Luel segera turun ketika melihat ada yang menabrak mobilnya. Dia melihat keadaan mobilnya yang ditabrak.Saat keluar, dia melihat ada motor yang berada di belakangnya tampak ban motor tersebut menempel di mobilnya. Membuat mobilnya sedikit penyok. "Astaga, mobilku." Luel benar-benar terkejut ketika melihat mobilnya penyok. Levon langsung memundurkan motornya. Menjauh dari mobil Luel. Dia tidak menyangka jika yang berhenti mendadak itu adalah Luel. Luel langsung mengecek mobilnya. Benar saja, bagian belakang penyok. Dan itu cukup dalam. Hal itu membuatnya sedih. "Mobil kesayanganku." Luel memegangi bagian yang penyok itu. Dia segera beralih pada pengendara motor. "Apa kamu tidak bisa memberikan jarak saat berkendara?" Dia justru menyalahkan pengandara motor. Levon membulatkan matanya. Dia merasa heran dengan Luel. Dia yang berhenti mendadak, tetapi justru menyalahkan orang lain. "Yang salah itu kamu, mengerem mendadak. Kenapa jadi menyalahkan orang lain?"Luel tahu jika dia salah,
Luel membulatkan matanya ketika mendengar jawaban Levon. "Dasar pria mesum." Luel langsung menampar Levon. Levon benar-benar terkejut sekali dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Luel. Pipinya sayang sakit, tiba-tiba sekali ditampar oleh Luel. "Kenapa kamu menampar aku?" Levon benar-benar bingung dengan sikap Luel. "Karena kamu berpikir untuk memegang yang lain." Luel benar-benar tidak suka dengan apa yang dikatakan Levon. "Astaga, aku bilang contoh. Tidak benar-benar akan memegangnya. Itu hanya andai aku punya waktu lebih untuk memikirkan mana yang aku pegang. Lagi pula aku tadi memang benar-benar tidak sengaja memegang." Levon yang kesal pun meluapkan kekesalannya.Luel masih diam. Dia masih kesal ketika Levon menjelaskan. "Dengar, jika bukan karena kamu jatuh, aku juga tidak akan memegang anggota tubuhmu. Untuk apa aku selancang itu melakukannya. Aku tahu mana batasanku. Itu semua ketidaksengajaan saja. Bukan benar-benar niat. Lagi pula kamu yang mengajak berdebat. Kamu yan
Mendapati tawaran itu, Levon pun mempertimbangkan. Dia melirik ke arah Luel. Dia merasa jika harus mengerjai gadis itu sebagai bayaran atas apa yang menimpanya hari ini. Jadi tentu saja tawaran itu tidak akan dilepaskan oleh Levon. "Baiklah, jika Uncle Danish dan Aunty Isha memaksa." Danish merasa lega ketika Levon menerima tawarannya. Dia tidak tega melihat Levon harus pulang dengan wajah babak belur seperti itu. "Luel, tunjukan kamar tamu pada Levon." Danish memberikan perintah pada keponakannya itu. "Baik, Uncle." Luel mengangguk. "Kami ke kamar dulu." Danish berpamitan. Dia kemudian mengulurkan tangan pada istrinya. Mengajak sang istri untuk ke kamar. Kini tinggal Luel dan Levon saja yang berada di ruang keluarga. Saat berada berdua seperti ini, Luel punya kesempatan untuk bicara dengan Levon. "Kenapa kamu tidak mengatakan jika aku yang membuatmu seperti ini?" Luel menatap Levon. Tadi Levon berbohong pada pamannya. "Karena aku ingin saja." Levon menjawab asal. "Terima kas
"Aku mau masuk." Danish menjawab apa yang akan dilakukannya. Mendengar jika sang suami mau masuk, Isha segera memundurkan langkahnya. Memberikan ruang pada Danish. Sayangnya, saat diberikan ruang, Danish justru diam saja. Tidak bergerak sama sekali. Isha yang kesal pun kembali mengayunkan langkahnya. Bersamaan dengan langkah Isha, Danish mengayunkan langkahnya juga. "Sayang, kamu mau masuk atau tidak?" Isha yang kesal pun melayangkan protesnya. "Maunya masuk bersama." Danish menyeringai. Senyuman Danish itu jelas mengandung arti lain, dan Isha tahu ke mana arahnya. Namun, untuk saat ini dia tidak bisa membiarkan Danish masuk bersamanya. "Kita akan makan malam. Nanti Luel dan Levon akan lama menunggu." Isha mencoba memberikan pengertian pada sang suami. "Hanya sebentar saja." Danish berusaha membujuk sang istri.Isha menatap curiga. Dia kenal suaminya bukan sehari dua hari. Jadi dia tahu seperti apa sang suami. "Maaf Bapak Danish Morgan Fabrizio. Sepertinya Anda salah jika saya
Pagi ini Isha bersiap untuk pergi senam ibu hamil. Sayangnya, sang suami tidak kunjung bangun. Hal itu membuat Isha harus membangunkan suaminya itu."Sayang, ayo cepat bangun. Kita harus segera berangkat. Nanti terlambat." Isha menggoyangkan tubuh sang suami."Ini jam berapa?" Danish masih mengantuk sekali."Ini sudah jam enam. Jadi ayo cepat bangun. Kita harus berangkat jam tujuh. Karena acara senamnya dimulai jam delapan."Mendengar hal itu, Danish tidak punya pilihan. Dia segera bangun untuk segera melihat bersiap. Mengantarkan sang istri untuk ke tempat senam.Di saat sang suami bersiap, Isha memilih menyiapkan sarapan. Sekalian bekal untuk dibawa. Dia yang sering lapar membuatnya selalu siap sedia makanan.Setengah jam, akhirnya Danish selesai. Dia keluar dari kamarnya untuk bergabung sarapan dengan sang istri.Bersamaan dengan Danish yang keluar, Levon menuruni anak tangga. Pria itu sudah bangun pagi ternyata."Pagi, Uncle." Levon menyapa Danish."Pagi." Danish mengulas senyum.
Luel membulatkan matanya ketika yang datang bukanlah Levon. Tentu saja itu membuat nyalinya langsung ciut. Takut jika sampai dia dimarahi.Siapa lagi yang datang jika bukan Danish. Pria itu berniat menanyakan sudah sejauh apa merapikan barang-barang. Namun, sayangnya justru dikejutkan dengan Luel yang memakai baju Dara.Untuk sejenak Danish terpaku. Dia benar-benar merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Luel yang memakai gaun milik Dara membuatnya teringat pada Dara. Bayangan cantik Dara seketika menghiasi pikirannya."Sa ...." Isha menggantung ucapannya ketika hendak memanggil. Tampak dari belakang Danish sedang diam terpaku. Hal itu membuatnya penasaran apa yang membuat Danish melakukan hal itu. Hingga Isha mendekat untuk tahu apa yang dilihat sang suami.Luel melihat sang paman dan bibi datang. Tentu saja itu membuatnya merasa takut. Apalagi dengan lancang memakai baju tersebut."Uncle, maaf. Tadi aku penasaran dengan gaun milik Aunty Dara. Jadi aku mencobanya." Luel berusaha
Isha tampak terkejut ketika sang suami menggerakkan bibirnya. Sesapan manis diberikan sang suami berikan membuat Isha terpaku. Saat hanya kecupan yang niat Isha mau berikan berbalas ciuman panas, tentu saja membuat perasaan berubah juga.Untuk sesaat Isha terdiam. Namun, perlahan dia mulai menyadari dan menikmati ciuman itu. Membalasnya dengan lembut ciuman yang diberikan oleh sang suami.Isha begitu larut dalam pesona Danish. Apalagi dia memang selalu saja tidak bisa menolak apa pun yang diberikan Danish.Saat napas mulai terengah, akhirnya Danish mulai melepaskan ciuman. Isha yang berada di atas Danish pun melepaskan ciuman dengan perlahan dan menjauhkan tubuhnya."Jika membangunkan seperti itu, jelas aku akan bangun." Danish menyeringai. Rasanya senang sekali mendapatkan ciuman dari sang istri.Isha hanya tersenyum saja. Sang suami memang selalu saja membuatnya tidak bisa menolak pesona sang suami."Ayo, cepat bangun. Kita akan makan malam bersama. Kasihan Luel dan Levon menunggu."
Kalau boleh jujur, Luel memang sempat terpesona pada Levon. Namun, melihat reaksi Levon itu membuatnya jadi menyingkirkan pikirannya itu. Tak mau memikirkan pria aneh itu."Siapa yang terpesona padamu?" Luel langsung mengelak.Levon hanya tersenyum saja. Dia merasa begitu senang melihat reaksi Luel. Terlihat justru mengemaskan.Mereka berdua segera melakukan olahraga masing-masing. Levon memilih angkat besi, sedangkan Luel memilih lari di treadmill.Sesekali mereka mencuri pandang lewat kaca besar yang berada di ruang gym. Levon cukup terpesona dengan Luel. Gadis itu punya tubuh yang ideal dan wajah yang cantik. Begitu pun Luel juga mengagumi Levon. Entah kenapa dia merasa Levon punya pesona yang tidak dimiliki oleh pria lain.Sayangnya, saat pandangan mereka tak sengaja saling beradu, mereka langsung menyingkirkan pandangan itu. Pura-pura tidak melihat.Mereka berdua berolahraga sekitar satu jam. Hingga akhirnya memilih untuk mengakhiri kegiatan itu. Levon langsung meraih botol minum
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan