Pagi ini Isha menyiapkan beberapa bahan untuk dimasak nanti sore. Rencananya sore ini akan kedatangan tamu. Jadi dia bersiap. “Aunty sepertinya sedang sibuk.” Luel yang kebetulan ingin mengambil minum, melihat sang aunty sedang sibuk. Tentu saja dia tampak penasaran. “Oh ... nanti malam mau ada tamu. Jadi aku menyiapkan bahan untuk masakan untuk nanti sore.” Luel menganggukkan kepalanya, tetapi sesaat kemudian dia penasaran tamu Isha. “Memang siapa tamunya?” tanya Luel. “Pria yang datang kemarin.” Isha mengingatkan Luel. “Kurir itu?” Luel langsung teringat akan hal itu. “Hust ... dia bukan kurir.” Isha menegur keponakannya itu. Luel langsung menutup mulutnya. “Iya, maaf.” Isha hanya tersenyum melihat aksi Luel. Luel segera melanjutkan kembali niatnya untuk mengambil minum. Sambil mengambil minum, dia memerhatikan perut Isha. “Kemarin Aunty jadi periksa? Bagaimana keadaan sepupu aku?” “Dia baik-baik saja. Tinggal menunggu dua bulan lagi.” Isha membelai lembut per
“Ikutlah makan malam di sini.” Danish menatap Levon. “Nanti ada tamu. Jika kamu ikut, akan semakin ramai makan malamnya.” Isha menambahkan ucapan sang suami. Levon menimbang tawaran dari Danish dan Isha. Dia melihat ke arah Luel. Seolah minta pendapat pacarannya itu. Anggukan Luel pun menandakan jika dia setuju juga untuk Levon makan malam di rumah sang paman. “Baiklah, Aunty.” Akhirnya Levon setuju untuk ikut bergabung makan malam. Levon akhirnya bergabung duduk dengan Danish. Mereka mengobrol ringan, sedangkan Isha dan Luel menyiapkan makan malam. Tepat saat makan malam siap, tamu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Danish segera menyambut tamunya itu. Levon pun juga ikut juga. “Selamat malam, Pak Lucky.” Danish menyapa Lucky seraya mengulurkan tangan. “Selamat malam, Pak Danish.” Lucky langsung menerima uluran tangan dari Danish. Saat melepaskan jabatan tangannya, dia mengalihkan pandangan ke arah Levon. Dia baru pertama melihat Levon.Danish menyadari jika
“Mau keluar.” Dengan polosnya Luel menjawab. “Tidak perlu ikut keluar.” Levon langsung menarik tangan Luel. “Kenapa?” Luel tampak bingung. Isha tahu kenapa Levon melarang Luel. “Kalian urus masalah kalian. Aku mau keluar.” Isha tidak mau ikut campur terlalu banyak. Dia memilih untuk segera keluar karena harus menemui Lucky karena pria itu harus pulang. Kini di dapur tinggal Luel dan Levon saja. Jadi mereka lebih leluasa untuk bicara. “Kenapa tidak boleh keluar?” Luel kembali bertanya lagi. “Karena aku tidak suka kamu bertemu Si Lucky itu.” Levon langsung menyampaikan apa yang membuatnya melarang Luel. “Aku juga tidak suka.” Luel juga menyampaikan apa yang dirasakannya. “Dia sepertinya menaruh hati padamu.” Levon kesal ketika melihat aksi Lucky yang terlihat sekali menyukai Luel.Apa yang dikatakan oleh Levon sama persis dengan yang dikatakan oleh Isha tadi. Luel sebenarnya juga melihat jika cara pandang Lucky berbeda.“Tapi, aku hanya mencintai kamu.” Luel langsung
“Mi, Pi, nanti ada pacar aku mau ke sini. Luel ingin kenalkan dengan Mami dan Papi. “Kemarin sore Luel pulang ke rumah. Sayangnya, dia tidak langsung bilang. Karena saat pulang, kedua orang tuanya sudah tidur. Baru pagi ini Luel mengatakan pada sang mami jika Levon akan datang. Mami Loveta dan Papi Liam langsung membulatkan matanya ketika mendengar hal itu. Dia begitu terkejut. Mereka tidak tahu jika Luel sudah memiliki pacar dan lagi mau dikenalkan. “Sejak kapan kamu menjalin hubungan?” Mami Loveta tampak penasaran dengan jalinan cinta anaknya. “Aku sudah menjalin hubungan tiga minggu, Mi.” Mami Loveta merasa memang baru sebentar anaknya menjalin hubungan. Beruntung dia tahu lebih cepat. “Teman kuliahmu?” Papi Liam memastikan. “Bukan.” Luel menggeleng.“Lalu teman apa?” Papi Liam tampak begitu penasaran. “Dia keponakan Aunty Dara.” Takut-takut Luel mengatakan hal itu. Papi Liam dan Mami Loveta saling menatap. Mereka cukup terkejut dengan yang dikatakan oleh Luel.
