Isha langsung mengalihkan pandangan ke arah barang-barang yang dibelinya. Begitu banyak barang yang dibeli. Tentu saja dia juga berpikir hal yang sama. “Entah.” Isha menaikkan bahunya. “Jika memang tidak muat di mobil Pak Danish, saya akan kirimkan barang-barang ini ke rumah.” Lucky langsung menatap Danish untuk menawarkan bantuan. “Apa tidak masalah?” tanya Danish. “Tentu saja tidak apa-apa.” “Baiklah, kalau begitu, saya titipkan sebagian barang pada Pak Lucky.” “Baiklah.”Danish segera melakukan pembayaran. Karena yang dibeli Isha cukup banyak. Ternyata habis cukup banyak sekali. Namun, bagi Danish tidak bisa masalah berapa pun harga yang harus dibayarkan. Karena yang terpenting istrinya senang. Dibantu pegawai Lucky, Danish memasukkan barang-barang yang dibelinya. Benar saja. Baru setengah yang dimasukkan, sudah penuh. Jadi memang benar jika barang sebagian harus dikirim. “Terima kasih Pak Lucky sudah memberikan akses untuk membeli pakaian bayi di sini.” Isha tamp
Luel yang bersiap untuk berangkat segera turun dari lantai atas. Dia akan menunggu Levon di lantai bawah. “Kurir sudah selesai antar barang tadi, Aunty?” tanya Luel ketika bertemu dengan Isha. “Tadi bukan kurir. Tadi itu supplier baju bayi tokoku. Aunty tadi beli baju dan barang-barang di sana. Jadi dia antar ke sini karena tidak ada kurir yang bisa antar.”Mendengarkan penjelasan Isha, Luel akhirnya menyadari jika pria tadi bukan kurir. Memang tampangnya tidak terlihat seperti kurir. “Levon mana? Kenapa belum sampai?” Isha melihat Luel sudah siap, tapi tidak melihat Levon. “Dia sedang dalam perjalanan.” Tadi saat turun ke lantai bawah, Luel sempat menghubungi Levon. Pacarnya itu memberitahu jika sedang dalam perjalanan. “Itu dia.” Luel mendengar suara mobil. Karena tadi Levon mengatakan jika akan membawa mobil, jadi Luel bisa menebak jika yang datang adalah Levon. Luel segera keluar dari rumah. Menemui Levon di depan rumah. Setelah memarkirkan mobilnya, Luel segera kelua
Isha hanya bisa memejamkan matanya ketikan merasakan sentuhan sang suami. Tubuhnya memang semakin sensitif. “Basah.” Isha langsung membuka matanya. Dilihatnya bajunya basah. Tentu saja basah itu berasal dari p@yudaranya yang mengeluarkan air.Seketika Danish menghentikan aksinya. Menarik tangannya yang basah. Dia bingung air apa itu. “Ini air apa?” Rasa penasarannya akhirnya membuatnya bertanya. “Ini ASI.” Isha mencoba memberitahu. Dahi Danish berkerut dalam. Dia merasa bingung dengan ucapan sang istri. “Memangnya sudah keluar?” tanyanya penasaran. “ASI keluar artinya ibu hamil sudah siap untuk memberikan ASI pada anaknya. Karena kamu meremasnya, jadi memicu ASI keluar.” Isha mencoba menjelaskan pada sang suami. Danish akhirnya paham. Namun, tidak menyangka jika akhirnya seperti ini. “Apa sakit?” Dia memastikan sang istri pasca ASI keluar. “Tidak, tadi justru enak.” Dengan wajah polosnya, dia tersenyum. Sayangnya, di saat Isha tersenyum, Danish masih panik. Dia mas
Pagi ini Isha menyiapkan beberapa bahan untuk dimasak nanti sore. Rencananya sore ini akan kedatangan tamu. Jadi dia bersiap. “Aunty sepertinya sedang sibuk.” Luel yang kebetulan ingin mengambil minum, melihat sang aunty sedang sibuk. Tentu saja dia tampak penasaran. “Oh ... nanti malam mau ada tamu. Jadi aku menyiapkan bahan untuk masakan untuk nanti sore.” Luel menganggukkan kepalanya, tetapi sesaat kemudian dia penasaran tamu Isha. “Memang siapa tamunya?” tanya Luel. “Pria yang datang kemarin.” Isha mengingatkan Luel. “Kurir itu?” Luel langsung teringat akan hal itu. “Hust ... dia bukan kurir.” Isha menegur keponakannya itu. Luel langsung menutup mulutnya. “Iya, maaf.” Isha hanya tersenyum melihat aksi Luel. Luel segera melanjutkan kembali niatnya untuk mengambil minum. Sambil mengambil minum, dia memerhatikan perut Isha. “Kemarin Aunty jadi periksa? Bagaimana keadaan sepupu aku?” “Dia baik-baik saja. Tinggal menunggu dua bulan lagi.” Isha membelai lembut per
