Isha membulatkan matanya. Ternyata Danish tidak menghitung hari ini. Itu karena dia membantu memasak.“Tapi, saya juga membantu memasak,” protes Isha.“Hanya membantu saja. Tetap tidak masuk daftar.”“Curang sekali. Tahu begitu saya tidak ikut membantu.” Isha merasa kesal sekali.Danish tampak senang saja ketika mengetahui Isha menyesal. Dia pun mengabaikan Isha. Memilih menikmati makanannya.Di saat kesal Isha tetap memakan makanannya itu. Sayang jika makanan enak dibiarkan saja. Dia sambil memikirkan lagi apa yang bisa membuat Danish membatalkan semuanya. Jadi dia tetap akan ke penjara hari senin.“Bukankah saya masih memasak nanti malam. Artinya masih masuk hari ini. Jadi tidak adil jika hari ini tidak dianggap. Kecuali Pak Danish mau memasak untuk makan malam. Jadi kita adil.”Seketika terlintas di pikiran Isha untuk tetap mendapatkan jatah hari ini. Karena dia harus ke penjara senin
Isha menebak jika itulah yang membuat Danish tidak mau menyetir lagi. Mungkin ada trauma yang begitu besar yang dirasakan oleh Danish.Suara ketukan pintu membuat Isha, Luel, dan Ve mengalihkan pandangan pada pintu. Karena tidak ada yang berdiri, Isha langsung berdiri. Saat membuka pintu, ada Danish.“Ini.” Danish memberikan satu kantung besar kentang dan tiga minuman yang baru saja diantar kurir makanan. Sengaja Danish membelikan makanan untuk keponakan dan istrinya untuk menemani menonton film.“Terima kasih.” Isha segera menerima makanan dan minuman yang diberikan Danish baru saja itu.Isha segera membawa makanan tersebut ke dalam ruangan. Bergabung dengan keponakan suaminya itu. Dia memberikan makanan pada Luel dan juga Ve.“Uncle memang selalu baik.” Ve mengulas senyum seraya menerima minuman dari Isha.“Aunty adalah wanita beruntung yang mendapatkan Uncle Danish.&rdqu
Pagi ini Isha begitu bersemangat sekali. Apalagi dia akan ke penjara untuk menjenguk Abra. Pagi-pagi Isha sudah sibuk memasak. Tepat jam enam pagi semua masakan yang dibuatnya sudah siap. Isha tinggal membereskan cucian kotor saja.“Kamu sudah seperti buat catering, sepagi ini sudah selesai.”Danish yang melihat Isha sibuk di dapur pun merasa heran. Padahal jadwal berkunjung jam sepuluh, tetapi pagi-pagi Isha sudah selesai memasak.“Saya terbangun pagi, jadi memilih memasak saja.”Begitu senangnya Isha akan bertemu dengan Abra. Sampai-sampai, dia bangun lebih awal. Tak sabar untuk bertemu Abra.“Tapi, tidak apa-apa. Karena makanan sudah siap. Kamu bisa langsung ikut pagi ini bersama aku dan Dino. Jadi Dino tidak perlu bolak-balik mengantar aku dan kembali menjemputmu.”Danish merasa jika justru apa yang dilakukan Isha justru menguntungkan baginya. Jadi dia merasa senang-senang saja Isha sudah selesai masak pagi-pagi.“Jadi maksud Pak Danish, saya ikut Pak Danish ke kantor?” Isha memas
Isha tidak menyangka Abra akan mengatakan hal itu. Tidak terlintas di pikiran Isha sama sekali jika dia akan melakukan hal itu. Dia juga berharap bisa segera hamil dan kembali pada Abra. Namun, mau bagaimana lagi jika Tuhan masih belum berkehendak.“Kak, aku sudah berjuang sejauh ini untuk membebaskan kamu. Bagaimana bisa kamu bilang aku mengulur waktu?” Air mata Isha tak tertahan lagi. Kata-kata Abra terlalu menyakitkan.Abra mengusap wajahnya. Dia tahu bagaimana perjuangan Isha, tetapi keinginannya sudah tidak terbendung. Dia ingin sekali segera keluar.“Sha, maafkan aku. Aku hanya ingin cepat keluar. Aku benar-benar sudah tidak tahan di sini.” Abra mencoba membujuk Isha. Berusaha untuk memberikan pengertian pada Isha.“Aku tahu Kak Abra ingin cepat keluar dari sini. Aku pun sedang berusaha keras untuk segera hamil agar Kak Abra bisa keluar. Jadi jangan membuat aku tertekan dengan terus marah ketika tidak ada kehamilan terjadi.” Isha terus menangis. Bagaimana Abra menekannya untuk t
