Hai, jangan lupa baca karya aku yang lain. pollow IiiiGgeee:Myafa16 atau Myafa story untuk info up dan visual
“Halo, Uncle.” Luel segera mengangkat sambungan telepon. “Kalian sudah pulang?” tanya Danish di seberang sana. “Sudah, dan aku membawa Aunty Isha dengan selamat sampai di rumah.” Luel menatap Isha sambil tersenyum. “Bagus kalau begitu.” Danish di seberang sana merasa senang. “Uncle kapan pulang?” Luel begitu penasaran sekali. “Mungkin aku akan pulang tiga hari. Jadi kalian selama tiga hari, jaga dulu Aunty kalian.” “Baiklah, kami akan menjaga Aunty. Jangan khawatir.” Mendengar Luel yang mengobrol dengan Danish, membuat Isha akhirnya beranjak. Tak mau sampai Luel memintanya bicara dengan Danish. “Unlce mau bicara dengan Aunty?” Baru saja Isha bangun dari posisi duduknya, tetapi sudah mendengar jika Luel memintanya untuk bicara dengan Danish. Hal yang sedari tadi Isha hindari. Dalam situasi ini jelas Isha berada dalam dilema. Sudah sejak lama Isha tidak bicara dengan Danish. Lalu, jika bicara, pastinya akan membuatnya tidak nyaman. “Ini Aunty.” Luel memberikan ponsel pada Da
Tangan Isha bergetar ketika mendengar ponselnya berdering dan sambungan telepon itu berasal dari Danish.Jika kemarin Isha berbicara dengan Danish karena Luel dan Ve. Agar di depan mereka, tidak terlihat jika sebenarnya ada kemarahan yang sedang terjadi. Namun, kali ini tentu saja akan jadi beda jika dia mengangkat sambungan telepon.Melihat nama Danish di layar ponselnya membuat Isha begitu merindukan pria itu. Hingga perasaannya pun mengalahkan logikanya. Dengan segera Isha mengarahkan jarinya ke layar ponselnya. Mengusap layar ponselnya untuk mengangkat sambungan telepon.Sayangnya, sebelum sambungan telepon itu diangkat, sambungan telepon itu sudah terputus. Isha merasa kecewa, kenapa dia tidak mengangkat sambungan telepon tersebut. Justru asyik dengan pikirannya.Isha menunggu Danish kembali menghubungi lagi. Karena dia tidak mau menghubungi lebih dulu. Entah ego apa yang merasukinya. Namun, dia merasa malu jika harus menghubungi kembali Danish.Sayangnya, Danish tidak kunjung me
Isha mencari sumber suara tersebut. Suara itu berasal dari ruang keluarga. Karena posisi lampu temaram. Jadi dia tidak melihat apa yang ada di sana. Isha yang penasaran mengayunkan langkahnya untuk menghampiri. Dari dekat, Isha melihat seseorang tidur di atas sofa. Hal itu membuat jantung Isha berdebar. Bertanya-tanya, siapa gerangan orang tersebut.“Hemmmm ….”Isha mendengar suara orang yang tertahan. Suara itu seperti orang yang mau berteriak, tetapi tidak bisa. Rasa penasarannya pun mengantarkannya lebih mendekat ke sofa.“Pak Danish.” Isha mengucap tanpa mengeluarkan suara. Ternyata yang tidur di sofa adalah Danish.Isha ingat betul jika kemarin, keponakan Danish mengatakan jika Danish akan pulang besok. Namun, ternyata dia pulang malam ini.“Tidak.” Danish menggelengkan kepalanya. Matanya masih terpejam.“Pasti dia mimpi buruk.” Isha menebak apa yang terjadi pada Danish. Dia sudah dengar dari Dino jika Danish kembali mimpi buruk lagi setelah tidak tidur dengannya.Melihat Danis
Isha sudah siap untuk ke toko, tetapi dia tidak buru-buru keluar dari kamar. Dia masih merasa malu sekali dengan orang-orang di luar. Malu dengan Luel dan Ve yang melihatnya berpelukan dengan Danish. Malu dengan asisten rumah tangga karena pasti asisten rumah tangga melihat apa yang dilakukannya. Yang terutama malu dengan Danish karena sudah memeluk erat tubuhnya semalam. Rasanya, Isha mau mengurung diri saja sampai mereka semua pergi. Namun, itu tidak mungkin. Tidak mungkin dia tidak keluar kamar. Pasti akan membuat orang-orang curiga. Di saat kebingungan Isha itu sedang melanda, tiba-tiba suara pintu terdengar. Isha sampai terkejut karena mendengar itu hal itu. Buru-buru Isha membuka pintu. Untuk tahu siapa yang mengetuk pintu. Saat pintu dibuka, ternyata Ve yang berada di balik pintu. “Aunty, tidak keluar-keluar dari kamar. Tidak mau sarapan dengan kita?” Ve menatap Isha dengan penuh pengharapan. “Iya, ini aku baru akan keluar.” Isha mengulas senyumnya. Berusaha meyakinkan Ve.
“Sudah cepat bersiaplah dan jangan banyak bertanya!” Kembali Isha mendapati perintah dari Danish. Hal itu membuatnya sedikit kesal. Sikap dominan Danish kembali. Padahal juga mereka belum berbaikan. Danish juga belum meminta maaf dengan apa yang dilakukannya kala itu. Danish menatap Isha lekat. Tatapan itu seolah menyiratkan untuk Isha segera mengambil tasnya dan segera pergi dengannya. Isha segera mengambil tas miliknya. Kemudian berpamitan pada Ina. Meminta Ina untuk menutup toko saat sore. Tak berlama-lama, Isha masuk ke mobil. Sudah ada supir di dalam yang siap mengantarkan mereka. Ke mana? Isha sendiri tidak tahu. Pasrah saja mengikuti yang dilakukan Danish. Mobil terus melaju. Isha pun tak bertanya sama sekali ke mana mereka pergi. Sampai akhirnya, mereka sampai di sebuah rumah sakit. Isha langsung terperangah. Bertanya-tanya, kenapa Danish membawanya ke sini? Saat mobil berhenti di depan lobi, Isha masih terdiam. Tak beranjak sama sekali. Masih termangu di kursi penu
Isha menatap Danish yang berhenti di belakangnya. Merasa bingung karena Danish mengikutinya yang hendak masuk ke kamar. “Ke kamar, memang ke mana lagi?” Danish balik bertanya. Isha masih menatap aneh. “Masalah kita sudah selesai. Sudah tidak ada kesalahpahaman. Jadi aku akan kembali tidur di kamarmu.” Isha masih terdiam. Belum menanggapi sang suami. “Apa kamu tega membiarkan aku mimpi buruk terus?” Danish menatap Isha dengan tatapan memelas. Berharap Isha mau menerimanya kembali di kamar. Hanya alasan itu yang membuatnya bersama Isha. Jelas Isha tidak tega melihat Danish mimpi buruk. Apalagi semalam Danish tampak ketakutan. “Baiklah.” Akhirnya Isha setuju. Jawaban Isha itu jelas membuat Danish senang. Dia langsung menerobos masuk ke kamar Isha. Sepertinya, malam ini dia akan tidur nyenyak. Tidak seperti malam-malam sebelumnya. Isha yang melihat Danish pergi, hanya bisa menggeleng saja. Sang suami begitu bersemangat sekali. ****Usai makan malam, Danish dan Isha se
Danish tahu pasti jika Isha memikirkan Abra. Karena nasib Abra tergantung dengan kapan Isha hamil. “Jika lama, artinya mantan suamimu itu juga akan lama di penjara.” Danish mengulas senyum manisnya. Isha membulatkan matanya. Dia teramat terkejut ketika Danish mengatakan hal itu padanya. Danish sama sekali tidak mengubah kontrak walaupun ada masalah padanya suatu saat nanti. Tidak ada kebijakan untuk hal yang membuat kehamilan lama terjadi.Reaksi Isha yang diam membuat Danish menyadari jika ada kekecewaan pada Isha. “Hasilnya belum keluar, tetapi kamu sudah memikirkan hal buruk. Ibarat mau perang, kamu sudah memikirkan kematian. Harusnya kamu berpikir bagaimana berjuang.” Danish pun gemas untuk mengomentari Isha. “Tunggulah dulu hasilnya. Berpikirlah positif dulu.”Isha terdiam. Yang dikatakan Danish memang ada benarnya. Harusnya, dirinya tidak memikirkan hal buruk itu. Justru harusnya dia memikirkan semoga semua baik-baik saja. Langkah mereka terhenti ketika sampai di lobi.
Kali ini Danish terdiam. Tak berani menjawab pertanyaan Dino. Tidak seperti biasanya juga, Danish tidak mengelak. Padahal biasanya pria itu mengatakan jika pernikahannya hanyalah kerja sama. Jadi kedekatan yang terjalin adalah kerja sama saja. Namun, kali ini dia tidak bisa mengatakan hal itu. Karena perasaannya sudah berbeda. “Apa benar aku jatuh cinta?” Danish menoleh pada Dino yang duduk di kursi kemudi. Mendengar pertanyaan Danish seketika membuat Dino tertawa. Bisa-bisanya temannya itu mempertanyakan hal itu. “Yang tahu itu cinta adalah hatimu. Bagaimana bisa kamu bertanya padaku?” “Aku sudah lama tidak jatuh cinta. Jadi aku tidak bisa memahami hatiku.” Jika ditanya soal jatuh cinta, jelas dia sudah lupa. Pertama kali jatuh cinta adalah dengan Dara. Itu dirasakanya waktu kuliah. Itu saat umurnya sekitar dua puluh tahunan. Bisa bayangkan sudah dua puluh tahun Danish tidak merasakan jatuh cinta. Ingin rasanya Dino tertawa. Namun, memang pada kenyataannya Danish sudah lama tidak