Pagi ini Isha pergi ke rumah sakit untuk mengecek kandungannya. Kini usia kandungan Isha sudah masuk tujuh bulan. “Bagaimana keadaan anak kami, Dok?” Isha melihat layar USG. Dia ingin tahu bagaimana anaknya di dalam perut. “Keadaannya baik-baik saja. Beratnya sudah satu setengah kilo. Panjangnya sudah empat puluh satu. Semua organ tubuhnya bekerja dengan baik.” Dokter menjelaskan pada Isha dan Danish.Isha yang mendengar itu merasa begitu senang sekali. Dari yang didengarnya sebulan yang lalu, tampak ada perkembangan yang baik. Ada perubahan yang cukup signifikan. Isha melihat sang suami. Senyum manis menghiasi wajahnya. Bahagia karena melihat anaknya baik-baik saja. Danish membalas senyuman itu. Merasa begitu senang karena anak mereka sehat. Dokter menjelaskan beberapa hal dari hasil pemeriksaan USG. Danish dan Isha tampak asyik mendengarkan dokter sambil melihat layar USG.Usai melakukan pemeriksaan, akhirnya Isha turun dari ranjang pemeriksaan. Danish senantiasa memba
Isha langsung mengalihkan pandangan ke arah barang-barang yang dibelinya. Begitu banyak barang yang dibeli. Tentu saja dia juga berpikir hal yang sama. “Entah.” Isha menaikkan bahunya. “Jika memang tidak muat di mobil Pak Danish, saya akan kirimkan barang-barang ini ke rumah.” Lucky langsung menatap Danish untuk menawarkan bantuan. “Apa tidak masalah?” tanya Danish. “Tentu saja tidak apa-apa.” “Baiklah, kalau begitu, saya titipkan sebagian barang pada Pak Lucky.” “Baiklah.”Danish segera melakukan pembayaran. Karena yang dibeli Isha cukup banyak. Ternyata habis cukup banyak sekali. Namun, bagi Danish tidak bisa masalah berapa pun harga yang harus dibayarkan. Karena yang terpenting istrinya senang. Dibantu pegawai Lucky, Danish memasukkan barang-barang yang dibelinya. Benar saja. Baru setengah yang dimasukkan, sudah penuh. Jadi memang benar jika barang sebagian harus dikirim. “Terima kasih Pak Lucky sudah memberikan akses untuk membeli pakaian bayi di sini.” Isha tamp
Luel yang bersiap untuk berangkat segera turun dari lantai atas. Dia akan menunggu Levon di lantai bawah. “Kurir sudah selesai antar barang tadi, Aunty?” tanya Luel ketika bertemu dengan Isha. “Tadi bukan kurir. Tadi itu supplier baju bayi tokoku. Aunty tadi beli baju dan barang-barang di sana. Jadi dia antar ke sini karena tidak ada kurir yang bisa antar.”Mendengarkan penjelasan Isha, Luel akhirnya menyadari jika pria tadi bukan kurir. Memang tampangnya tidak terlihat seperti kurir. “Levon mana? Kenapa belum sampai?” Isha melihat Luel sudah siap, tapi tidak melihat Levon. “Dia sedang dalam perjalanan.” Tadi saat turun ke lantai bawah, Luel sempat menghubungi Levon. Pacarnya itu memberitahu jika sedang dalam perjalanan. “Itu dia.” Luel mendengar suara mobil. Karena tadi Levon mengatakan jika akan membawa mobil, jadi Luel bisa menebak jika yang datang adalah Levon. Luel segera keluar dari rumah. Menemui Levon di depan rumah. Setelah memarkirkan mobilnya, Luel segera kelua
Isha hanya bisa memejamkan matanya ketikan merasakan sentuhan sang suami. Tubuhnya memang semakin sensitif. “Basah.” Isha langsung membuka matanya. Dilihatnya bajunya basah. Tentu saja basah itu berasal dari p@yudaranya yang mengeluarkan air.Seketika Danish menghentikan aksinya. Menarik tangannya yang basah. Dia bingung air apa itu. “Ini air apa?” Rasa penasarannya akhirnya membuatnya bertanya. “Ini ASI.” Isha mencoba memberitahu. Dahi Danish berkerut dalam. Dia merasa bingung dengan ucapan sang istri. “Memangnya sudah keluar?” tanyanya penasaran. “ASI keluar artinya ibu hamil sudah siap untuk memberikan ASI pada anaknya. Karena kamu meremasnya, jadi memicu ASI keluar.” Isha mencoba menjelaskan pada sang suami. Danish akhirnya paham. Namun, tidak menyangka jika akhirnya seperti ini. “Apa sakit?” Dia memastikan sang istri pasca ASI keluar. “Tidak, tadi justru enak.” Dengan wajah polosnya, dia tersenyum. Sayangnya, di saat Isha tersenyum, Danish masih panik. Dia mas
Pagi ini Isha menyiapkan beberapa bahan untuk dimasak nanti sore. Rencananya sore ini akan kedatangan tamu. Jadi dia bersiap. “Aunty sepertinya sedang sibuk.” Luel yang kebetulan ingin mengambil minum, melihat sang aunty sedang sibuk. Tentu saja dia tampak penasaran. “Oh ... nanti malam mau ada tamu. Jadi aku menyiapkan bahan untuk masakan untuk nanti sore.” Luel menganggukkan kepalanya, tetapi sesaat kemudian dia penasaran tamu Isha. “Memang siapa tamunya?” tanya Luel. “Pria yang datang kemarin.” Isha mengingatkan Luel. “Kurir itu?” Luel langsung teringat akan hal itu. “Hust ... dia bukan kurir.” Isha menegur keponakannya itu. Luel langsung menutup mulutnya. “Iya, maaf.” Isha hanya tersenyum melihat aksi Luel. Luel segera melanjutkan kembali niatnya untuk mengambil minum. Sambil mengambil minum, dia memerhatikan perut Isha. “Kemarin Aunty jadi periksa? Bagaimana keadaan sepupu aku?” “Dia baik-baik saja. Tinggal menunggu dua bulan lagi.” Isha membelai lembut per
“Ikutlah makan malam di sini.” Danish menatap Levon. “Nanti ada tamu. Jika kamu ikut, akan semakin ramai makan malamnya.” Isha menambahkan ucapan sang suami. Levon menimbang tawaran dari Danish dan Isha. Dia melihat ke arah Luel. Seolah minta pendapat pacarannya itu. Anggukan Luel pun menandakan jika dia setuju juga untuk Levon makan malam di rumah sang paman. “Baiklah, Aunty.” Akhirnya Levon setuju untuk ikut bergabung makan malam. Levon akhirnya bergabung duduk dengan Danish. Mereka mengobrol ringan, sedangkan Isha dan Luel menyiapkan makan malam. Tepat saat makan malam siap, tamu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Danish segera menyambut tamunya itu. Levon pun juga ikut juga. “Selamat malam, Pak Lucky.” Danish menyapa Lucky seraya mengulurkan tangan. “Selamat malam, Pak Danish.” Lucky langsung menerima uluran tangan dari Danish. Saat melepaskan jabatan tangannya, dia mengalihkan pandangan ke arah Levon. Dia baru pertama melihat Levon.Danish menyadari jika
“Mau keluar.” Dengan polosnya Luel menjawab. “Tidak perlu ikut keluar.” Levon langsung menarik tangan Luel. “Kenapa?” Luel tampak bingung. Isha tahu kenapa Levon melarang Luel. “Kalian urus masalah kalian. Aku mau keluar.” Isha tidak mau ikut campur terlalu banyak. Dia memilih untuk segera keluar karena harus menemui Lucky karena pria itu harus pulang. Kini di dapur tinggal Luel dan Levon saja. Jadi mereka lebih leluasa untuk bicara. “Kenapa tidak boleh keluar?” Luel kembali bertanya lagi. “Karena aku tidak suka kamu bertemu Si Lucky itu.” Levon langsung menyampaikan apa yang membuatnya melarang Luel. “Aku juga tidak suka.” Luel juga menyampaikan apa yang dirasakannya. “Dia sepertinya menaruh hati padamu.” Levon kesal ketika melihat aksi Lucky yang terlihat sekali menyukai Luel.Apa yang dikatakan oleh Levon sama persis dengan yang dikatakan oleh Isha tadi. Luel sebenarnya juga melihat jika cara pandang Lucky berbeda.“Tapi, aku hanya mencintai kamu.” Luel langsung
“Mi, Pi, nanti ada pacar aku mau ke sini. Luel ingin kenalkan dengan Mami dan Papi. “Kemarin sore Luel pulang ke rumah. Sayangnya, dia tidak langsung bilang. Karena saat pulang, kedua orang tuanya sudah tidur. Baru pagi ini Luel mengatakan pada sang mami jika Levon akan datang. Mami Loveta dan Papi Liam langsung membulatkan matanya ketika mendengar hal itu. Dia begitu terkejut. Mereka tidak tahu jika Luel sudah memiliki pacar dan lagi mau dikenalkan. “Sejak kapan kamu menjalin hubungan?” Mami Loveta tampak penasaran dengan jalinan cinta anaknya. “Aku sudah menjalin hubungan tiga minggu, Mi.” Mami Loveta merasa memang baru sebentar anaknya menjalin hubungan. Beruntung dia tahu lebih cepat. “Teman kuliahmu?” Papi Liam memastikan. “Bukan.” Luel menggeleng.“Lalu teman apa?” Papi Liam tampak begitu penasaran. “Dia keponakan Aunty Dara.” Takut-takut Luel mengatakan hal itu. Papi Liam dan Mami Loveta saling menatap. Mereka cukup terkejut dengan yang dikatakan oleh Luel.
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan