Mendengar jika ada pesanan lagi, tentu saja dia terkejut. Beruntungnya pramusaji membawa nampan kosong. Sedikit lega karena artinya yang dipesan bukan makanan.“Ini access card kamar yang Anda pesan.” Pramusaji memberikan access card pada Danish.Danish mengulas senyumnya tipis. Ternyata yang berikan oleh pramusaji hanyalah access card kamar hotel, bukan makanan lagi. Jika makanan lagi, jelas Danish tidak akan sanggup untuk memakannya.“Terima kasih.” Danish menerima access card kamar yang diberikan. Dia yakin jika temannya itu yang memesan kamar hotel tersebut.Isha yang melihat apa yang dipesan pun langsung terdiam. Tak bisa berkomentar lagi. Sejak awal makan malam di hotel, dia sudah curiga jika akan ke kamar hotel juga. Namun, tadi dia sempat berbaik sangka, jika memang hanya akan makan malam saja di hotel.Danish beralih pada Isha. Sayangnya, hal pertama yang dilihat dari wajah sang istri adalah wajah penuh kekecewaan.“Kamu kenapa? Tidak suka Dino memesan kamar hotel untuk kita?
“Wanita itu kamu kenal.” Dino menjelaskan pada Danish.Mendengar ucapan itu seketika Danish membulatkan matanya. “Siapa maksudmu? Isha?” Danish mencoba menebak. Walaupun sejujurnya, dia tidak berharap jika istrinya yang ke sana setiap minggu.“Bukan.”Danish lega mendengar hal itu. Dia pikir sang istri yang ke penjara setiap minggu. Dia benar-benar begitu berdebar-debar sekali. Tak terbayang jika sampai istrinya yang benar-benar berkunjung.“Lalu siapa?”“Lidia.”“Lidia bagian HRD?”“Iya.” Dino menganggukkan kepalanya.Dino cukup terkejut mendengar hal itu. Lidia seingatnya sudah memiliki suami. Tentu saja itu membuat pikirannya melayang.“Mereka selingkuh?” tanyanya memastikan pada Dino.“Entahlah, tetapi beberapa karyawan yang aku tanyai, mereka mengatakan jika hubungan Abra dan Lidia biasa saja. Tidak ada yang spesial. Saat di kantor, mereka profesional kerja. Ditambah tidak pernah terpergok bersama. Tapi, dia selalu berkunjung setiap minggu ke penjara. Bukankah itu aneh?” Dino be
Isha tampak terkejut dengan apa yang dikatakan Danish. Kalimat itu bak petir yang menyambar di siang bolong. Selama ini tidak terbayangkan di pikiran Isha jika Abra akan selingkuh darinya. “Dengan siapa dia selingkuh?” “Salah satu karyawan IZIO juga.” Selama ini Isha tidak tahu sama sekali jika selama di kantor, Abra menjalin hubungan dengan teman sekantornya. “Karyawan IZIO? Siapa?” “Namanya Lidia.” Nama itu jelas tak asing di telinga Isha. Dia jelas mengenal wanita tersebut. Karena Isha mengenal wanita tersebut. Jelas itu membuat hatinya terluka. “Apa kamu yakin jika Kak Lidia berselingkuh dengan Kak Abra?” Isha menatap lekat wajah Danish. Memastikan apa yang diucapkan Danish. Dia tahu betul siapa Lidia. Jadi dia ragu jika Lidia yang disebut Danish sebagai wanita yang menjadi selingkuhan Abra. “Dari informasi Dino, Lidia sering sekali datang ke penjara. Jika tidak ada hubungan khusus, pastinya tidak mungkin dia datang ke sana secara rutin.” Hati Isha hancur sekali. Mendenga
Isha membulatkan matanya. Bisa-bisanya Danish bertanya hal itu. Padahal dari penjelasan Lidia saja sudah jelas Lidia tidak memiliki hubungan spesial dengan Abra. “Pak Danish sedang berpikir jika saya punya hubungan spesial dengan Abra?” Lidia menatap Danish. Sejak awal dia menduga jika pertanyaan itu akan dilontarkan. Namun, tidak menyangka jika Danish yang akan melontarkannya. “Saya tidak ada hubungan apa-apa dengan Abra. Saya menjenguknya karena kasihan dengannya. Isha jarang ke sana, sedangkan dia tidak punya siapa-siapa lagi. Saya juga tidak ke sana sendiri. Suami saya sendiri yang mengantarkan ke sana.” Lidia menatap suaminya. Memberikan isyarat pada Danish. Isha semakin malu ketika Lidia menjelaskan hal itu. Malu karena dirinya memang jarang sekali menjenguk Abra. Justru Lidia yang temannya yang menjenguk. Danish mengalihkan pandangan ke arah suami Lidia. “Lidia pergi dengan saya, Pak. Walaupun saya tidak ikut masuk, saya tetap ada di sana. Sekali pun tidak bisa mengantar ke
“Bersiaplah.”Baru juga Isha sampai rumah. Sudah mendapatkan perintah Danish. Itu jelas membuat Isha bingung. “Memang kita mau ke mana?”“Ke Bali.”“Mau apa?” Danish mengembuskan napasnya kesal. Kenapa harus Isha bertanya seperti itu. Padahal harusnya Isha mengerti.“Main bola.”“Jauh sekali main bola sampai ke sana? Apa tidak ada lapangan yang lebih dekat?”Danish benar-benar merasa harus banyak bersabar. Karena ternyata Isha tidak mengerti kode yang diberikan.“Iya, di sini tidak ada lapangan.”Isha merasa heran. Padahal main di sini banyak lapangan. Namun, ternyata justru Danish mau ke Bali.“Cepatlah bersiap.”Isha hanya mencebikkan bibirnya saja ketika diberikan perintah oleh Danish. Namun, tetap pergi untuk bersiap. Tak mau sampai Danish marah. Karena ke Bali, Isha memilih mengambil membawa baju renang. Sudah pasti jika di sana nanti dia akan berenang.“Berapa hari kita di sana?” Sambil merapikan barang-barang miliknya, Isha menatap Danish.“Seminggu.” “Apa?” Isha langsung mem
Isha membungkukkan wajahnya. Kemudian berbisik pada Danish. “Peraturan ketiga dilarang menutup mata saat melakukan hubungan intim. Agar tidak membayangkan orang lain saat melakukannya.” Isha mengingatkan apa yang pernah dikatakan oleh Danish pertama kali mereka melakukan hubungan intim.Danish langsung mengulas senyumnya. Ternyata dia termakan omongan sendiri. Peraturan itu dibuatnya sendiri dan dilanggarnya sendiri.Isha mendaratkan kecupan di leher Danish seraya berangsur ke wajah. Tepat di depan wajah sang suami, Isha menatap sang suami. Senyum manis, menghiasi wajahnya.“Aku akan menatapmu.” Danish mengucapkan dengan penuh keyakinan.Mendapati jawaban itu, Isha segera menegakkan kembali tubuhnya. Kemudian mengayunkan tubuhnya. Membuat irama tubuh untuk mencari kenikmatan.Danish benar-benar dibuat gila oleh sang istri. Tak terbayang jika kenikmatan yang akan didapat kali ini berlipat-lipat kali dari biasanya. Melihat sang istri dari bawah sedang membuat irama tubuh, Danish merasa
Isha hanya bisa mengembuskan napas. Niatnya datang ke Bali memang untuk menghabiskan waktu bersama. Namun, bukan berarti terus-terusan berada di ranjang.“Bagaimana jika kita jalan-jalan dulu? Baru nanti kita melakukannya lagi.” Isha berusaha untuk membujuk Danish.Danish menimbang permintaan Isha itu. Lagi pula nanti mereka bisa melakukannya lagi saat malam. Tidak harus hari ini.“Baiklah.” Akhirnya Danish setuju.Isha langsung berbinar ketika mendapati jawaban Danish. Rasanya tidak sabar untuk berjalan-jalan ke pantai.“Tapi, ingat. Jangan kelelahan. Aku tidak mau sampai malam ini gagal.” Melihat istrinya yang berbinar, Danish tak tinggal diam. Dia langsung memberikan peringatan pada Isha.“Baiklah.” Isha memilih mengiyakan saja. Masalah nanti lelah, dia akan pikirkan nanti.Mereka melanjutkan kembali sarapan. Isha tidak berenang. Dia hanya menikmati sarapan dan berfoto ria. Mengabadikan momen.Tepat jam sembilan, mereka berdua ke pantai. Isha begitu senang sekali karena pemandanga
Danish mengulas senyum manisnya. Dia ragu untuk mengatakan sebenarnya. Padahal Isha sudah berharap lebih jika dirinya yang menyiapkan semuanya.“Bukan.” Danish menggeleng. Tak mau berbohong pada Isha.“Pak Dino yang siapkan?” tanya Isha memastikan.“Iya.” Danish tertawa.Isha ikut tertawa. Tak masalah siapa yang menyiapkan. Yang jelas dia menikmati bersama Danish.“Ayo.” Danish mengulurkan tangannya. Mengajak Isha untuk ke meja yang sudah disiapkan.Isha mengikuti Danish menuju ke meja yang sudah disiapkan. Lilin-lilin yang menghiasi sekeliling mempercantik dekorasi. Meja makan pun dihiasi juga dengan lilin-lilin. Membuat suasana menjadi romantis.Danish menarikkan kursi dan mempersilakan Isha untuk duduk. Sikap manis Danish itu membuat Isha langsung tersenyum. Selama di Bali, Danish memang bersikap manis sekali.Setelah memastikan jika Isha duduk manis, Danihs segera duduk di kursi yang berseberangan dengan Isha. Baru saja mereka duduk, pemain musik mendekat. Memainkan alat musik da
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan