Terima kasih. Semoga suka.
Kristian berada di ruang kerjanya yang ada di rumah. Pria itu cukup sibuk dengan banyak tugas. Dia bahkan harus terhubung dengan Perusahaan Wijaya yang menjadi saingan cinta.“Aku rindu Amira. Dia bahkan tidak masuk kantor.” Kristian tampak melamun. Pria itu masih bertanya tentang Amira pada Dody sehingga dia tahu wanita itu sedang sakit. “Andai aku punya kesempatan bertemu dengan Amira. Aku sangat ingin menghubunginya.” Kristian merebahkan tubuhnya di sofa. Dia telah mencari Amira kemana-mana, ketika bertemu wanita itu sudah berada di tangan Wijaya Kusuma.“Kenapa harus bersaing dengan Wijaya Kusuma? Aku benar-benar tidak mampu. Haruskah aku meminta Amira dari pria itu?” Kristian benar-benar gelisah. “Apa yang kamu pikirkan?” Dody duduk di depan Kristian. “Amira saki tapa, Pa?” tanya Kristian.“Wijaya tidak memberitahuku,” jawab Dody.“Hm. Di mana Amira tinggal, Pa? Apa dia bersama Wijaya?” Kristian menatap Dody.“Ya. Mereka tinggal bersama. Sebaiknya kamu melupakan Amira dan menca
Amira sudah bersiap pergi ke kantor. Wanita cantik itu mengenakan kemeja lengan panjang dan celana hitam panjang. Dia berdiri di depan cermin untuk merapikan diri.“Kamu mau kemana?” tanya Wijaya memeluk Amira dari belakang. Pria itu baru keluar dari kamar mandi dan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggangnya sebatas paha.“Basah.” Amira memukul lengan kekar Wijaya yang tepat di perutnya.“Hanya rambutku saja,” ucap Wijaya mencium leher Amira.“Apa kamu sudah mau masuk kerja? Itu artinya, kita sudah bisa bercinta.” Wijaya tersenyum.“Tidak bisa. Aku sedang mentruasi,” tegas Amira.“Apa? Itu tidak mungkin.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap padanya.“Benar. Biasanya memang begitu. Setelah masa nifas, maka akan langsung dilanjut dengan mentruasi.” Amira tersenyum puas.“Kamu tidak bohong kan?” Wijaya menatap Amira dengan tajam. Dia tidak ingin wanita itu sengaja menghindarinya.“Apa perlu aku perlihatkan di kamar mandi?” tanya Amira.“Tidak. Aku percaya kepada kamu,” j
Amira menghentikan ciuman Wijaya. Dia mendengar ketukan pintu dan suara Dody. Wanita itu segera turun dari pangkuan suami dan merapikan diri.“Ada apa, Sayang?” Wijaya memperhatikan Amira. Mereka seperti pasangan yang sedang selingkuh karena bermesraan secara sembunyi karena tidak mau diketahui orang lain.“Ada orang,” jawab Amira.“Aku rasa Pak Dody,” ucap Amira berjalan mendekati pintu.“Andai aku boleh publikasikan status kamu. Kita tidak perlu seperti ini, Amira. Aku akan perlihatkan pada dunia. Betapa aku mencintai kamu hingga menggila.” Wijaya menghela napas dengan berat. Pria itu pun beranjak dari kursi dan merapikan jas serta dasinya yang miring karena ditarik Amira. “Pak Dody. Silakan masuk.” Amira tersenyum pada Dody.“Apa Anda sudah sehat?” tanya Dody masuk ke dalam ruangan Wijaya.“Ya. Terima kasih selalu ada untuk membantu Pak Wijaya.” Amira benar-benar mampu menenangkan dirinya karena dia sudah terbiasa bermesraan dengan Wijaya. Dia bukan wanita yang mengejar pria itu, t
Luna sangat kesal dengan jawaban Amira. Wanita itu menyesal karena tidak membunuh sang perebut suaminya ketika masih ada kesempatan.“Plak!” Luna tidak bisa menahan diri sehingga dia menampar pipi Amira.“Apa salah saya?” Amira memegang pipinya.“Karena kamu terus berada di sisi, Wijaya. Plak!” Luna menapar pipi pada bagian yang lain.“Luna!” teriak Wijaya.“Plak! Plak!” Wijaya menampar kedua pipi Luna dengan sangat kuat hingga wanita itu jatuh tersungkur ke lantai. Semua orang terkejut dengan teriakan Wijaya sehingga melihat ke arah mereka.“Apa yang terjadi?” tanya semua orang di dalam hati. Mereka tidak berani mendekat sehingga para pengawal pun menutup Wijaya dengan membuat pagar tubuh. “Apa sakit?” Wijaya memeriksa pipi. Pria itu tidak ingin wanita yang dicintainya terluka lagi. “Mmm.” Amira menggeleng.“Ayo pergi.” Wijaya langsung menggendong Amira. Dia membawa wanita itu keluar dari pintu belakang. “Ahh!” Amira terkejut. Mereka akan melakukan pertemuan besar yang sudah bebera
Wijaya berdiri di ujung pintu ruang pertemuan. Pria itu memperhatikan semua orang dan tidak lagi mendapatkan Luna bersama orang tua.“Pak Wijaya.” Mereka mendekati Wijaya.“Apa kita akan melanjutkan rapat?” tanya Dody.“Tidak. Kalian nikmati saja hari ini sebagai pesta.” Wijaya keluar begitu saja setelah melihat semua orang.“Terima kasih,” ucap semua orang. Jarang sekali Perusahaan Wijaya memberikan jamuan mewah kepada rekan bisnis. Hampir tidak pernah terjadi.Wijaya kembali ke ruangan kerja. Dia melihat Amira yang masih menikmati makanan yang ada di atas meja. Pria itu tersenyum bahagia karena istrinya kembali bernafsu untuk makan.“Sayang, apa kamu belum lapar?’ Wijaya memeluk Amira dari belakang. Pria itu mencium leher istrinya.“Jangan lakukan itu! Kamu tahu kan leher adalah bagian sensitive,” ucap Amira.“Karena itulah aku melakukannya.” Wijaya tersenyum.“Apa kamu tidak mau makan? Kita tidak perlu keluar untuk makan siang.” Amira tersenyum.“Iya, Sayang. Kita makan di sini saja
Luna menghempas tubuhnya di kasur. Wanita itu sangat kesal dengan Amira dan Wijaya. Dia benar-benar sudah dibuang.“Aargghh!” Luna berteriak. Dia membuang bantal dan guling ke lantai.“Luna.” Mariama menyusul Luna ke kamar.“Sial! Sial! Wijaya benar-benar sudah menjadi gila karena Amira. Dia tidak pernah memukulku, tetapi sekarang pria itu menjadi jahat.” Luna menangis histeris.“Tenangkan diri kamu, Luna. Lebih baik kalian bercerai. Kamu cari pria lain.” Mariama memeluk Luna. “Tidak. Tidak boleh ada wanita mana pun yang bersama Wijaya.” Luna benar-benar histeris. Wanita itu merasa hidupnya hancur karena hidup yang tenang telah berubah sejak kehadiran Amira.“Ma, kehadiran Amira benar-benar merusak kebahagiaanku.” Luna menatap Mariama.“Luna. Sadarlah! Wijaya itu tidak bisa ditaklukkan. Dia tidak peduli tua atau pun muda. Dia bahkan sudah melenyapkan tim film yang menyakiti Amira,” jelas Mariama.“Apa?” Luna mengerutkan alisnya.“Mama sudah menyelidiki Wijaya. Dia berbahaya, Luna. Pri
Wijaya menunggu Amira, tetapi wanita itu tidak kembali juga sehingga dia harus menyusulnya. Pria itu bisa melihat Amira yang tidur siang bersama dengan Keano.“Dia selalu tidur setiap kali memberi asi. Apa merasa nyaman atau memang lelah?” Wijaya tidak ingin mengganggu istirahat Amira dan Keano. Dia mengambil laptop dan ponsel. Kembali lagi ke kamar putranya agar bisa terus melihat dua orang yang paling penting dalam hidupnya.Wijaya duduk di sofa dan mulai bekerja. Dia sibuk dan fokus. Sesekali melihat pada anak dan istrinya yang tidur dengan tenang. “Dia benar-benar terlihat nyaman bersama Keano.” Wijaya tersenyum. Pria itu kembali bekerja dan memeriksa laporan setelah pembatalan rapat.“Aku harus menghubungi Jack agar segera menyingkirkan Perusahaan Lucas.” Wijaya keluar dari kamar dan berdiri depan pintu.“Halo, Jack.” Wijaya menutup pintu kamar Keano. Dia tidak mau membuat Amira terbangun dan mendengarkan percakapannya dengan Jack.“Ya, Bos.” Jack dengan cepat menerima panggilan
