Terima kasih atas dukungan. Semoga suka dan berbahagia.
Wijaya menunggu Amira, tetapi wanita itu tidak kembali juga sehingga dia harus menyusulnya. Pria itu bisa melihat Amira yang tidur siang bersama dengan Keano.“Dia selalu tidur setiap kali memberi asi. Apa merasa nyaman atau memang lelah?” Wijaya tidak ingin mengganggu istirahat Amira dan Keano. Dia mengambil laptop dan ponsel. Kembali lagi ke kamar putranya agar bisa terus melihat dua orang yang paling penting dalam hidupnya.Wijaya duduk di sofa dan mulai bekerja. Dia sibuk dan fokus. Sesekali melihat pada anak dan istrinya yang tidur dengan tenang. “Dia benar-benar terlihat nyaman bersama Keano.” Wijaya tersenyum. Pria itu kembali bekerja dan memeriksa laporan setelah pembatalan rapat.“Aku harus menghubungi Jack agar segera menyingkirkan Perusahaan Lucas.” Wijaya keluar dari kamar dan berdiri depan pintu.“Halo, Jack.” Wijaya menutup pintu kamar Keano. Dia tidak mau membuat Amira terbangun dan mendengarkan percakapannya dengan Jack.“Ya, Bos.” Jack dengan cepat menerima panggilan
Lucas yang baru masuk Perusahaan sangat terkejut menerima laporan dari sekretarisnya. Kantor menjadi sibuk dan ricuh karena kabar kebangkrutan telah tersebar kemana-mana. Beberapa cabang mereka telah diambil Wijaya.“Apa?” Lucas segera berdiri dan menghempaskan berkas laporan yang diberikan oleh beberapa kepala divisi kepadanya.“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Lucas.“Maaf, Pak. Mereka menyerahkan empat kantor cabang kepada Wijaya,” ucap sekretaris Lucas.“Kita benar-benar hancur.” Lucas terduduk lemah di kursinya. “Apa ini akibat dari Luna yang menyakiti Amira?” tanya Lucas di dalam hati. “Aku harus meminta ampunan Wijaya. Perusahaan akan tutup dan tidak mampu membayar gaji karyawan. Kami baru menanamkan modal pada banyak bisnis untuk mengembangkan Perusahaan.” Lucas menatap orang-orang yang tertunduk di depannya.“Pak, bukankah putri Anda adalah istri dari Wijaya Kusuma? Kenapa dia menargetkan kita? Apa yang terjadi. Selama ini baik-baik saja,” ucap seorang pria.“Mungkin kehid
Amira masih diam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia menunduk dan tidak melakukan apa pun. Wanita itu bingung dan gugup. “Amira,” sapa Wijaya dan tidak ada respon dari Amira. Wanita itu masih terkejut dengan kedatangan Luna dan juga perlakukan dari suaminya yang secara tiba-tiba menciumnya di depan mama kandung Keano. “Amira.” Wijaya memegang lengan Amira. “Ahh!” Amira tampak lemas. “Ada apa, Amira? Apa ada yang sakit?” tanya Wijaya. “Mm.” Amira menggelengkan kepalanya. “Kenapa kamu seperti ini?” Wijaya melihat perubahan dari sikap dan raut wajah Amira. Tidak ada lagi senyuman di bibir wanita itu. “Amira kenapa kamu begini?” Wijaya meletakkan kedua tangan di pipi Amira. “Tidak apa.” Amira menghindari tatapan Wijaya. Dia mulai takut pada pria itu. “Amira, ada apa dengan kamu? Katakana kepadaku. Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku menyakiti kamu?” tanya Wijaya terus karena tidak mendapatkan jawaban dari Amira. “Kenapa kamu lakukan ini padaku?” Amira menatap Wijaya. “Mela