Isha melihat jika Danish mengetahui niatnya. Jadi tidak ada alasannya untuk berbasa-basi lagi. “Saya ingin ke dokter kandungan untuk mengecek rahim saya.” Isha pun langsung menyampaikan apa yang diinginkannya.“Memang kenapa rahimmu?” Danish merasa aneh dengan keinginan Isha yang tiba-tiba. Seingatnya Isha sudah memeriksakan kandungannya waktu hendak menikah, dan tidak ada masalah sama sekali dari kandungan Isha.“Saya ingin memeriksakan rahim agar lebih yakin jika saya sehat.”Danish menimbang apa yang dikatakan Isha. Sebenarnya baginya tidak masalah jika Isha mengecek rahimnya. Justru itu bagus, agar mereka tahu kenapa tidak kunjung memiliki anak.“Baiklah, pergilah untuk melakukan pemeriksaan.” Danish akhirnya mengizinkan.Isha merasa lega karena akhirnya Danish mengizinkannya. Dengan begitu dia akan tahu kenapa dia tidak kunjung hamil.“Apa masalahnya sudah selesai?” Danish menatap Isha.“Iya, silakan makan.” Isha mempersilakan Danish untuk memakan masakan yang dibuatnya itu.****
“Itu jadwal khusus untuk kita.” Isha menjelaskan pada suaminya itu.Danish masih merasa bingung. Jadwal khusus apa yang dimaksud istrinya itu.Isha melihat jelas wajah bingung Danish. Hal itu membuat Isha mendekatkan wajahnya. Untuk sejenak Danish terpaku ketika istrinya itu mendekat ke arahnya.“Itu jadwal kita harus melakukan hubungan intim.” Isha berbisik pada Danish. Menjelaskan secara rinci kertas apa itu.Danish langsung meraih kertas tersebut. Kemudian melihat kertas apa itu. Ternyata terdapat tanggal di dalam kertas tersebut. Ada tanda yang diberikan di beberapa tanggal. Danish yakin itu adalah hari di mana mereka diminta untuk melakukan hubungan intim.‘Seminggu tiga kali,’ batin Danish.Entah kenapa hatinya tiba-tiba senang ketika mendapatkan jadwal hubungan intim dengan Isha. Mengingat sebulan lalu dia tersiksa karena hanya sekali, kini dia suguhkan dengan jadwal yang begitu menguntungkan baginya.“Kita akan lakukan.” Danish memberikan kertas itu lagi pada Isha.Isha sediki
Danish mengingat alarm apa yang berbunyi barusan. Dia tidak pernah menyalakan alarm di jam seperti ini. Tentu saja itu membuatnya bingung. Danish berpikir keras alarm apa sebenarnya yang baru saja menyala. Hingga akhirnya dia mendapati jika alarm itu adalah alarm untuk berhubungan intim dengan Isha. Mendapati alarm apa itu, seketika Danish memandang Isha.Isha yang mendapati tatapan Danish hanya bisa menelan salivanya. Dia menyadari jika alarm tersebut dirinya yang membuat. Isha juga tahu alarm apa itu yang menyala.“Alarm tidur.” Danish menatap sang mami.“Sejak kapan kamu tidur jam segini?” Nesha mengomentari saudara kembarnya itu. Tidak biasanya Danish tidur lebih awal.“Sadarlah jika kita semakin tua. Jadi harus hidup sehat dengan tidur cukup.” Danish tentu saja bisa menjawab setiap ucapan saudara kembarnya itu.“Kamu saja yang tua, aku belum.” Nesya tertawa kemudian mengalihkan pandangan pada suaminya. “Benarkan, Sayang?” tanyanya.Sang suami hanya mengangguk-anggukkan kepalanya
“Alarm untuk mengingatkan aku untuk berhubungan intim.”Mendapati jawaban itu membuat Dino terkejut. Ada-ada saja temannya itu memakai alarm untuk melakukan hubungan intim.“Dokter memberikan jadwal pada Isha sewaktu dia pergi ke rumah sakit. Jadi akhirnya aku melakukannya sesuai jadwal dokter.” Danish menjelaskan sambil tersenyum lebar.“Dari senyummu sepertinya kamu yang diuntungkan.” Dino melihat jelas bagaimana wajah semringah Danish.“Ini seperti, ibarat aku belum sampai kehausan sudah diberikan minum. Bagaimana aku tidak senang?” Danish langsung tertawa terbahak ketika mengucapkan hal itu.Dino memaklumi jika Danish cukup lama menduda. Kini saat sudah ada wanita di depannya, tentu saja itu adalah hal yang menguntungkan. Terlepas dari tujuan dia yang ingin punya anak.Akhirnya mobil sampai juga di rumah. Danish segera turun dari mobil. Sebelum ke kamar Isha, Danish memilih untuk ke kamarnya lebih dulu. Membersihkan tubuhnya lebih dulu sebelum menjamah sang istri.Danish ke kamar
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan