Hari ini Danish sengaja meluangkan waktu untuk membantu Levon merapikan barang milik Dara. Dia melakukan itu sebagai balasan Levon yang mau ikut dengannya berkemah. Pagi-pagi Danish bersantai sambil menikmati teh hangat. Kapan lagi bisa bersantai di hari senin. Tentu saja tidak dilewatkan oleh Danish. "Kamu mau ke mana pakai jaket?" Danish yang melihat Levon rapi pagi-pagi penasaran. Padahal dia harusnya bersiap untuk merapikan barang mendingan istrinya. "Aku mau antar Luel, Uncle," jawab Levon. Baru saja Levon membicarakan Luel, gadis itu sudah turun dari lantai atas. Tampak sudah siap untuk ke kampus. Danish hanya bisa terdiam. Sepertinya keponakannya sedang dimabuk asmara. Jadi wajar jika pergi bersama. Kali ini dia tidak bisa berkata apa-apa. Lebih baik membiarkan. Isha yang mendengar hal itu langsung tersenyum. Dia senang melihat keponakannya yang lagi bahagia. "Sebelum berangkat sarapan dulu." Isha menatap Luel dan bergantian menatap Levon. "Baik, Aunty." Levon dan Luel
Danish membulatkan matanya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh sang istri."Levon tidak pulang?" Danish memastikan kembali."Iya.""Kenapa tidak pulang?" Danish pikir Levon akan pulang sesuai dengan yang dikatakan oleh Levon tadi siang."Aku memintanya untuk semalam lagi di sini. Ini sudah malam. Kasihan jika pulang malam-malam." Isha mencoba menjelaskan pada sang suami. Terpaksa berbohong agar Luel tidak kena masalah lagi.Danish yang mendengar jawab sang istri hanya bisa mengembuskan napasnya. Jika Levon tidak pulang, artinya dia akan begadang lagi. Semalam karena takut hal tak terduga pada Luel, dia sampai begadang. Menguping pembicaraan Levon dan Luel. Tidak hanya itu. Dia juga mengecek dari CCTV semalaman. Memastikan jika Levon tidak masuk ke kamar Luel. Posisi kamar mereka ada di lantai atas. Jadi apa yang dilakukan, tentu saja Danish tidak tahu."Kenapa kamu harus memintanya semalam lagi? Seharusnya kamu biarkan saja dia. Dia laki-laki. Pulang malam biasa." Danish merasa ya
Luel menatap Levon yang berdiri di depannya. Rasanya masih berat melepaskan sang kekasih hati untuk pulang. Membayangkan bertemu lagi seminggu tentu saja adalah sesuatu yang berat. “Kamu akan benar-benar pulang?” Luel menatap Levon. Berharap Levon tidak benar-benar pulang. “Aku akan kembali seminggu lagi.” Levon berusaha untuk menenangkan sang kekasih hati. “Iya, tapi tetap saja, aku tidak sanggup menunggu.” Luel menundukkan pandangannya. Dia benar-benar dalam dilema. Tidak tahu harus berbuat apa agar bisa merelakan Levon untuk pulang.Levon meraih tangan Luel. Kemudian menggenggamnya. “Seminggu akan berlalu dengan cepat. Jangan khawatir.” Dia berusaha untuk menenangkan sang kekasih.Luel berusaha untuk kuat. Dia yakin mereka bisa menjalani hubungan ini, walaupun harus berjauhan. “Ayo, kita sarapan bersama Aunty Isha dan Uncle Danish. Setelah itu aku akan mengantarkan kamu untuk ke kampus.” Levon mengulas senyum manisnya. “Ayo.” Luel mengangguk. Mereka berdua segera bergegas u
Isha benar-benar terkejut ketika melihat hal itu. Jika di tokonya, pasti dapat beberapa potong. Isha merasa baju bayi di toko tersebut sangat mahal. “Apa ada yang kamu suka, Sha?” Mami Neta yang menghampiri Isha. “Tidak ada, Mi.” Isha terpaksa berbohong. Dia tidak mau memberitahu alasan sebenarnya. “Kalau begitu kita cari di toko lainnya.” Mami Neta memberikan ide. Isha merasa jika mungkin saja dia bisa mendapatkan harga lebih murah. Karena harga di toko yang sedang didatangi cukup mahal. “Baik, Mi.” Isha setuju dengan ajakan sang mertua.Akhirnya mereka segera berpindah ke toko lain. Hal pertama yang dilakukan Isha adalah melihat baju bayi yang sama dengan yang dilihatnya tadi. Memastikan harganya. Isha benar-benar terkejut sekali ketika melihat harga. Ternyata harganya masih tidak jauh beda dengan yang pertama. Entah kenapa, Isha merasa harganya masih mahal juga. “Ada yang kamu suka, Sha?” Mami Neta menatap menantunya itu. “Tidak ada, Mi.” Isha benar-benar tidak mau beli. M
Danish segera mengambil mobilnya. Kemudian menjemput mami dan istrinya. Saat mobil berhenti di depan lobi, Isha dan Mami Neta segera masuk. Isha duduk di kursi depan, sedangkan Mami Isha duduk di kursi belakang. Melihat sang istri dan mami masuk, Danish segera melajukan mobilnya. Saat Danish melajukan mobil, Mami Neta cukup takut. Namun, saat melihat Danish yang tampak tenang menyetir, Mami Neta langsung tenang. Ternyata memang anaknya sudah bisa lancar menyetir. “Mami benar-benar senang sekali kamu benar-benar bisa menyetir.” Mami Neta mengulas senyum manisnya. Danish melihat sang mami dari pantulan kaca di atas dasbor. Senyum sang mami tampak begitu merekah menghiasi wajahnya yang makin menua, tapi tetap cantik. “Jika begini, kamu bisa mengantarkan Isha saat dia melahirkan.” Melahirkan itu sewaktu-waktu. Jadi pastinya harus ada yang siap sedia. Kini Danish sudah bisa menyetir. Jadi paling tidak, dia sudah bisa mengantar sang istri ke rumah sakit. “Iya, Mi. Jika Isha nanti ke rum
Pagi ini Isha pergi ke rumah sakit untuk mengecek kandungannya. Kini usia kandungan Isha sudah masuk tujuh bulan. “Bagaimana keadaan anak kami, Dok?” Isha melihat layar USG. Dia ingin tahu bagaimana anaknya di dalam perut. “Keadaannya baik-baik saja. Beratnya sudah satu setengah kilo. Panjangnya sudah empat puluh satu. Semua organ tubuhnya bekerja dengan baik.” Dokter menjelaskan pada Isha dan Danish.Isha yang mendengar itu merasa begitu senang sekali. Dari yang didengarnya sebulan yang lalu, tampak ada perkembangan yang baik. Ada perubahan yang cukup signifikan. Isha melihat sang suami. Senyum manis menghiasi wajahnya. Bahagia karena melihat anaknya baik-baik saja. Danish membalas senyuman itu. Merasa begitu senang karena anak mereka sehat. Dokter menjelaskan beberapa hal dari hasil pemeriksaan USG. Danish dan Isha tampak asyik mendengarkan dokter sambil melihat layar USG.Usai melakukan pemeriksaan, akhirnya Isha turun dari ranjang pemeriksaan. Danish senantiasa memba
Isha langsung mengalihkan pandangan ke arah barang-barang yang dibelinya. Begitu banyak barang yang dibeli. Tentu saja dia juga berpikir hal yang sama. “Entah.” Isha menaikkan bahunya. “Jika memang tidak muat di mobil Pak Danish, saya akan kirimkan barang-barang ini ke rumah.” Lucky langsung menatap Danish untuk menawarkan bantuan. “Apa tidak masalah?” tanya Danish. “Tentu saja tidak apa-apa.” “Baiklah, kalau begitu, saya titipkan sebagian barang pada Pak Lucky.” “Baiklah.”Danish segera melakukan pembayaran. Karena yang dibeli Isha cukup banyak. Ternyata habis cukup banyak sekali. Namun, bagi Danish tidak bisa masalah berapa pun harga yang harus dibayarkan. Karena yang terpenting istrinya senang. Dibantu pegawai Lucky, Danish memasukkan barang-barang yang dibelinya. Benar saja. Baru setengah yang dimasukkan, sudah penuh. Jadi memang benar jika barang sebagian harus dikirim. “Terima kasih Pak Lucky sudah memberikan akses untuk membeli pakaian bayi di sini.” Isha tamp
Luel yang bersiap untuk berangkat segera turun dari lantai atas. Dia akan menunggu Levon di lantai bawah. “Kurir sudah selesai antar barang tadi, Aunty?” tanya Luel ketika bertemu dengan Isha. “Tadi bukan kurir. Tadi itu supplier baju bayi tokoku. Aunty tadi beli baju dan barang-barang di sana. Jadi dia antar ke sini karena tidak ada kurir yang bisa antar.”Mendengarkan penjelasan Isha, Luel akhirnya menyadari jika pria tadi bukan kurir. Memang tampangnya tidak terlihat seperti kurir. “Levon mana? Kenapa belum sampai?” Isha melihat Luel sudah siap, tapi tidak melihat Levon. “Dia sedang dalam perjalanan.” Tadi saat turun ke lantai bawah, Luel sempat menghubungi Levon. Pacarnya itu memberitahu jika sedang dalam perjalanan. “Itu dia.” Luel mendengar suara mobil. Karena tadi Levon mengatakan jika akan membawa mobil, jadi Luel bisa menebak jika yang datang adalah Levon. Luel segera keluar dari rumah. Menemui Levon di depan rumah. Setelah memarkirkan mobilnya, Luel segera kelua
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan