Terima kasih atas dukungannya. See Soon.
Amira sudah bersiap pergi ke kantor. Wanita cantik itu mengenakan kemeja lengan panjang dan celana hitam panjang. Dia berdiri di depan cermin untuk merapikan diri.“Kamu mau kemana?” tanya Wijaya memeluk Amira dari belakang. Pria itu baru keluar dari kamar mandi dan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggangnya sebatas paha.“Basah.” Amira memukul lengan kekar Wijaya yang tepat di perutnya.“Hanya rambutku saja,” ucap Wijaya mencium leher Amira.“Apa kamu sudah mau masuk kerja? Itu artinya, kita sudah bisa bercinta.” Wijaya tersenyum.“Tidak bisa. Aku sedang mentruasi,” tegas Amira.“Apa? Itu tidak mungkin.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap padanya.“Benar. Biasanya memang begitu. Setelah masa nifas, maka akan langsung dilanjut dengan mentruasi.” Amira tersenyum puas.“Kamu tidak bohong kan?” Wijaya menatap Amira dengan tajam. Dia tidak ingin wanita itu sengaja menghindarinya.“Apa perlu aku perlihatkan di kamar mandi?” tanya Amira.“Tidak. Aku percaya kepada kamu,” j
Amira menghentikan ciuman Wijaya. Dia mendengar ketukan pintu dan suara Dody. Wanita itu segera turun dari pangkuan suami dan merapikan diri.“Ada apa, Sayang?” Wijaya memperhatikan Amira. Mereka seperti pasangan yang sedang selingkuh karena bermesraan secara sembunyi karena tidak mau diketahui orang lain.“Ada orang,” jawab Amira.“Aku rasa Pak Dody,” ucap Amira berjalan mendekati pintu.“Andai aku boleh publikasikan status kamu. Kita tidak perlu seperti ini, Amira. Aku akan perlihatkan pada dunia. Betapa aku mencintai kamu hingga menggila.” Wijaya menghela napas dengan berat. Pria itu pun beranjak dari kursi dan merapikan jas serta dasinya yang miring karena ditarik Amira. “Pak Dody. Silakan masuk.” Amira tersenyum pada Dody.“Apa Anda sudah sehat?” tanya Dody masuk ke dalam ruangan Wijaya.“Ya. Terima kasih selalu ada untuk membantu Pak Wijaya.” Amira benar-benar mampu menenangkan dirinya karena dia sudah terbiasa bermesraan dengan Wijaya. Dia bukan wanita yang mengejar pria itu, t
Luna sangat kesal dengan jawaban Amira. Wanita itu menyesal karena tidak membunuh sang perebut suaminya ketika masih ada kesempatan.“Plak!” Luna tidak bisa menahan diri sehingga dia menampar pipi Amira.“Apa salah saya?” Amira memegang pipinya.“Karena kamu terus berada di sisi, Wijaya. Plak!” Luna menapar pipi pada bagian yang lain.“Luna!” teriak Wijaya.“Plak! Plak!” Wijaya menampar kedua pipi Luna dengan sangat kuat hingga wanita itu jatuh tersungkur ke lantai. Semua orang terkejut dengan teriakan Wijaya sehingga melihat ke arah mereka.“Apa yang terjadi?” tanya semua orang di dalam hati. Mereka tidak berani mendekat sehingga para pengawal pun menutup Wijaya dengan membuat pagar tubuh. “Apa sakit?” Wijaya memeriksa pipi. Pria itu tidak ingin wanita yang dicintainya terluka lagi. “Mmm.” Amira menggeleng.“Ayo pergi.” Wijaya langsung menggendong Amira. Dia membawa wanita itu keluar dari pintu belakang. “Ahh!” Amira terkejut. Mereka akan melakukan pertemuan besar yang sudah bebera