Wijaya tidak peduli dengan kekacauan yang terjadi di dunia bisnis. Pria itu mau menikmati bulan madu sesungguhnya. Walaupun itu bukan yang pertama untuk mereka, tetapi dalam suasana hati yang berbeda. Tidak ada paksaan dan amarah, tetapi saling suka serta menginginkannya. Dia mau ke luar negeri, tetapi Keano masih kecil.“Bereskan berkas dan kita pulang,” ucap Wijaya.“Ya.” Amira memindahkan berkas yang telah disusunnya ke dalam lemari yang dikunci agar tidak ada kesempatan untuk orang dengan niat jahat mengambilnya.Wijaya memiliki banyak musuh karena cara dia mengalahkan pesaingnya dengan berbagai cara. Baik halus atau kasar. Ketika dia menginginkan sesuatu akan didapatkan dengan segala cara.“Aku sudah bersama kamu cukup lama, tetapi masih belum mengenal diri kamu yang asli. Ada begitu banyak rahasia yang tersimpan dan tidak aku ketahui.” Amira memperhatikan Wijaya yang terlihat mengenakan jas dan mengambil kunci mobil yang ada di atas meja.“Apa kamu sudah selesai?” tanya Wijaya me
Wijaya benar-benar lebih tenang ketika di rumah. Pria itu tidak mengganggu Amira yang terus bersama Keano. Dia sibuk bekerja di ruang kerjanya.“Harusnya dia bisa membantuku ketika di rumah.” Wijaya tersenyum. Dia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul Sembilan malam.“Apa Keano belum tidur sehingga Amira tidak juga datang kemari?” tanya Wijaya pada dirinya sendiri. Pria itu berharap Amira akan tetap berada di sisinya sebagai seorang istri, asisten dan sekretaris ketika mereka berada di rumah. Terus bekerja sama dalam segala hal.“Aku akan menghubunginya.” Wijaya mengambil ponsel yang ada di atas meja dan mencoba menghubungi Amira. Sang pemilik ponsel tidak mendengarkan ada panggilan karena dia mematikan nada dering.“Kenapa tidak diangkat? Apa kamu sudah tidur?” tanya Wijaya yang segera menghubungi bibi. Pria itu masih harus bekerja sehingga tidak ingin keluar dari ruanganya.Bibi yang sedang berada di dapur segera menerima panggilan dan berjalan menuju ruang kerja. Wanita itu paham
Amira keluar dari kamar mandi dan berdiri di depan Wijaya Kusuma tanpa bicara sepatah kata pun. Dia sudah merapikan diri dan ingin tidur.“Ada apa?” tanya Wijaya melihat pada Amira.“Aku mau pergi tidur. Sudah jam setengah sebelas,” jawab Amira.“Tidurlah di sofa bed itu. Aku akan menggendong kamu,” tegas Wijaya kembali bekerja.“Hah!” Amira kesal.“Aku mau tidur di kamar,” balas Amira.“Tidak boleh. Kita akan pergi ke kamar bersama. Sekarang kamu tidur di sana dan jangan membantah,” ucap Wijaya. Pria itu sudah tahu bahwa Amira berbohong karena dia selalu mendapatkan laporan dari bibi tentang masa mentruasi seorang wanita.“Berani-beraninya kamu berbohong padaku,” ucap Wijaya di dalam hati. Dia melihat Amira berjalan menuju sofa dan merebahkan diri. Wanita itu memang sudah sangat mengantuk.“Bajuku sudah basah dan lengket,” tegas Amira.“Buka saja. Aku akan berikan bajuku untuk kamu,” ucap Wijaya.“Tidak perlu.” Amira mengambil selimut dan memasukan ke dalam bajunya. Dia sudah membersi
Amira segera keluar dari bak mandi. Dia sangat kesal karena tidak bisa menahan diri dan bahkan memimpin permainan panas dengan Wijaya Kusuma.“Kenapa terburu-buru.” Wijaya memegang tangan Amira yang berdiri di tepi bak mandi. Wanita itu tanpa mengenakan apa pun. Dia membelakangi pria yang sudah membuatnya ikut menggila dalam bercinta.“Kemarilah!” Wijaya menarik kembali tubuh Amira sehingga jatuh ke dalam bak mandi. “Aaahh! Ini berbahaya.” Amira melotot. Dia benar-benar takut.“Jangan pernah pergi begitu saja setelah mencapai puncak kenikmatan.” Wijaya tersenyum. Dua anak manusia itu tidak mengenakan apa pun yang menutupi tubuh telanjang mereka.“Aku sudah dingin,” ucap Amira memalingkan wajahnya. Dia malu setiap kali selesai bercinta dengan Wijaya.“Kenapa membuang wajah dan tidak menatapku ketika berbicara?” Wijaya memegang pipi Amira dan melurukan dengan wajahnya.“Aku suka dengan gaya bercinta kamu yang agresif dan cukup ganas. Kita bisa saling mengimbangi, Sayang.” Wijaya memeluk
