dia terus berusaha menghubungi Luna yang tidak juga menjawab panggilannya.“Kemana Luna? Apa dia tidur? Padahal aku sudah memintanya untuk menunggu.” Bella sangat lelah dan mengantuk. Dia butuh
Amira membuka mata. Dia benar-benar tidak bisa lagi tidur tanpa Wijaya. Jari-jarinya meraba kasur yang kosong. Kehangatan dari pelukan suaminya sudah menjadi kebiasaan.“Sayang,” sapa Amira lembut. Dia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat.“Kemana dia?” Amira duduk di tepi kasur. Dia kesulitan melihat karena pencahayaan yang sedikit di dalam kamar.“Sayang.” Amira beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju sakelar lampu dan menyalakannya. Wanita itu mengetuk kamar mandi dan tidak ada jawaban.“Apa dia pergi?” Amira melihat jam yang telah menujukkan pukul sepuluh malam.“Sepertinya aku tertidur di mobil. Aku lihat Keano dulu.” Amira tersenyum. Dia melihat pakaian yang telah diganti dengan piyama tidur. Wanita itu segera pergi ke kamar putranya.“Sudah tidur. Apa dia asi dari botol?” Amira mencium Keano yang terlelap. Wanita itu menuruni tangga dan memastikan bahwa Wijaya ada di ruang kerja. Dia baru saja akan mengetuk dan pintu sudah terbuka. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya yan
Amira dan Wijaya masih berada di puncak bukit. Mereka berdua menikmati matahari terbenam. Sang istri duduk di pangkuan suami. Pelukan kuat dari belakang oleh Wijaya Kusuma. Kedua tangan pria itu mengunci pinggang Amira. “Sayang, apa kita menginap di sini saja?” tanya Wijaya mencium punggung leher Amira.“Tidak bisa. Aku kangen Keano. Dia belum asi,” jawab Amira.“Hmm. Keano nomor satu di hati kamu,” ucap Wijaya menggigit pundak Amira.“Aaah. Sakit.” Amira mencubit paha Wijaya.“Kamu membuat aku cemburu. Padahal hari ini aku mau memiliki kamu untuk diriku sendiri. Tidak memikirkan Keano yang berada di rumah.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Apa sih. Kiano itu anak kita,” ucap Amira.“Ya. Keano adalah anak kita, Sayang.” Wijaya tersenyum. Dia menyentuh bibir Amira dengan jarinya.“Kamu tidak boleh begitu. Bersaing dengan Keano yang anak sendiri.” Amira merapikan diri agar tubuhnya benar-benar berhadapan dengan Wijaya.“Aku tahu, Sayang. Aku terlalu mencintai dan takut keh