Wijaya berdiri di ujung pintu ruang pertemuan. Pria itu memperhatikan semua orang dan tidak lagi mendapatkan Luna bersama orang tua.“Pak Wijaya.” Mereka mendekati Wijaya.“Apa kita akan melanjutkan rapat?” tanya Dody.“Tidak. Kalian nikmati saja hari ini sebagai pesta.” Wijaya keluar begitu saja setelah melihat semua orang.“Terima kasih,” ucap semua orang. Jarang sekali Perusahaan Wijaya memberikan jamuan mewah kepada rekan bisnis. Hampir tidak pernah terjadi.Wijaya kembali ke ruangan kerja. Dia melihat Amira yang masih menikmati makanan yang ada di atas meja. Pria itu tersenyum bahagia karena istrinya kembali bernafsu untuk makan.“Sayang, apa kamu belum lapar?’ Wijaya memeluk Amira dari belakang. Pria itu mencium leher istrinya.“Jangan lakukan itu! Kamu tahu kan leher adalah bagian sensitive,” ucap Amira.“Karena itulah aku melakukannya.” Wijaya tersenyum.“Apa kamu tidak mau makan? Kita tidak perlu keluar untuk makan siang.” Amira tersenyum.“Iya, Sayang. Kita makan di sini saja
Luna menghempas tubuhnya di kasur. Wanita itu sangat kesal dengan Amira dan Wijaya. Dia benar-benar sudah dibuang.“Aargghh!” Luna berteriak. Dia membuang bantal dan guling ke lantai.“Luna.” Mariama menyusul Luna ke kamar.“Sial! Sial! Wijaya benar-benar sudah menjadi gila karena Amira. Dia tidak pernah memukulku, tetapi sekarang pria itu menjadi jahat.” Luna menangis histeris.“Tenangkan diri kamu, Luna. Lebih baik kalian bercerai. Kamu cari pria lain.” Mariama memeluk Luna. “Tidak. Tidak boleh ada wanita mana pun yang bersama Wijaya.” Luna benar-benar histeris. Wanita itu merasa hidupnya hancur karena hidup yang tenang telah berubah sejak kehadiran Amira.“Ma, kehadiran Amira benar-benar merusak kebahagiaanku.” Luna menatap Mariama.“Luna. Sadarlah! Wijaya itu tidak bisa ditaklukkan. Dia tidak peduli tua atau pun muda. Dia bahkan sudah melenyapkan tim film yang menyakiti Amira,” jelas Mariama.“Apa?” Luna mengerutkan alisnya.“Mama sudah menyelidiki Wijaya. Dia berbahaya, Luna. Pri
Wijaya menunggu Amira, tetapi wanita itu tidak kembali juga sehingga dia harus menyusulnya. Pria itu bisa melihat Amira yang tidur siang bersama dengan Keano.“Dia selalu tidur setiap kali memberi asi. Apa merasa nyaman atau memang lelah?” Wijaya tidak ingin mengganggu istirahat Amira dan Keano. Dia mengambil laptop dan ponsel. Kembali lagi ke kamar putranya agar bisa terus melihat dua orang yang paling penting dalam hidupnya.Wijaya duduk di sofa dan mulai bekerja. Dia sibuk dan fokus. Sesekali melihat pada anak dan istrinya yang tidur dengan tenang. “Dia benar-benar terlihat nyaman bersama Keano.” Wijaya tersenyum. Pria itu kembali bekerja dan memeriksa laporan setelah pembatalan rapat.“Aku harus menghubungi Jack agar segera menyingkirkan Perusahaan Lucas.” Wijaya keluar dari kamar dan berdiri depan pintu.“Halo, Jack.” Wijaya menutup pintu kamar Keano. Dia tidak mau membuat Amira terbangun dan mendengarkan percakapannya dengan Jack.“Ya, Bos.” Jack dengan cepat menerima panggilan
Lucas yang baru masuk Perusahaan sangat terkejut menerima laporan dari sekretarisnya. Kantor menjadi sibuk dan ricuh karena kabar kebangkrutan telah tersebar kemana-mana. Beberapa cabang mereka telah diambil Wijaya.“Apa?” Lucas segera berdiri dan menghempaskan berkas laporan yang diberikan oleh beberapa kepala divisi kepadanya.“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Lucas.“Maaf, Pak. Mereka menyerahkan empat kantor cabang kepada Wijaya,” ucap sekretaris Lucas.“Kita benar-benar hancur.” Lucas terduduk lemah di kursinya. “Apa ini akibat dari Luna yang menyakiti Amira?” tanya Lucas di dalam hati. “Aku harus meminta ampunan Wijaya. Perusahaan akan tutup dan tidak mampu membayar gaji karyawan. Kami baru menanamkan modal pada banyak bisnis untuk mengembangkan Perusahaan.” Lucas menatap orang-orang yang tertunduk di depannya.“Pak, bukankah putri Anda adalah istri dari Wijaya Kusuma? Kenapa dia menargetkan kita? Apa yang terjadi. Selama ini baik-baik saja,” ucap seorang pria.“Mungkin kehid