Wijaya Kusuma memperhatikan Amira. Dia tidak melihat cemburu dan kecewa pada mata serta senyuman istrinya. Luka yang diterima oleh sang istri jauh lebih sakit dari itu. Perceraian dan dibuang dari pria pertama dalam hidupnya.“Itu bagus. Dulu, Andika tidak buta karena mempertahankan kamu hingga pernikahan, tetapi sayanngnya. Harta dan tahta membuat pria itu membuang kamu.” Wijaya menatap Amira.“Ya.” Amira tersenyum tipis.“Tidak perlu khawatir, Sayang. Sekarang kamu memiliki suami yang lebih berkuasa darinya. Tidak akan ada lagi orang yang berani menyakiti dan merendahkan kamu. Katakan saja apa kamu inginkan. Pasti akan aku berikan,” ucap Wijaya.“Benarkah?” Amira tersenyum.“Kecuali perpisahan,” tegas Wijaya.“Hahaha. Siapa juga yang mau berpisah,” ucap Amira pelan.“Apa? Ulangi lagi.” Wijaya memegang tangan Amira.“Tidak ada. Sudah lewat. Aku selesai.” Amira beranjak dari kursi.“Aku juga ingin bahagia, tetapi bersamamu sangat sulit. Terlalu tinggi puncak yang harus aku daki. Terlal
Dokter Ibra dan tim sudah tiba di rumah. Mereka mengejutkan Amira yang masih terkurung di ruang tengah. Wanita itu segera beranjak dari sofa.“Siapa?” tanya Amira.“Dokter Ibra.” Mahira bingung dengan kedatangan dokter Ibra di malam hari.“Ada apa ini?” Mahira melihat pelayan wanita yang membukakan pintu.“Di mana Wijaya?” tanya dokter Ibra.“Apa? Apa maksud kamu menanyakan Wijaya?” Amira memegang tangan dokter Ibra. Wanita itu heran karena teman Wijaya memawa tim dokter dengan perlengkapan medis. “Wijaya….” Dokter Ibra menatap mata Amira yang sudah bengkak dan wajahnya sembab. Itu menjelaskan bahwa istri dari Wijaya Kusuma sudah nangis sepanjang malam.“Ayo masuk dan duduk.” Dokter Ibra menarik tangan Amira duduk di sofa. Dia harus menenankan wanita yang bergitu trauma dengan kehilangan.“Siapa yang sakit? Apa Devano terluka?” tanya Amira yang terus menangis dan terisak.“Aku tidak tahu, Amira. Wijaya tidak bisa dihubungi. Kami hanya mendapatkan kiriman symbol bahaya,” jelas dokter I
Andika tidak membangunkan Cantika. Dia segera mematikan tv dan beganti pakaian. Pria itu keluar dari rumah dengan mengendarai mobilnya. Cuaca yang buruk membuat semua penerbangan ditunda. Mereka hanya bisa bepergian menggunakan jalur darat dengan waktu tempuh yang lebih lama.Wijaya yang terus mengawasi penerbangan Devano dengan cepat mengetahu kabar kecelakaan. Ada dua orang anak buahnya yang ikut dalam pesawat. Pria itu dengan cepat pergi ke lokasi dengan mobil terbaiknya bersama Jack dan orang-orang kepercayaan. Dia jauh lebih khawatir akan keselamatan putra Amira karena telah berjanji akan membawa pulang bayi tampan itu kepada sang ibu.“Kamu harus selamat, Devano. Aku tidak mau melihat Amira menangis dan terpuruk lagi.” Wijaya tidak tenang berada di dalam mobil. “Pak, sebaiknya Anda menghubungi Nyonya,” ucap Jack. “Benar.” Wijaya mencari ponsel yang berada di dalam tas. Pria itu melihat ada banyak panggilan tidak terjawab dari Amira.“Ah sial. Ponselku diam. Amira pasti sudah m