Lucas yang baru masuk Perusahaan sangat terkejut menerima laporan dari sekretarisnya. Kantor menjadi sibuk dan ricuh karena kabar kebangkrutan telah tersebar kemana-mana. Beberapa cabang mereka telah diambil Wijaya.“Apa?” Lucas segera berdiri dan menghempaskan berkas laporan yang diberikan oleh beberapa kepala divisi kepadanya.“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Lucas.“Maaf, Pak. Mereka menyerahkan empat kantor cabang kepada Wijaya,” ucap sekretaris Lucas.“Kita benar-benar hancur.” Lucas terduduk lemah di kursinya. “Apa ini akibat dari Luna yang menyakiti Amira?” tanya Lucas di dalam hati. “Aku harus meminta ampunan Wijaya. Perusahaan akan tutup dan tidak mampu membayar gaji karyawan. Kami baru menanamkan modal pada banyak bisnis untuk mengembangkan Perusahaan.” Lucas menatap orang-orang yang tertunduk di depannya.“Pak, bukankah putri Anda adalah istri dari Wijaya Kusuma? Kenapa dia menargetkan kita? Apa yang terjadi. Selama ini baik-baik saja,” ucap seorang pria.“Mungkin kehid
Wijaya bekerja di rumah. Pria itu hanya pergi ke kantor ketika benar-benar terdesak dan penting. Lelaki yang sudah menjadi bos besar sejak lama itu tidak mau berpisah dengan sang istri yang hamil besar. Dia ingin terus memantau Amira selama dua puluh empat jam. Memastikan bahwa orang-orang yang dicintai dan dikasihinya aman.“Pak, ada pesan dari keluarga Radit.” Jack berdiri di depan Wijaya.“Apa yang dia inginkan?” tanya Wijaya melihat pada Jack.“Cantika dan keluarga mau bertemu Anda untuk mengucapkan terima kasih,” jawab Jack.“Apa mereka sudah di Indonesia?” Wijaya memicingkan matanya.“Sudah, Bos. Semalam mereka tiba di Indonesia dan hari ini mengirim pesan,” jelas Jack.“Aku tidak butuh ucapan terima kasih. Mereka hanya perlu menghancurkan Perusahaan Andika dan memberikan kepadaku,” tegas Wijaya.“Baik, Pak. Akan saya sampaikan.” Jack segera membalas pesan Radit.“Aku beri waktu dua minggu paling lambat. Sebelum Amira melahirkan. Jika terlambat, aku sendiri yang akan bergerak da
Cantika duduk di kursi roda. Dia menatap keluar jendela. Wanita itu masih di luar negeri. Dia mendapatkan bantuan dari Wijaya dalam proses pengobatan dan sembunyi dari Andika yang mengira istrinya telah meninggal dunia.“Apa kamu sudah siap pulang?” tanya Ranika.“Ma, aku tidak menyangka Andika sangat jahat. Padahal dia begitu lembut dan peduli padaku.” Cantika memegang tangan Ranika. Mata wanita itu tampak berkaca-kaca.“Pria jahat memang begitu. Mereka terlihat baik dan peduli. Padahal ketika sudah mendapatkan apa yang diinginkan akan menjadi berbeda.” Ranika memeluk Cantika.“Tidak disangka Wijaya yang tidak pernah tersenyum adalah pria paling baik. Dia benar-benar meratukan Amira. Aku sangat menginginkan pria seperti itu.” Cantika tersenyum.“Ya, tetapi tidak mungkin mendapatkan Wijaya. Dia sangat mencintai Amira. Pria itu melindungi istrinya dengan luar biasa. Amira bahkan tidak pernah keluar rumah,” jelas Ranika.“Ya. Itulah ratu sesungguhnya. Selalu berada di dalam istana yang