Amira masih diam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia menunduk dan tidak melakukan apa pun. Wanita itu bingung dan gugup. “Amira,” sapa Wijaya dan tidak ada respon dari Amira. Wanita itu masih terkejut dengan kedatangan Luna dan juga perlakukan dari suaminya yang secara tiba-tiba menciumnya di depan mama kandung Keano. “Amira.” Wijaya memegang lengan Amira. “Ahh!” Amira tampak lemas. “Ada apa, Amira? Apa ada yang sakit?” tanya Wijaya. “Mm.” Amira menggelengkan kepalanya. “Kenapa kamu seperti ini?” Wijaya melihat perubahan dari sikap dan raut wajah Amira. Tidak ada lagi senyuman di bibir wanita itu. “Amira kenapa kamu begini?” Wijaya meletakkan kedua tangan di pipi Amira. “Tidak apa.” Amira menghindari tatapan Wijaya. Dia mulai takut pada pria itu. “Amira, ada apa dengan kamu? Katakana kepadaku. Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku menyakiti kamu?” tanya Wijaya terus karena tidak mendapatkan jawaban dari Amira. “Kenapa kamu lakukan ini padaku?” Amira menatap Wijaya. “Mela
Tidak butuh waktu lama. Wijaya mempersiapkan pesta meriah tanpa harus merepotkan dirinya dan istri. Sebuah Gedung mewah telah dihias sedemikian rupa. Pria itu mengundang semua orang dari lingkungan bisnisnya dan juga para wartawan agar bisa siaran langsung.“Permisi, Nyonya. Pakaian Anda sudah datang,” ucap bibi.“Pakaian apa, Bi? Apa Pak Wijaya beli lagi?” tanya Amira.“Pakaian pesta untuk besok,” jawab bibi.“Pesta?” Amira menatap pada bibi. Dia benar-benar lupa dengan pesta yang dijanjikan Wijaya untuknya dan anak-anak.“Iya, Bu. Besok akan ada pesta besar dan meriah. Pak Wijaya mengundang semua orang untuk hadir dan acara disiarkan langsung melalui stasiun televisi serta jaringan internet. Besok adalah hari khusus untuk keluarga Wijaya Kusuma,” jelas bibi tersenyum bahagia.“Apa?” Amira terkejut.“Aku pikir hanya pesta biasa saja.” Tidak ada yang perlu Amira khawatirkan karena dia tidak memiliki keluarga. Wanita itu tumbuh dan besar di panti asuhan dengan kejam sehingga dia harus
Wijaya terlihat tersenyum. Pria itu benar-benar merasakan kehidupan yang tenang dan normal. Dia memandangi istrinya yang sedang bersiap untuk tidur. “Ada apa?” tanya Amira.“Apa kamu lupa sesuatu?” Wijaya balik bertanya.“Apa? Aku rasa tidak ada apa pun.” Amira membuka ikatan rambutnya.“Bukankah ada perjanjian diantara kita?” Wijaya menarik pinggang Amira hingga wanita itu jatuh di pangkuannya. “Oh ya. Bagaimana kabar Luna?” tanya Amira memutar tubuh menghadap Wijaya.“Aku harus membayar mahal untuk menebuh Luna. Apa kamu mau melihat laporannya?” Wijaya menatap Amira.“Apa dia sudah berhasil diselamatkan?” Amira melingkarkan tangan di leher Wijaya.“Tentu saja, Sayang. Aku bisa melakukan apa pun dengan mudahnya. Apa kamu tidak percaya?” tanya Wijaya.“Aku percaya. Jadi, apa yang kamu inginkan sebagai ibalannya?” Amira mengecup bibir Wijaya sekilas.“Pesta yang meriah,” ucap Wijaya.“Apa?” Amira bingung.“Pesta apa?” tanya Amira.“Asalkan kamu setuju. Aku akan mengadakan pesta yang s
