Baru ini ya kesebut nama Navees, kisah Nessia segera ya, semoga abis ini bisa kerjain kisah mereka. Buat info nanti aku info di IiiiIiGGGgee:Myafa16
"Apa kamu sudah terlena bertemu mereka?" tanya Danish memastikan.Isha terdiam. Jika ditanya terlena, mungkin jawabannya iya. Terkadang dia merasa keluarga Danish begitu perhatian padanya hingga membuatnya merasakan kebahagiaan yang telah lama tidak didapatkan.Danish naik ke atas tempat tidur. Merebahkan tubuhnya di samping Isha. Dia menunggu jawaban dari istrinya yang tampak lama sekali."Aku terlena, aku menikmati perhatian yang mereka berikan. Tapi, nanti saat waktunya tiba, maka aku akan menyadarkan diriku jika semua sudah berakhir." Isha merasa berat mengatakan hal itu, tetapi dia sadar jika memang hal itu akan terjadi. Semua kebahagiaan yang didapatkan sekarang, akan segera dilepaskan.Ucapan Isha itu mengisyaratkan jika dia akan kembali pada Abra. Rasanya membayangkan hal itu membuat Danish tersiksa."Bagus, jadi pilihanku tidak salah untuk mengajakmu bersama keluargaku. Karena pada akhirnya kamu sadar sendiri harus apa." Terpaksa Danish menjawab tak sesuai dengan keinginan ha
Sesuai rencana tadi pagi, Isha dan Danish pergi ke penjara. Mereka diantar oleh Dino.Sebenarnya Isha ingin menunda karena tubuhnya sedikit lemas. Namun, dia tidak mau kehilangan kesempatan. Takut juga Danish sampai berubah pikiran. Jadi Isha menguatkan dirinya untuk pergi ke penjara. Sesampainya di penjara, mereka melakukan prosedur untuk kunjungan. Kemudian mereka menunggu Abra di ruang kunjungan. Tak hanya Isha dan Danish yang masuk, tetapi ada Dino juga, ada beberapa berkas yang harus ditandatangani Abra.Mereka duduk di ruangan tersebut. Isha dan Danish duduk bersebelahan, sedangkan Dino di sisi berseberangan. Satu kursi di samping Dino kosong. Tentu saja itu akan jadi tempat duduk Abra.Sesaat kemudian Abra datang. Dia tampak terkejut melihat kedatangan Isha dengan Danish. Jika Dino saja, mungkin dia tidak akan terkejut."Wah ... mimpi apa aku semalam ada orang penting menjenguk aku. Seorang Pak Danish Morgan Fabrizio datang ke penjara." Hal pertama yang dikatakan Abra saat mel
Danish segera menghampiri Isha yang duduk di sofa. Mendapati pertanyaan itu Isha terdiam. Memikirkan apa yang harus dijawabnya. "Aku hanya merasa lega, karena Kak Abra sudah keluar. Artinya aku tidak punya hutang budi padanya lagi." "Hutang budi?" Danish merasa aneh dengan jawaban Isha itu. "Iya, aku merasa kebaikan Kak Abra selama ini adalah hutang budi yang aku harus balas. Seperti halnya kamu yang memberikan jaminan kebebasan, maka aku harus membalas dengan memberikan anak untukmu." Danish terpaku. Jika dipikir-pikir dirinya dan Abra tidak ada bedanya. Hanya memanfaatkan Isha saja. Jika Abra memanfaatkan Isha untuk kebebasannya, maka Danish memanfaatkan dengan menutut Isha punya anak. Rasanya Danish malu. Dia pun mempertanyakan, layakkah rasa cintanya itu hadir. "Setelah semua selesai. Maka aku akan bebas dari semua ini." Isha merasa kelegaan. Setelah perjanjiannya dengan Danish selesai maka, dia akan dapat memulai hidup barunya. Walaupun harus merelakan anaknya. Danish jadi