“Ikutlah makan malam di sini.” Danish menatap Levon. “Nanti ada tamu. Jika kamu ikut, akan semakin ramai makan malamnya.” Isha menambahkan ucapan sang suami. Levon menimbang tawaran dari Danish dan Isha. Dia melihat ke arah Luel. Seolah minta pendapat pacarannya itu. Anggukan Luel pun menandakan jika dia setuju juga untuk Levon makan malam di rumah sang paman. “Baiklah, Aunty.” Akhirnya Levon setuju untuk ikut bergabung makan malam. Levon akhirnya bergabung duduk dengan Danish. Mereka mengobrol ringan, sedangkan Isha dan Luel menyiapkan makan malam. Tepat saat makan malam siap, tamu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Danish segera menyambut tamunya itu. Levon pun juga ikut juga. “Selamat malam, Pak Lucky.” Danish menyapa Lucky seraya mengulurkan tangan. “Selamat malam, Pak Danish.” Lucky langsung menerima uluran tangan dari Danish. Saat melepaskan jabatan tangannya, dia mengalihkan pandangan ke arah Levon. Dia baru pertama melihat Levon.Danish menyadari jika
“Mau keluar.” Dengan polosnya Luel menjawab. “Tidak perlu ikut keluar.” Levon langsung menarik tangan Luel. “Kenapa?” Luel tampak bingung. Isha tahu kenapa Levon melarang Luel. “Kalian urus masalah kalian. Aku mau keluar.” Isha tidak mau ikut campur terlalu banyak. Dia memilih untuk segera keluar karena harus menemui Lucky karena pria itu harus pulang. Kini di dapur tinggal Luel dan Levon saja. Jadi mereka lebih leluasa untuk bicara. “Kenapa tidak boleh keluar?” Luel kembali bertanya lagi. “Karena aku tidak suka kamu bertemu Si Lucky itu.” Levon langsung menyampaikan apa yang membuatnya melarang Luel. “Aku juga tidak suka.” Luel juga menyampaikan apa yang dirasakannya. “Dia sepertinya menaruh hati padamu.” Levon kesal ketika melihat aksi Lucky yang terlihat sekali menyukai Luel.Apa yang dikatakan oleh Levon sama persis dengan yang dikatakan oleh Isha tadi. Luel sebenarnya juga melihat jika cara pandang Lucky berbeda.“Tapi, aku hanya mencintai kamu.” Luel langsung
“Mi, Pi, nanti ada pacar aku mau ke sini. Luel ingin kenalkan dengan Mami dan Papi. “Kemarin sore Luel pulang ke rumah. Sayangnya, dia tidak langsung bilang. Karena saat pulang, kedua orang tuanya sudah tidur. Baru pagi ini Luel mengatakan pada sang mami jika Levon akan datang. Mami Loveta dan Papi Liam langsung membulatkan matanya ketika mendengar hal itu. Dia begitu terkejut. Mereka tidak tahu jika Luel sudah memiliki pacar dan lagi mau dikenalkan. “Sejak kapan kamu menjalin hubungan?” Mami Loveta tampak penasaran dengan jalinan cinta anaknya. “Aku sudah menjalin hubungan tiga minggu, Mi.” Mami Loveta merasa memang baru sebentar anaknya menjalin hubungan. Beruntung dia tahu lebih cepat. “Teman kuliahmu?” Papi Liam memastikan. “Bukan.” Luel menggeleng.“Lalu teman apa?” Papi Liam tampak begitu penasaran. “Dia keponakan Aunty Dara.” Takut-takut Luel mengatakan hal itu. Papi Liam dan Mami Loveta saling menatap. Mereka cukup terkejut dengan yang dikatakan oleh Luel.
Untuk sesaat Levon terdiam. Kendala hubungannya dengan Luel adalah sang mama. Kebencian sang mama menjadi masalah untuknya. “Pi, mereka baru jadian. Untuk apa ditanyakan sekarang?” Mami Loveta berusaha untuk mencairkan suasana yang sedikit tegang. “Mereka memang baru jadian, tapi jika sampai mereka sudah saling cinta, tapi mamanya tidak memberikan restu, lalu mau apa?” Papi Liam kali ini lebih tegas. Sebelum hubungan anaknya lebih jauh, maka dia harus menegaskan. “Saya akan jelaskan pada mama, Uncle. Harusnya mama bisa menerima keputusan saya. Luel tidak terkait dengan kebencian mama. Jadi saya rasa, harusnya mama menerima.” Levon langsung memberikan penegasan. “Baiklah jika begitu. Aku akan tunggu kamu mengatakan pada mamamu.” Papi Liam memberikan kesempatan pada Levon. Apa pun keputusannya, dia menyerahkan semua pada Levon. Anaknya harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Jadi Papi Liam membiarkan saja. Luel melihat keseriusan Levon. Jika sudah begini, dia yakin se