Wijaya lebih sering berada di rumah. Pria itu pun tidak pergi ke kantor karena sangat bahagia. Dia bekerja secara online agar bisa menemani istrinya yang manja. Bermain bersama Devano dan Keano ketika keduanya selesai belajar dan belatih. “Sayang, kamu tidak boleh lelah. Jangan ke dapur. Apalagi beres-beres rumah hingga memindahkan dan mengangkat barang berat atau pun ringan,” tegas Wijaya.“Kenapa?” tanya Amira.“Karena kamu sedang hamil. Ingat di sini ada dua calon anak kita.” Wijaya mengusap perut Amira.“Aku tidak akan pergi ke kantor,” ucap Wijaya.“Pergilah. Aku pasti bisa jaga diri. Kamu tidak usah khawatir.” Amira tersenyum.“Hari ini aku akan terus bersama kamu dan anak-anak. Oh ya. Jangan gendong Devano dan Keano lagi.” Wijaya menatap Amira.“Ya, tetapi mereka sering berlari dan menerkamku.” Amira tersenyum. “Aku akan melarang mereka dan menjelaskan bahwa kamu sedang hami adik kecil.” Wijaya mencubit hidup Amira.“Baiklah.” Amira mengangguk. Wanita itu tidak bisa rebahan se
Mahir berdandan di depan cermin. Wanita itu tampil cantik dengan gaun putih yang lembut. Rambut panjang dan bergelombang dibiarkan tergerai merewati pundaknya. “Sayang, apa kamu mau pergi?” Wijaya memeluk Amira dari belakang. “Mau pergi kemana?” Amira balik bertanya karena wanita benar-benar tidak pernah keluar dari rumah sejak kejadian yang membahayakan nyawa mereka. Anak-anak pun mendapatkan Pendidikan dan pengajaran di rumah saja.“Tidak biasanya kamu berdandan cantik dan seksi. Apa kamu menggodaku yang mau pergi kerja ini?” Wijaya mencium pundak dan leher Amira yang terbuka.“Tidak. Aku sedang suka berdandan. Ada banyak baju baru di lemari yang belum pernah dikenakan. Aku punya banyak waktu untuk merawat diri karena anak-anak sibuk dengan tugas mereka setiap hari. Jadi, aku mencobanya,” jelas Amira. “Bagus, Sayang. Istri Wijaya memang harus tampil cantik dan sehat serta bahagia.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Aku sangat bahagia. Hidupku kini sempurna bersama kam
Andika benar-benar sedang berada di atas angin. Dia tidak peduli dengan dua wanita yang saling serang karena memperebutkan dirinya.“Pak Andika.” Siska berdiri di depan Andika yang tampak sibuk.“Ada apa?” Andika tidak melihat sama sekali kepada Siska. Dia sedang memeriksa berkas dan memberikan tanda tangan.“Pelayan Anda menyerang saya,” ucap Siska.“Apa?” Andika mengangkat kepala dan melihat pada Siska. “Apa kamu terluka?” tanya Andika memperhatikan Siska yang semakin seksi.“Tidak. Aku berhasil menghindar,” jawab Siska.“Bagus. Aku sudah memecat Dena. Kamu tidak usah khawatir lagi,” ucap Andika tersenyum.“Terima kasih, Pak.” Siska mendekat dan memijat pundak Andika. Wanita itu merasa menang karena bosnya telah memecat Dena yang tidak ada kontribusi sama sekali. “Apa Anda akan makan malam di luar?” tanya Siska.“Tidak. Hari ini Dena pamit pulang. Jadi, kami akan makan malam perpisahan,” jawab Andika.“Aku juga meminta sopir untuk mengantarnya pulang. Kasian dia sendirian,” lanjut
Wijaya pergi ke penjara. Pria itu sudah lama tidak mengunjungi orang tua Luna. "Kenapa Anda pergi ke penjara yang kotor, Bos?" tanya Jack mengikuti Wijaya. "Aku hanya mau memastikan keinginan terakhir Lucas dan istrinya," jawab Wijaya. "Baik, Bos." Jack membuka pintu pertama penjara Unu Wijaya. "Pak Wijaya." Leon berdiri di depan pintu. Dia menyambut kedatangan Wijaya. "Kenapa kamu memilih tinggal di sini?" tanya Wijaya kepada Leon. "Ini adalah tempat terbaik untuk bekerja, Bos." Leon tersenyum. Dia senang bisa melihat Wijaya."Terserah kamu." Wijaya menepuk pundak Leon dan melewati pria itu. "Jika kamu mau balas dendam ke pulau. Kamu bebas pergi dan membawa anak buah," ucap Wijaya berlalu.“Aku tidak tertarik, Bos.” Leon tidak menyimpan dendam sama sekali. Baginya itu adalah resiko dari tugas yang dijalankannya.“Kenapa?” tanya Wijaya menghentikan langkah kaki dan menoleh pada Leon.“Tidak apa, Bos. Itu hanya membuang-buang waktu dan tenaga saja. Em, biaya juga.” Leon tersenyum
