Isha yang sedang berjalan masuk ke rumah langsung berhenti ketika mendapati pertanyaan itu dari Danish.“Untuk apa saya mengabari? Anda saja sudah meninggalkan saya tadi pagi.” Isha melirik malas pada Danish.Dari jawaban Isha, jelas terdengar Isha benar-benar sedang kesal pada Danish. “Kamu yang lama, tetapi kamu menyalahkan orang lain.” Danish jelas tidak mau kalah.“Harusnya Pak Danish menunggu saya sebentar. Tidak main meninggalkan saya begitu saja. Padahal saya sudah berteriak-teriak, tetapi Anda tidak dengar.” Isha meluapkan kekesalannya.“Salah sendiri lama.” Danish masih dengan pendiriannya jika Ishalah yang salah.Ketika disalahkan oleh Danish, Isha semakin kesal. Dia berharap pria itu meminta maaf karena sudah meninggalkannya, sayangnya itu hanya anggan belaka. Karena Danish tidak akan pernah meminta maaf.“Dasar egois.” Isha bergumam seraya mengayunkan langkahnya ke kamarnya.Danish mengulas senyum tipisnya ketika melihat Isha yang tampak kesal. “Padahal semua salahnya send
Sesuai dengan saran dari Dino tadi, Isha berniat membujuk Danish. Tidak seperti biasanya, Isha tidak langsung ke kamar setelah makan malam.“Bibi bisa pulang saja, biar aku yang buatkan kopi.” Tadi Danish meminta asisten rumah tangga untuk membuatkan kopi. Jadi dia mengambil alih agar sekalian membujuk Danish.“Apa tidak apa-apa, Bu?” tanya asisten rumah tangga.“Tidak apa-apa.” Isha mengangguk.Asisten rumah tangga memberikan tanggung jawab membuat kopi pada Isha. Segera dia pulang karena suaminya sudah menunggu di depan.Isha segera membuatkan kopi untuk Danish. Kemudian membawanya ke ruang keluarga di mana Danish berada. Dia meyakinkan hatinya agar dapat berkata lemah lembut pada Danish.Danish yang sedang asyik melihat berita malam, mengalihkan pandangannya pada Isha. “Kenapa kamu yang membuatkan kopi? Mana bibi?” Danish mencari asisten rumah tangga yang disuruhnya membuat kopi.“Bibi sudah pulang jadi saya yang membuatkan kopi.” Isha menjawab seraya meletakkan cangkir kopi di ata
Mendapati Isha belum pulang. Danish segera menuju ke tempat sayur yang biasa di mana asisten rumah tangga beli. Letaknya memang berada di depan komplek. Itu pun berada di ruko seberang.“Pak Danish.” Sampai di sana Danish langsung disambut teriakan Isha.Danish segera menghampiri Isha. “Kenapa kamu tidak segera pulang?”Tepat saat Danish di depannya. Isha menarik tangan Danish. “Coba Pak Danish lihat. Saya belanja sebanyak ini, habis tiga ratus ribu. Ini tidak masuk akal ‘kan?” Isha melayangkan protesnya.Danish melihat kantung plastik milik Isha. “Memang kamu beli apa?” Dia penasaran apa saja yang dibeli Isha sampai sebanyak itu.“Saya hanya beli ikan dan sayur.” Isha mencoba menjelaskan pada Danish.Danish merasa heran. Hanya beli ikan saja bisa semahal itu. Tentu saja itu membuatnya penasaran. Karena itu, dia segera mengecek apa yang dibeli Isha sebenarnya. Saat membuka plastik yang dibawa Isha, ternyata isinya adalah ikan salmon, dan ukurannya cukup besar.“Pantas semahal itu, kam
Isha membulatkan matanya. Ternyata Danish tidak menghitung hari ini. Itu karena dia membantu memasak.“Tapi, saya juga membantu memasak,” protes Isha.“Hanya membantu saja. Tetap tidak masuk daftar.”“Curang sekali. Tahu begitu saya tidak ikut membantu.” Isha merasa kesal sekali.Danish tampak senang saja ketika mengetahui Isha menyesal. Dia pun mengabaikan Isha. Memilih menikmati makanannya.Di saat kesal Isha tetap memakan makanannya itu. Sayang jika makanan enak dibiarkan saja. Dia sambil memikirkan lagi apa yang bisa membuat Danish membatalkan semuanya. Jadi dia tetap akan ke penjara hari senin.“Bukankah saya masih memasak nanti malam. Artinya masih masuk hari ini. Jadi tidak adil jika hari ini tidak dianggap. Kecuali Pak Danish mau memasak untuk makan malam. Jadi kita adil.”Seketika terlintas di pikiran Isha untuk tetap mendapatkan jatah hari ini. Karena dia harus ke penjara senin
Isha menebak jika itulah yang membuat Danish tidak mau menyetir lagi. Mungkin ada trauma yang begitu besar yang dirasakan oleh Danish.Suara ketukan pintu membuat Isha, Luel, dan Ve mengalihkan pandangan pada pintu. Karena tidak ada yang berdiri, Isha langsung berdiri. Saat membuka pintu, ada Danish.“Ini.” Danish memberikan satu kantung besar kentang dan tiga minuman yang baru saja diantar kurir makanan. Sengaja Danish membelikan makanan untuk keponakan dan istrinya untuk menemani menonton film.“Terima kasih.” Isha segera menerima makanan dan minuman yang diberikan Danish baru saja itu.Isha segera membawa makanan tersebut ke dalam ruangan. Bergabung dengan keponakan suaminya itu. Dia memberikan makanan pada Luel dan juga Ve.“Uncle memang selalu baik.” Ve mengulas senyum seraya menerima minuman dari Isha.“Aunty adalah wanita beruntung yang mendapatkan Uncle Danish.&rdqu
Pagi ini Isha begitu bersemangat sekali. Apalagi dia akan ke penjara untuk menjenguk Abra. Pagi-pagi Isha sudah sibuk memasak. Tepat jam enam pagi semua masakan yang dibuatnya sudah siap. Isha tinggal membereskan cucian kotor saja.“Kamu sudah seperti buat catering, sepagi ini sudah selesai.”Danish yang melihat Isha sibuk di dapur pun merasa heran. Padahal jadwal berkunjung jam sepuluh, tetapi pagi-pagi Isha sudah selesai memasak.“Saya terbangun pagi, jadi memilih memasak saja.”Begitu senangnya Isha akan bertemu dengan Abra. Sampai-sampai, dia bangun lebih awal. Tak sabar untuk bertemu Abra.“Tapi, tidak apa-apa. Karena makanan sudah siap. Kamu bisa langsung ikut pagi ini bersama aku dan Dino. Jadi Dino tidak perlu bolak-balik mengantar aku dan kembali menjemputmu.”Danish merasa jika justru apa yang dilakukan Isha justru menguntungkan baginya. Jadi dia merasa senang-senang saja Isha sudah selesai masak pagi-pagi.“Jadi maksud Pak Danish, saya ikut Pak Danish ke kantor?” Isha memas
Isha tidak menyangka Abra akan mengatakan hal itu. Tidak terlintas di pikiran Isha sama sekali jika dia akan melakukan hal itu. Dia juga berharap bisa segera hamil dan kembali pada Abra. Namun, mau bagaimana lagi jika Tuhan masih belum berkehendak.“Kak, aku sudah berjuang sejauh ini untuk membebaskan kamu. Bagaimana bisa kamu bilang aku mengulur waktu?” Air mata Isha tak tertahan lagi. Kata-kata Abra terlalu menyakitkan.Abra mengusap wajahnya. Dia tahu bagaimana perjuangan Isha, tetapi keinginannya sudah tidak terbendung. Dia ingin sekali segera keluar.“Sha, maafkan aku. Aku hanya ingin cepat keluar. Aku benar-benar sudah tidak tahan di sini.” Abra mencoba membujuk Isha. Berusaha untuk memberikan pengertian pada Isha.“Aku tahu Kak Abra ingin cepat keluar dari sini. Aku pun sedang berusaha keras untuk segera hamil agar Kak Abra bisa keluar. Jadi jangan membuat aku tertekan dengan terus marah ketika tidak ada kehamilan terjadi.” Isha terus menangis. Bagaimana Abra menekannya untuk t
Isha melihat jika Danish mengetahui niatnya. Jadi tidak ada alasannya untuk berbasa-basi lagi. “Saya ingin ke dokter kandungan untuk mengecek rahim saya.” Isha pun langsung menyampaikan apa yang diinginkannya.“Memang kenapa rahimmu?” Danish merasa aneh dengan keinginan Isha yang tiba-tiba. Seingatnya Isha sudah memeriksakan kandungannya waktu hendak menikah, dan tidak ada masalah sama sekali dari kandungan Isha.“Saya ingin memeriksakan rahim agar lebih yakin jika saya sehat.”Danish menimbang apa yang dikatakan Isha. Sebenarnya baginya tidak masalah jika Isha mengecek rahimnya. Justru itu bagus, agar mereka tahu kenapa tidak kunjung memiliki anak.“Baiklah, pergilah untuk melakukan pemeriksaan.” Danish akhirnya mengizinkan.Isha merasa lega karena akhirnya Danish mengizinkannya. Dengan begitu dia akan tahu kenapa dia tidak kunjung hamil.“Apa masalahnya sudah selesai?” Danish menatap Isha.“Iya, silakan makan.” Isha mempersilakan Danish untuk memakan masakan yang dibuatnya itu.****