Keluarga Fabrizio melihat anak Danish dan Isha yang berada di ruang bayi. Bayi Isha dan Danish tampak menggemaskan sekali. Membuat mereka semua begitu senang melihatnya. “Seperti Danish sewaktu kecil.” Mami Neta merasa jika cucunya mirip dengan Danish. “Iya, seperti Danish sewaktu kecil.” Papi Dathan membenarkan ucapan sang istri. Dia melihat wajah Danish di cucunya. “Aku tidak sabar membelikan baju untuknya.” Nessia begitu bersemangat sekali. Dia ingin segera membelikan keponakannya itu baju-baju. “Aku akan buatkan sepatu khusus untuknya nanti.” Loveta juga tak kalah bersemangat. Dia tentu saja akan ambil andil dalam kebahagiaan ini. **** Setelah melalui proses cek kesehatan, akhirnya anak Isha sudah diberikan kepada sang ibu. Semua keluarga menyambut hangat. Loveta menggendong keponakannya itu. Benar-benar senang melihat keponakannya. “Rasanya rindu menggendong anak-anak seperti ini.” Loveta begitu senangnya. “Iya, tapi jangan lama-lama. Gantian aku.” Nessia merasa sang kaka
Suasana rumah tampak begitu ramai sejak anak Danish dan Isha lahir. Suara tangis bayi terdengar mengisi rumah. Rumah juga ramai kedatangan tamu yang ingin menjenguk anak mereka.Pagi ini Danish menemani sang putra berjemur. Rasanya senang saat bisa menemani anaknya. Danish memang sengaja tidak masuk kerja karena mau fokus pada anaknya.“Anak Papi tampan. Anak pintar.” Danish memuji anaknya sambil berjemur.Isha yang sedang menyiapkan sarapan, tersenyum melihat sang suami yang sedang berjemur dengan anaknya.“Uncle Danish bicara dengan Rio, Aunty?” tanya Luel.“Iya.”“Padahal Rio tidak bisa menjawab.” Luel tertawa melihat hal itu.“Saat orang tua punya anak, mereka akan berkomunikasi dengan anak mereka meskipun tidak ada jawaban. Seperti ibu hamil. Dia disarankan untuk bicara dengan bayi di dalam kandungan. Walaupun hanya bicara sendiri, tapi bayi yang di dalam perut, bisa mendengar. Bisa merasakan.”Luel mengerti apa yang dijelaskan oleh Isha. Mungkin karena dirinya belum menikah, jad
Beberapa sebelumnya ....Levon pulang ke rumah setelah nyaris dua bulan tidak pulang. Dia benar-benar sibuk sekali. Tadinya dia ingin berangkat setelah pulang kuliah, alhasil karena lelah, dia memilih berangkat pagi.Papa Levon sudah meninggal dunia. Jadi yang di rumah hanya tinggal sang mama saja. Beruntung beberapa saudara tinggal tak jauh dari rumah Levon, jadi sang mama masih aman.“Mama pikir kamu lupa jalan pulang.” Dona menyindir anaknya yang tak kunjung pulang.“Astaga, aku sibuk, Ma. Bukan lupa pulang.”Levon langsung memeluk sang mama. Dia tahu mamanya sangat kecewa sekali karena sudah cukup lama tidak pulang. Jadi Levon paham kekesalan sang mama.Dipeluk sang anak membuat Dona lebih baik. Sebenarnya, dia hanya merindukan anaknya saja. Apalagi sang anak cukup lama tidak pulang.“Sudah taruh barang-barangmu dulu. Mama akan siapkan sarapan.”Levon mengangguk, kemudian masuk ke kamarnya untuk menaruh tasnya. Saat masuk ke kamar, Levon melihat kamarnya tampak bersih sekali. Pada
“Kamu menjalin hubungan dengan keluarga Fabrizio?” tanya Dona memastikan pada anaknya.“Iya, Ma.”“Sejak kapan kamu menjalin hubungan dengan keluarga Fabrizio?” Dona begitu penasaran sekali.“Aku mengenalnya saat mengambil barang milik Aunty Dara.”Dona menatap anaknya lekat. Dia masih belum bisa terima jika anaknya menjalin hubungan dengan keluarga Fabrizio.“Mama tidak mau kamu berhubungan dengan keluarga Fabrizio, Von. Kenapa kamu justru menjalin hubungan dengan anak mereka?” Dona tidak habis pikir kenapa anaknya menjalin hubungan dengan keponakan Danish.“Ma, jangan libatkan aku dalam kebencian, Mama.” Levon berusaha untuk menjelaskan pada sang mama.“Mama bisa, Von. Mengubur kebencian Mama, tapi jika kamu menjalin hubungan dengan keluarga itu, Mama tidak izinkan. Mereka sudah memutuskan hubungan, kenapa kamu justru menjalin hubungan dengan mereka?”“Ma, bukan mereka yang memutuskan hubungan, tapi Mama.”Dona merasa yang dikatakan oleh anaknya memang benar, tapi itu semua bukan ta
Levon ke kamar Luel untuk bertemu gadis itu. Dia tahu jika pasti Luel sedang bersedih. Jadi dia harus menenangkan.Levon mengetuk pintu kamar Luel. Cukup lama, dia melakukannya. Levon menduga jika Luel sedang tidur.Beberapa saat kemudian, Luel baru membuka pintu. Saat membuka pintu, dia melihat Levon datang.“Kamu ke sini?” Luel terkejut ketika melihat Levon di depan kamarnya. Dia baru saja bangun tidur. Jadi jelas pasti wajahnya berantakan sekali. “Tunggu.” Dia berniat menutup pintu lagi.Sayangnya, Levon langsung mencegahnya. “Kamu tetap cantik. Jadi tidak perlu malu.”Luel mengurungkan niatnya untuk menutup pintu. Namun, sesaat kemudian dia berbalik. Mengambil jepit rambutnya. Pasti rambutnya sangat berantakan, jadi dia ingin merapikannya.Levon masih setia menunggu Luel di depan kamarnya. Saat Luel keluar, barulah dia berjalan ke arah sofa. Duduk di sana untuk bicara dengan Luel.Luel langsung duduk di sebelah Levon, sebenarnya, dia tidak nyaman ketika Levon melihatnya bangun tid
“Setelah dari rumah sakit, kita pergi ke satu tempat dulu.” Danish yang sedang memakai parfum ke tubuhnya, memberitahu sang istri. Isha yang sedang memoles bibirnya, langsung mengalihkan pandangan ketika sang suami bicara. “Sebenarnya mau ke mana kita?” Isha terus bertanya dari kemarin, tapi tidak kunjung diberikan jawaban oleh Danish. Berharap kali ini dia akan dapat jawaban. “Nanti kamu akan tahu.” Danish mengulas senyumnya. Isha menekuk bibirnya. Kesal juga ketika sang suami tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi. Danish melihat sang istri yang menekuk bibirnya. Dia merasa jika sang istri mengemaskan sekali. “Jangan menggodaku dengan bibir seperti itu atau aku akan menghapus lipstik di bibirmu itu.” Danish memberikan peringatan pada sang istri. Isha langsung menetralkan bibirnya. Tak mau sampai Danish menciumnya dan membuat lipstiknya hilang. Kali ini Isha pasrah saja. Mengikuti sang suami. Yang terpenting adalah dia pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan sang ana
“Ini surat tanah atas ruko itu. Aku sudah mengubahnya atas namamu.” Danish memberikan surat tanah yang sudah disiapkan untuknya. Isha melihat surat tanah yang diberikan Isha oleh Danish. Rasanya masih tidak percaya jika sekarang ruko itu adalah miliknya. “Ini adalah hadiah karena sudah berjuang melahirkan anak kita. Terima kasih.” Danish meraih tangan Isha. Rasanya dicintai oleh Danish saja sudah membuat Isha bahagia. Tak berharap apa pun. “Aku berjuang untuk anak kita karena aku begitu mencintaimu. Jadi sebenarnya tidak butuh hadiah. Hadiah paling berharga adalah kamu dan Dario. Itu sudah cukup.” Danish langsung mendaratkan kecupan di dahi Isha. “Terimalah dan wujudkan mimpimu.” Danish mengulas senyumnya ketika menatap sang istri. Isha mengangguk.“Ayo, aku tunjukan sesuatu lagi.” Danish segera menarik Isha ke sofa yang berada di sudut kamar mereka.Isha mengikuti saja apa yang dilakukan oleh Danish. Duduk di sofa dan menunggu Danish yang sedang akan menunjukkan sesuatu. Dani
“Wah ... pas sekali mereka berdua tidak memiliki pasangan.”Levon hanya bisa menggeleng heran dengan sang mama. Bisa-bisanya sang mama mengatakan hal itu.Rihana hanya tersenyum pada Levon. Walaupun Levon tidak tahu maksud dari senyuman itu.Mereka kembali melanjutkan makan. Beruntung obralan beralih tentang acara besok yang didatangi sang mama besok. Jadi Levon sedikit lebih nyaman.“Aku tadi coba kopi di cafe yang di bawah enak. Apa kamu mau coba?” Tiba-tiba saja Dona mengajak temannya itu. Memberikan kode pada temannya untuk meninggalkan Levon dan Rihana.“Ayo, kita coba.” Ria tampak senang. Mau saja menerima ajakan temannya.“Von, kamu di sini dulu dengan Rihana.” Dona memberitahu anaknya. Kemudian pergi tanpa menunggu jawaban dari Levon.Levon merasa bingung ketika ditinggal sang mama. Dia merasa jika sang mama sengaja sekali meninggalkannya. Jika sudah begini, tentu saja dia bingung.Rihana pun juga sama bingungnya. Ini pertama kali bertemu dengan Levon. Tentu saja itu membuatny
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan