Hasil GA pemberi Gem, aku umumkan di IiiGgeeee:Myafa16. Tolong cek ya. GA baru juga sudah ada jadi bisa kunjungi iIIigGGgeee:Myafa16
“Benahi seperti apa?” tanya Danish. “Jangan jadikan anak sebagai alat untuk membayar hutang.” Isha memberikan ide pada Danish. Danish menatap Isha penuhi curiga. “Kamu berniat aku membebaskan mantan suamimu, tanpa aku meminta imbal balik?” “Aku—” “Pak Danish Morgan Fabrizio.” Baru saja Isha hendak menjawab, tetapi nama Danish dipanggil untuk mengambil vitamin. Danish segera berdiri. Terpaksa dia meninggalkan Isha untuk mengambil vitamin. Isha yang duduk di ruang tunggu, harus menunda penjelasannya itu. Sebenarnya, dia sudah gemas sekali menjelaskan hal itu, tetapi dia harus bersabar. Akhirnya setelah vitamin selesai didapatkan, Danish mengajak Isha untuk pulang bersama. Mereka diantar oleh supir ke rumah. Karena mereka memang tidak berencana untuk kembali ke toko mau pun ke kantor. Sepanjang jalan, Isha dan Danish memilih diam. Tidak mau bicara di saat ada supir. Tak mau pembicaraan didengar. “Kita tadi belum selesai bicara.” Isha menatap Danish sesaat setelah mereka sampai dan
Mendengar jika ada pesanan lagi, tentu saja dia terkejut. Beruntungnya pramusaji membawa nampan kosong. Sedikit lega karena artinya yang dipesan bukan makanan.“Ini access card kamar yang Anda pesan.” Pramusaji memberikan access card pada Danish.Danish mengulas senyumnya tipis. Ternyata yang berikan oleh pramusaji hanyalah access card kamar hotel, bukan makanan lagi. Jika makanan lagi, jelas Danish tidak akan sanggup untuk memakannya.“Terima kasih.” Danish menerima access card kamar yang diberikan. Dia yakin jika temannya itu yang memesan kamar hotel tersebut.Isha yang melihat apa yang dipesan pun langsung terdiam. Tak bisa berkomentar lagi. Sejak awal makan malam di hotel, dia sudah curiga jika akan ke kamar hotel juga. Namun, tadi dia sempat berbaik sangka, jika memang hanya akan makan malam saja di hotel.Danish beralih pada Isha. Sayangnya, hal pertama yang dilihat dari wajah sang istri adalah wajah penuh kekecewaan.“Kamu kenapa? Tidak suka Dino memesan kamar hotel untuk kita?
“Wanita itu kamu kenal.” Dino menjelaskan pada Danish.Mendengar ucapan itu seketika Danish membulatkan matanya. “Siapa maksudmu? Isha?” Danish mencoba menebak. Walaupun sejujurnya, dia tidak berharap jika istrinya yang ke sana setiap minggu.“Bukan.”Danish lega mendengar hal itu. Dia pikir sang istri yang ke penjara setiap minggu. Dia benar-benar begitu berdebar-debar sekali. Tak terbayang jika sampai istrinya yang benar-benar berkunjung.“Lalu siapa?”“Lidia.”“Lidia bagian HRD?”“Iya.” Dino menganggukkan kepalanya.Dino cukup terkejut mendengar hal itu. Lidia seingatnya sudah memiliki suami. Tentu saja itu membuat pikirannya melayang.“Mereka selingkuh?” tanyanya memastikan pada Dino.“Entahlah, tetapi beberapa karyawan yang aku tanyai, mereka mengatakan jika hubungan Abra dan Lidia biasa saja. Tidak ada yang spesial. Saat di kantor, mereka profesional kerja. Ditambah tidak pernah terpergok bersama. Tapi, dia selalu berkunjung setiap minggu ke penjara. Bukankah itu aneh?” Dino be
Isha tampak terkejut dengan apa yang dikatakan Danish. Kalimat itu bak petir yang menyambar di siang bolong. Selama ini tidak terbayangkan di pikiran Isha jika Abra akan selingkuh darinya. “Dengan siapa dia selingkuh?” “Salah satu karyawan IZIO juga.” Selama ini Isha tidak tahu sama sekali jika selama di kantor, Abra menjalin hubungan dengan teman sekantornya. “Karyawan IZIO? Siapa?” “Namanya Lidia.” Nama itu jelas tak asing di telinga Isha. Dia jelas mengenal wanita tersebut. Karena Isha mengenal wanita tersebut. Jelas itu membuat hatinya terluka. “Apa kamu yakin jika Kak Lidia berselingkuh dengan Kak Abra?” Isha menatap lekat wajah Danish. Memastikan apa yang diucapkan Danish. Dia tahu betul siapa Lidia. Jadi dia ragu jika Lidia yang disebut Danish sebagai wanita yang menjadi selingkuhan Abra. “Dari informasi Dino, Lidia sering sekali datang ke penjara. Jika tidak ada hubungan khusus, pastinya tidak mungkin dia datang ke sana secara rutin.” Hati Isha hancur sekali. Mendenga
Isha membulatkan matanya. Bisa-bisanya Danish bertanya hal itu. Padahal dari penjelasan Lidia saja sudah jelas Lidia tidak memiliki hubungan spesial dengan Abra. “Pak Danish sedang berpikir jika saya punya hubungan spesial dengan Abra?” Lidia menatap Danish. Sejak awal dia menduga jika pertanyaan itu akan dilontarkan. Namun, tidak menyangka jika Danish yang akan melontarkannya. “Saya tidak ada hubungan apa-apa dengan Abra. Saya menjenguknya karena kasihan dengannya. Isha jarang ke sana, sedangkan dia tidak punya siapa-siapa lagi. Saya juga tidak ke sana sendiri. Suami saya sendiri yang mengantarkan ke sana.” Lidia menatap suaminya. Memberikan isyarat pada Danish. Isha semakin malu ketika Lidia menjelaskan hal itu. Malu karena dirinya memang jarang sekali menjenguk Abra. Justru Lidia yang temannya yang menjenguk. Danish mengalihkan pandangan ke arah suami Lidia. “Lidia pergi dengan saya, Pak. Walaupun saya tidak ikut masuk, saya tetap ada di sana. Sekali pun tidak bisa mengantar ke
“Bersiaplah.”Baru juga Isha sampai rumah. Sudah mendapatkan perintah Danish. Itu jelas membuat Isha bingung. “Memang kita mau ke mana?”“Ke Bali.”“Mau apa?” Danish mengembuskan napasnya kesal. Kenapa harus Isha bertanya seperti itu. Padahal harusnya Isha mengerti.“Main bola.”“Jauh sekali main bola sampai ke sana? Apa tidak ada lapangan yang lebih dekat?”Danish benar-benar merasa harus banyak bersabar. Karena ternyata Isha tidak mengerti kode yang diberikan.“Iya, di sini tidak ada lapangan.”Isha merasa heran. Padahal main di sini banyak lapangan. Namun, ternyata justru Danish mau ke Bali.“Cepatlah bersiap.”Isha hanya mencebikkan bibirnya saja ketika diberikan perintah oleh Danish. Namun, tetap pergi untuk bersiap. Tak mau sampai Danish marah. Karena ke Bali, Isha memilih mengambil membawa baju renang. Sudah pasti jika di sana nanti dia akan berenang.“Berapa hari kita di sana?” Sambil merapikan barang-barang miliknya, Isha menatap Danish.“Seminggu.” “Apa?” Isha langsung mem
Isha membungkukkan wajahnya. Kemudian berbisik pada Danish. “Peraturan ketiga dilarang menutup mata saat melakukan hubungan intim. Agar tidak membayangkan orang lain saat melakukannya.” Isha mengingatkan apa yang pernah dikatakan oleh Danish pertama kali mereka melakukan hubungan intim.Danish langsung mengulas senyumnya. Ternyata dia termakan omongan sendiri. Peraturan itu dibuatnya sendiri dan dilanggarnya sendiri.Isha mendaratkan kecupan di leher Danish seraya berangsur ke wajah. Tepat di depan wajah sang suami, Isha menatap sang suami. Senyum manis, menghiasi wajahnya.“Aku akan menatapmu.” Danish mengucapkan dengan penuh keyakinan.Mendapati jawaban itu, Isha segera menegakkan kembali tubuhnya. Kemudian mengayunkan tubuhnya. Membuat irama tubuh untuk mencari kenikmatan.Danish benar-benar dibuat gila oleh sang istri. Tak terbayang jika kenikmatan yang akan didapat kali ini berlipat-lipat kali dari biasanya. Melihat sang istri dari bawah sedang membuat irama tubuh, Danish merasa
Isha hanya bisa mengembuskan napas. Niatnya datang ke Bali memang untuk menghabiskan waktu bersama. Namun, bukan berarti terus-terusan berada di ranjang.“Bagaimana jika kita jalan-jalan dulu? Baru nanti kita melakukannya lagi.” Isha berusaha untuk membujuk Danish.Danish menimbang permintaan Isha itu. Lagi pula nanti mereka bisa melakukannya lagi saat malam. Tidak harus hari ini.“Baiklah.” Akhirnya Danish setuju.Isha langsung berbinar ketika mendapati jawaban Danish. Rasanya tidak sabar untuk berjalan-jalan ke pantai.“Tapi, ingat. Jangan kelelahan. Aku tidak mau sampai malam ini gagal.” Melihat istrinya yang berbinar, Danish tak tinggal diam. Dia langsung memberikan peringatan pada Isha.“Baiklah.” Isha memilih mengiyakan saja. Masalah nanti lelah, dia akan pikirkan nanti.Mereka melanjutkan kembali sarapan. Isha tidak berenang. Dia hanya menikmati sarapan dan berfoto ria. Mengabadikan momen.Tepat jam sembilan, mereka berdua ke pantai. Isha begitu senang sekali karena pemandanga