Dena telah mempersiapkan makan malam untuk Andika. Wanita itu masih berharap dinikahi Andika, tetapi belum juga ada kepastian. “Kenapa Pak Andika masih belum menikahiku?” tanya Dena pada diri sendiri. Dia berdiri di depan cermin melihat tubuhnya yang seksi.“Tubuhku jauh lebih seksi dari pada wanita tadi yang kurus krempeng.” Dena tersenyum menganggumi tubuh sendiri.“Tidak mungkin Pak Andika tergoda dengan sekretarisnya. Tubuhku lebih mirip dengan ibu Amira. Montok dan padat berisi.” Dena berputar di depan cermin.“Aku mendapatkan gaji yang cukup tinggi selama di rumah ini. Tidak masalah hanya menjadi teman tidur Pak Andika. Aku tidak rugi juga. Dia tampandan kaya.” Dena benar-benar menikmati hidup sebagai simpanan Andika.“Kenapa Pak Andika belum juga pulang?” Dena melihat ke luar jendela dan belum ada mobil Andika. “Apa Pak Andika membohongiku.” Dena menerima pesan dari nomor ponsel Andika. “Pak Andika.” Dena sangat senang dan segera membuka pesan.“Apa?” Dena terkejut karena pe
Amira duduk santai memperhatikan dua putranya yang sedang belajar banyak hal di taman. Wijaya memanggil pengajar dalam segala bidang untuk melihat minat dan bakat dua anaknya agar bisa diarahkan.“Nyonya, apa Anda butuh sesuatu?” tanya bibi.“Ya. Aku mau jus Alpukat,” jawab Amira.“Apa?” Bibi terkejut karena Amira sudah minum tiga gelas besar jus buah bergantian.“Nyonya, apa perut Anda tidak apa-apa?” Bibi memperhatikan Amira.“Kenapa dengan perutku?” Amira mengusap perutnya yang rata.“Aku tidak sedang sakit atau pun gembung.” Amira tersenyum dan menatap bibi.“Anda minum jus buah dan makan banyak buah.” Bibi melihat piring buah yang telah kosong.“Akhir-akhir ini aku suka sekali buah-buahan dan daging. Ah ya. Menu makan malam harus sea food.” Amira tersenyum lebar.“Aku sudah mencatatnya.” Amira memberikan selembar kertas kepada bibi.“Ini makanan yang mau aku makan,” ucap Amira.“Baik, Nyonya.” Bibi membaca kertas dengan tulisan tangan yang sangat rapi.“Ini masakan restaurant. Tid
Amira masih berada di atas kasur dalam pelukan Wijaya. Wanita itu sangat lelah setelah bercinta cukup panjang dan penuh gairah bersama sang suami. “Pukul berapa sekarang?” tanya Amira membuka mata dan melihat ruang kamar yang masih gelap karena semua gorden tertutup rapat.“Tidak usah tanyakan waktu. Tidurlah. Tidak ada yang melarang atau menganggu kamu,” bisik Wijaya memeluk erat tubuh Amira. “Sayang, anak-anak pasti sudah bangun,” ucap Amira mendongak. “Istriku tercinta. Apa kamu lupa? Devano dan Keano harus mulai mandiri. Mereka sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin Perusahaan. Kamu harus mulai belajar melepaskan mereka,” jelas Wijaya.“Apa?” Amira terkejut dengan ucapan Wijaya.“Kita tidak boleh memanjakan mereka lagi. Seseorang yang sukses harus dimulai dengan hidup disiplin dan mandiri. Ingat, kamu sedang program hamil. Kita akan memiliki sepasang bayi kembar.” Wijaya tersenyum. “Sayang, anak-anak masih kecil. Mereka termasuk bayi.” Amira menatap Wijaya. “Susah di waktu