Untuk sesaat Levon terdiam. Kendala hubungannya dengan Luel adalah sang mama. Kebencian sang mama menjadi masalah untuknya. “Pi, mereka baru jadian. Untuk apa ditanyakan sekarang?” Mami Loveta berusaha untuk mencairkan suasana yang sedikit tegang. “Mereka memang baru jadian, tapi jika sampai mereka sudah saling cinta, tapi mamanya tidak memberikan restu, lalu mau apa?” Papi Liam kali ini lebih tegas. Sebelum hubungan anaknya lebih jauh, maka dia harus menegaskan. “Saya akan jelaskan pada mama, Uncle. Harusnya mama bisa menerima keputusan saya. Luel tidak terkait dengan kebencian mama. Jadi saya rasa, harusnya mama menerima.” Levon langsung memberikan penegasan. “Baiklah jika begitu. Aku akan tunggu kamu mengatakan pada mamamu.” Papi Liam memberikan kesempatan pada Levon. Apa pun keputusannya, dia menyerahkan semua pada Levon. Anaknya harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Jadi Papi Liam membiarkan saja. Luel melihat keseriusan Levon. Jika sudah begini, dia yakin se
Seminggu yang lalu Isha sudah menyampaikan apa yang diinginkannya. Fotografer meminta waktu untuk menyiapkan apa yang diminta oleh Isha. Hingga akhirnya setelah seminggu semua siap. Danish menyiapkan sudut ruangan di rumah untuk didekor. Saat pihak fotografer datang, mereka langsung mendekorasi tempat yang sudah diberitahukan Danish. Untuk membuat penampilan sang istri sempurna, Danish mengundang make up artis. Mereka datang sebelum pihak fotografer datang. Di kamar Isha sedang dirias. Mereka merias Isha untuk pemotretan pertama. Pemotretan pertama tampak santai. Isha memakai gaun press body berwarna hitam, sedangkan Danish hanya memakai kemeja celana jeans warna hitam. Saat semua siap, pemotretan dimulai. Danish dan Isha mulai berpose di depan kamera. Mereka diarahkan untuk berpose. Tampak Isha dan Danish begitu bahagia. Beberapa kali mereka berpose mesra sesuai yang diarahkan oleh fotografer. Beberapa pose memperlihatkan Danish yang mencium perut Isha tanpa ditutupi apa pun. Itu
Danish dan Isha bingung memilih yang mana. Dua nama itu sama bagusnya. Jadi mereka bingung. “Nanti kami pikirkan dulu.” Danish yang bingung pun memilih meminta waktu. “Pikirkan saja dulu. Kalian masih punya waktu.” Mami Neta tersenyum. Dia beralih ke menantunya. “Ayo, Mami mau lihat kamar bayi. Bagaimana kamar bayi sekarang?”Isha segera mengajak Mami Neta ke kamar bayi. Kamar memang sudah siap. Baju-baju yang dibeli Isha juga sudah dirapikan. Pintu penghubung kamar Danish dan Isha pun juga sudah jadi. Semua sudah siap untuk menyambut kedatangan bayi. “Sepertinya semua sudah siap.” Mami Neta melihat jika kamar sudah siap. “Iya, Mi, semua sudah siap.” “Kalau bisa kamu siapkan barang yang akan dibawa ke rumah sakit. Jadi nanti saat kamu mau melahirkan, tinggal kamu membawanya saja.” Mami Neta memberikan saran pada Isha. “Baik, Mi. Nanti aku akan siapkan.” Isha mengangguk. “Kamu jangan stress memikirkan kelahiran. Tenang saja. Pasti semua akan baik-baik saja.” Mama Neta
Waktu menunjukkan jam lima. Perut Isha semakin terasa sakit. Mulas yang dirasa seperti semakin intens terasa. “Sebaiknya kita ke rumah sakit saja.” Akhirnya Danish memutuskan untuk mengajak Isha untuk pergi ke rumah sakit. “Baiklah.” Akhirnya Isha setuju. Lagi pula sakit yang dirasakan semakin intens. “Kamu tunggu di sini dulu. Aku akan masukkan semua barang lebih dulu.” Danish meminta Isha untuk menunggu di kamar. Dia harus menyelesaikan semuanya. “Baiklah.” Danish segera keluar dari kamar. Dia mencari asisten rumah tangga. Meminta asisten rumah tangga untuk memasukkan tas-tas yang sudah disiapkan oleh Isha ke dalam mobil. Sambil membantu asisten memasukkan barang-barang ke mobil, Danish menghubungi orang tuanya. “Mi, aku mau bawa Isha ke rumah sakit sekarang. Kalau bisa, Mami menyusul ke sana.” Danish memberitahu sang mami. “Baiklah, Mami akan ke sana.” Setelah sambungan telepon terhenti, Danish langsung kembali ke kamar. Menghampiri sang istri. “Sayang, ayo kita ke rumah s