Andika hanya terdiam. Usahanya mendekati Wijaya gagal. Pria itu benar-benar tidak ada harapan untuk bisa bertemu dengan anak dan mantan istrinya lagi. “Hah!” Andika sangat ingin bertemu dengan Devano. Pria itu tidak tahu lagi rupa dari putranya yang sudah bertambah usia. Bayi sehat yang dibesarkan oleh susu alami langsung dari sumbernya. Hidup di alam yang bebas. “Andika, bagaimana ini? Apa kamu ceraikan Cantika dan segera menikah lagi?” Marni menatap Andika. “Aku tidak tahu lagi, Ma. Itu masih lama sedangkan aku pun tidak pernah jatuh cinta lagi setelah dengan Amira.“Mama yang memaksaku bercerai sehingga aku mendapatkan hukuman ini.” Andika masuk ke dalam mobil dan Marni mengikutinya.“Apa kamu menyalahkan Mama?” tanya Marni duduk di samping Andika.“Ini salah aku sendiri yang mengikuti kemauan Mama,” jawab Andika. “Sekarang Amira menjadi istri Wijaya. Pria paling kaya dan berkuasa di negara ini.” Andika menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kantor Wijaya.Wijaya melihat Andika
Amira melihat ke pintu. Dia tidak juga melihat kedatangan suaminya. Wanita itu heran karena dia tidak bisa menggunakan ponselnnya. Padahal jaringan internet sangat kuat. Kegiatannya seakan dibatasi sehingga hanya bisa mengaskses tertentu saja.“Kenapa dia tidak datang ke kamar anak-anak? Apa tidur di kamar atas?” tanya Amira meletakkan kembali ponsel di atas meja. Dia beranjak dari sofa dan mendekati tempat tidur kedua anaknya. Wanita itu merebahkan diri dan memejamkan matanya.Wijaya bangun lebih awal. Dia mandi dan berpakaian rapi. Pria itu keluar dari kamar dengan tenang dan pergi ke kamar anak-anaknya.“Di mana mereka?” Wijaya melihat kamar yang kosong.“Apa sedang mandi?” tanya Wijaya melepaskan jas di atas sofa. Dia pergi ke kamar mandi yang tertutup. Pria itu bisa mendengarkan canda dan tawa istri serta dua putranya.“Hm. Harusnya aku mandi bersama mereka saja.” Wijaya melepaskan kemeja dan celananya. Dia masuk ke dalam bak mandi.“Sayang.” Amira tersenyum melihat pada Wijaya su
Wijaya berada di ruang kerja yang ada di rumahnya. Pria itu tertidur di sofa hingga Amira pun datang menyusul.“Kenapa belum kembali?” Amira membuka pintu dengan perlahan dan melihat Wijaya rebahan di sofa dengan laptop masih menyala.“Pasti sangat sibuk. Kenapa tidak minta bantuanku?” Amira mengambil laptop Wijaya dan berniat untuk menutupnya.“Apa?” Amira hampir menjatuhkan laptop karena terkejut dengan apa yang dilihatnya. Tayangan video penyiksaan Luna yang berada di luar negeri.“Tidak.” Amira menggeleng dan terduduk di sofa hingga membangunkan Wijaya. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya melihat computer lipatnya yang berada di pangkuan Amira. Mata wanita itu melotot. “Sayang.” Wijaya segera menarik dan menutup laptop. Meletakakn di atas meja.“Apa itu Luna?” tanya Amira.“Apa kamu melihatnya?” Wijaya balik bertanya. Pria itu segera memeluk Amira.“Kenapa? Kenapa dia begitu? Luna kesakitan.” Amira menangis. Tubuh wanita itu menggigil ketakutan karena Luna digauli dan disiksa oleh ba
Wijaya berada di perusahaannya. Dia sudah tenang karena telah mendapatkan dan menghancurkan dalang di balik kecelakaan malam itu yang membahayakan nyawa dia dan istrinya.“Selama Amira dan anak-anak tetap di rumah. Mereka pasti aman.” Wijaya menatap layar computer yang memperhatikan aktivitas Amira dan anak-anak mereka.“Permisi, Pak.” Dody masuk ke dalam ruangan Wijaya. “Ada apa?” tanya Wijaya tanpa melihat pada Dody.“Di depan ada Pak Andika dan keluarga,” ucap Dody.“Apa?” Wijaya langsung menutup layar computer dan menatap pada Dody. Dia cukup terkejut mendengarkan nama Andika.“Ya. Pak Andika dan kedua orang tuanya,” ucap Dody.“Kenapa mereka datang ke kantorku?” tanya Wijaya. “Mau bertemu Anda. Apa Anda mau menemui mereka?” Dody tersenyum.“Tentu saja. Aku penasaran. Kenapa datang satu keluarga?” Wijaya seakan bisa menebak tujuan Andika dan pria itu ingin melihat wajah putus asa dari manta suami istri.“Aku akan menemui mereka.” Wijaya beranjak dari kursi kerja dan keluar dari r