Anto dan rombongan tiba di bandara. Mereka terbang dengan pesawat malam agar pergerakan tidak terlalu terlihat.“Hm.” Sulas memperhatikan Devano yang terus terlelap. Bayi itu benar-benar tenang ketika melakukan perjalanan. Dia sudah terbiasa dan merasa nyaman dalam pelukan pengasuhnya.“Kenapa?” tanya Anto yang selalu berada di sisi Sulas.“Aku sudah sayang dan jatuh cinta pada Devano,” jawab Sulas dengan wajah sedihnya. Wanita itu benar-benar tidak rela memberikan Devano kepada Cantika. Dia takut bayi tampan dan sehat akan mendapatkan siksaan dari perempuan yang tega memisahkan seorang anak dari ibunya.“Aku akan meminta Ibu Cantika menjadikan kamu pengasuh Devano. Bagaimana? Apa kamu mau?” Anto mencium dahi Sulas.“Mau,” ucap Sulas cepat dengan senyuman lebar.“Aku akan mengusahakannya.” Anto merangkul Sulas.Pesawat terus berada di udara. Para penumpang terlelap. Cuaca cukup burung di langit. Hujan lebat dan petir kilat menjambar dengan kuat.“Ada apa ini?” Para penumpang yang sedan
Anto dan anak buahnya bergerak di malam hari. Mereka meninggalkan pulau dengan kapal. Bayi tampan dengan kulit putih bersih berada dalam gendongan Sulas. Putra dari Andika dan Amira tertidur lelap. Lelaki kecil itu mampu bersaing dengan Keano. Lahir dari bobot dan bibit terbaik kedua orang tuanya.Wijaya dan Amira tidur dalam senyuman. Mereka tidak tahu bahwa putra yang dijaga dan dilindingi dari kejauhan akan datang sendiri ke kota dan tidak sulit untuk digapai. Berbeda ketika berada di pulau terpencil. Ada bgitu banyak penjaga dan lokasi yang sulit dijangkau.Jack yang selalu memantau pulau menggantikan pekerjaan Leon mendapatkan laporan dari anak buah mereka. Pria itu tidak bisa memberikan perintah menyerang dan merebut Devano karena Wijaya yang tidak bisa dihubungi. Dia hanya bisa terus mengikuti dan mengawasi pergerakan Anto beserta rombongannya. “Ada apa?” tanya Leon.“Devano dibawa keluar pulau. Apa kita rebut sekarang?” Jack melihat pada Leon.“Bukankah ini memang rencana Pak
Cantika terlihat melamun. Wanita itu benar-benar telah banyak berkorban untuk Andika dan sang suami menjadikan dirinya pemuas nafsu sebagai pengganti Amira. “Apa aku harus membunuh Devano?” tanya Cantika pada dirinya yang duduk di depan cermin meja rias.“Tetapi, jika aku tidak bisa hamil artinya kami tidak akan pernah punya anak sedangkan Devano adalah putra kandung Andikan. Darah daging suamiku.” Cantika benar-benar gelisah.“Aku akan membawa Devano pulang. Mengatakan kepada Andika bahwa itu anak saudara jauh yang ditinggal orang tuanya. Aku akan meminat izin untuk mengadopsinya dengan alasan sebagai pemancing agar bisa hamil dan kasian.” Cantika tersenyum dengan rencananya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi penjaga Devano.“Halo, bawa Devano pulang. Aku menginginkan dia. Pulau itu ambil saja untuk kalian,” ucap Cantika.“Baik, Bos.” Pria di seberang panggilan sangat senang. Mereka memiliki pulau pribadi dengan laut yang kaya. “Aku akan membesarkan anak Andika dan Amira. Itu tid
Luna melakukan penerbangan ke Amerika bersama Robert dan Bella. Wanita itu akan memulai karier sebagai aktris dan melanjutkan status modelling. Mereka sudah berada di apartemen milik Perusahaan.“Hah! Akhirnya aku bisa tinggal di tempat yang mewah lagi.” Luna menghempas tubuhnya di kasur.“Apartemen ini benar-benar mewah,” ucap Bella memperhatikan sekeliling. Kamar itu sangat luas dan lengkap. Ada dapur, ruang tamu dan bahkan balkon untuk bersantai. Kolam renang di atas Gedung.“Iya. Amerika memang gila dalam dunia entertaimen. Apalagi perfilm.” Luna beranjak dari kasur dan berjalan ke balkon.“Pemandangan yang indah. Aku suka tempat ini. Mahal.” Luna membentangkan tangan menghidup udara pagi.“Belum kontrak kerja, tetapi kita sudah dapat kemewahan.” Bella mendekati Luna yang berada di balkon.“Wijaya pasti punya saingan di Amerika ini. Aku ingin membuat pria itu menderita dengan kehilangan Amira. Aku akan balas dendam.” Luna mengepalkan tangannya.“Dia mencintai Amira dan membuang dir
Amira berada di halaman belakang. Wanita itu bermain bersama bayi tampan dan cerdasnya. Wanita itu benar-benar telah mengiklaskan Devano dengan adanya Keano.“Non, hari sudah mulai gelap. Sebaiknya Anda dan Keano masuk ke dalam rumah,” ucap bibi.“Bibi bawa Keano ke kamar.” Amira memberikan Keano kepada bibi.“Anda mau kemana?” tanya bibi.“Aku mau menunggu hujan turun.” Amira tersenyum.“Non, nanti Bapak marah,” ucap bibi khawatir.“Tidak akan. Aku suka hujan. Sudah lama tidak bermain air hujan. Bibi masuklah. Aku akan selesai sebelum Pak Wijaya pulang. Hari ini dia lembur.” Amira mendorong tubuh bibi masuk ke dalam rumah. Dia menutup pintu dan duduk di tengah halaman.“Semoga hanya hujan dan tidak ada kilat, Guntur serta petir.” Amira mendongak dan tetesan pertama jatuh tepat di wajahnya.“Aah!” Amira tersenyum. Dia benar-benar menyukai hujan. Aroma dan suara air yang jatuh ke bumi memberikan ketenangan untuknya.“Ahhhhh!” Amira berdiri dan berputar di atas rumput yang basah. Dia men
Wijaya benar-benar serius untuk menjemput Devano. Dia tidak ingin Cantika lebih dulu mengambil bayi dari Amira. Pria it uterus memantau laporan dari anak buahnya yang menjaga di pesisir pantai dekat dari pulau tempat tinggal Devano.“Kita akan berperang jika tidak bisa mengambil Devano baik-baik,” ucap Wijaya. Pria itu berada di rumah sakit.“Apa tidak ada kesempatan?” tanya Leon.“Aku tidak ingin menambahkan korban lagi. Kita akan mengganti para penjaga mereka pelan-pelan. Ambil Devano di mana Cantika akan bergerak,” tegas Wijaya yang duduk di sofa bersama dengan Jack.“Maafkan aku, Bos,” ucap Leon.“Kamu minta maaf untuk apa?” tanya Wijaya menoleh pada Leon yang masih berbaring di tempat tidur.“Saya tidak bisa menyelesaikan tugas,” jawab Leon.“Tugas kamu sudah selesai,” tegas Wijaya.“Ini pertama kalinya orang kepercayaanku terluka. Padahal hanya pergi mencari anak Amira. Berperang melawan musuh dunia bisnis tidak membuatku mengorbankan banyak orang.” Wijaya menatap layar computer
Cantika menunggu Andika di dalam kamar. Suaminya benar-benar sering lembur.“Sayang.” Cantika menyambut kedatangan Andika. Wanita itu mengambil jas dan tas dari tangan suaminya. “Kamu mandi dulu,” ucap Cantika tersenyum pada Andika.“Ya.” Andika masuk kamar mandi. Membersihkan diri yang lelah dan gerah. Pria itu keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggang.“Sayang.” Cantika memeluk Andika. Dia menggantungkan kedua tangan di leher suaminya.“Ada apa?” tanya Andika mencium bibir Cantika.“Kemarilah! Ada yang mau aku bicarakan.” Cantika menarik Andika ke tempat tidur.“Kamu mau berbicara atau bercinta?” Andika berada di atas kasur dan Cantika duduk di perut ratanya. Jari-jari wanita itu merada dada bidang suaminya.“Sayang, aku belum juga hamil. Apa kita perlu program dengan dokter?” tanya Cantika.“Apa?” Andika terkejut. “Siapa yang tidak sehat?” tanya Andika menatap Cantika.“Aku sudah periksa dan sehat,” jawab Cantika.“Apa itu artinya aku yang tidak sehat?