Luwiq mencoba menghubungi nomor anak buah Wijaya. Dia harus bertemu dengan pria itu untuk berdiskusi dan menemukan Solusi.“Halo. Ada apa, Pak Luwiq?” Jack menerima panggilan Luwiq.“Aku mau berbicara dengan Wijaya,” ucap Luwiq.“Urusan Anda dengan Pak Wijaya sudah selesai. Sekarang hanya perlu mengakhiri permainan yang telah dimulai hingga game over.” Jack tersenyum.“Aku mohon. Katakan apa yang harus dilakukan agar dia melepaskan keluargaku?” tanya Luwiq.“Tidak ada yang perlu Anda lakukan. Selamat menikmati pembalasan Tuan Wijaya. Tunggu giliran Anda yang akan diberikan hadiah di akhir babak.” Jack memutuskan panggilan.“Apa? Halo!” Luwiq melihat layar ponsel yang telah mati.“Aku benar-benar telah terjebak di sini. Siapa yang bisa membantuku? Apa masih ada musuh Wijaya yang lain?” tanya Luwiq pada anak buahnya.“Pak Wijaya punya banyak musuh, tetapi mereka tidak akan berani melawan karena sadar diri tidak mampu bersaing dengan Wijaya Kusuma,” jawab asisten Luwiq.“Apa kamu sedang m
Luwiq benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Pria itu mendapatkan kiriman video Luna yang dilecehkan dengan paksa. Adik perempuannya sudah tidak ada harga dirinya lagi. Menjadi mainan dan budak sex para Black Mamba. “Kak Luwiq. Apa yang kamu lakukan? Kenapa aku harus dihukum seperti ini?” Itu adalah kalimat terakhir dari rekaman video Luna. Dia telah diberitahu bahwa apa yang terjadi padanya adalah akibat dari Luwiq yang menyerang Wijaya.“Wijaya telah melepaskanku, tetapi kenapa Kak Luwiq hadir untuk merusak semuanya? Wijaya pasti akan menjadikan mama dan papa target selanjutnya. Dia selalu membalas musuhnya dengan berlipat lebih sakit.” Luna berada di dalam kamar yang mewah dan bersih. “Aku mau bertemu papa dan mama.” Luna melihat botol kaca berisi minuman mahal.“Aku lelah. Haruskah aku mengakhiri hidup ini dengan bunuh diri?” Luna meringkuk di atas kasur. Tubuhnya sakit dan lelah. Dia bahkan kesulitan untuk bergerak setelah dirajam oleh empat pria sekaligus.“Luna, maafkan aku.
Wijaya pamit pada istrinya yang mengantarkan hingga ke mobil. Pria itu memberikan pelukan dan ciuman di dahi serta mengusap kepala Amira dengan lembut.“Tidak usah menungguku. Tidurlah dengan nyenyak karena anak-anak akan bangun ketika lapar.” Wijaya tersenyum pada Amira. Pria itu cukup tenang karena istrinya sangat betah di rumah bersama anak-anak dan tidak pernah menuntut apa pun. Walaupun dia seorang wanita karier, tetapi rela meninggalkan semua demi keluarga dan sang suami yang mampu memenuhi segalanya.“Aku tidak mau melihat wajah kusam hingga mata panda. Walaupun punya bayi kamu tetap harus cantik dan terawatl, Sayang.” Wijaya memeluk Amira.“Ya. Aku tidak mau kamu melihat wanita lain,” ucap Amira.“Itu tidak mungkin, Sayang. Aku hanya mau istri Wijaya Kusuma semakin cantik dan menawan. Tidak ada wanita lain yang mampu menandinginya,” tegas Wijaya.“Hahaha.” Amira tertawa lepas.“Masuklah,” ucap Wijaya. “Kamu masuk duluan.” Amira membukakan pintu mobil untuk Wijaya.“Jangan laku