Danish langsung berlari ketika melihat Isha. Menghampiri sang istri. “Kamu mau ke mana?” tanya Danish.“Mau ke kamar mandi. Kenapa kamu panik seperti itu?” Isha merasa aneh sekali dengan sikap Danish. Danish juga tidak tahu kenapa dia panik sekali. Padahal jelas Isha hanya bangun dari tempat tidur. Tidak melakukan apa-apa. Mungkin karena tadi Isha pingsan. Jadi dia panik seperti tadi. Takut terjadi apa-apa pada Isha. “Aku takut kamu kenapa-kenapa saja.” Danish menyampaikan apa yang membuat Danish panik. Isha paham betul ketakutan apa yang dirasakan Danish. Danish membantu Isha berjalan ke kamar mandi. Tak mau terjadi hal buruk pada istrinya itu. Sayangnya, Danish tidak berhenti di depan kamar mandi. Langkahnya terus sampai ke kamar mandi. Hal itu membuat Isha menghentikan langkahnya. “Kamu mau ke mana?” tanya Isha menatap sang suami. “Mengantarkan kamu ke kamar mandi.” Dengan polosnya Danish menyampaikan apa yang membuatnya ikut masuk ke kamar mandi. “Aku bisa sendiri. Kamu p
Isha yang penasaran pun memilih untuk mencari Danish. Segera dia keluar dari kamarnya. Mencari keberadaan suaminya. Saat membuka pintu, Isha mencium aroma masakkan. Seingatnya, asisten rumah tangga tidak masuk hari ini. Jadi Isha bingung siapa gerangan yang memasak. Isha segera turun ke lantai bawah. Aroma masakan tercium kuat menggelitik hidung. Aroma manis gurih bercampur menjadi satu. Isha penasaran, masakan apa yang dibuat hingga seharum ini. Langkahnya terus diayunkan ke dapur. Saat di dapur, dia melihat Danish yang sedang sibuk memasak. “Kenapa dia semakin tampan saat memasak.” Isha sadar betul jika Danish memang tampan. Namun, entah kenapa dia merasa kali ini ketampanan Danish berlipat-lipat kali. Jantung Isha semakin berdebar ketika melihat ketampanan suaminya itu. Rasanya, matanya tak mau beralih dari pemandangan indah itu. Danish terus bergerak membuat masakan. Pagi ini dia membuat zupa soup. Setelah soup jadi, dia memindahkan ke mangkuk-mangkuk kecil dan menutupnya de
Danish terdiam ketika mendapatkan pertanyaan itu. Dia bingung harus menjawab apa. Pandangannya pun beralih pada foto yang terpanjang di ruang keluarga. Foto di mana mendiang istrinya berada.“Masih.”Jawaban itu bak petir di siang bolong. Padahal kemarin Danish mengatakan jika mencintai dirinya, tetapi kini dia menjawab jika masih mencintai mendiang istrinya juga. Rasanya, Isha kecewa sekali.Danish langsung meraih tangan Isha. “Jangan salah paham dulu.” Dia mencoba menenangkan Isha. “Aku memang masih mencintainya, karena dia adalah bagian hidupku di masa lalu, sedangkan aku mencintaimu karena kamu akan jadi bagian hidupku di masa depan.” Danish mencoba meyakinkan Isha. Memang tidak mudah untuk menjalani ini semua. Masa lalunya akan tetap hadir di hidupnya dan tidak bisa dihapus.Yang punya masa lalu sebenarnya bukan hanya Danish saja. Isha pun juga memiliki masa lalu. Abra pun masih menempati tempat di sudut hatinya karena dia adalah bagian masa lalu. Tidak mudah untuk menyingkirkan
Baru saja tangan Danish hendak maju ke depan tubuh sang istri, tiba-tiba suara bel rumah yang terdengar. Hal itu membuatnya menghentikan aksinya. Ciuman yang bergelora itu pun harus terhenti. Danish mengangkat kepalanya hingga membuatnya dapat memandangi sang istri.“Apa kamu punya janji?” tanya Isha yang menatap Danish.“Tidak.” Danish langsung menggeleng. Tadi pagi dia sudah bilang Dino dan supir jika hari ini, dia hanya akan di rumah saja. Tidak ke mana-mana.“Lalu siapa itu?” Isha memikirkan siapa gerangan yang datang.“Entah.” Danish perlahan bangkit dari tubuh sang istri. Tangannya diulurkan untuk membantu sang istri bangun.Isha segera menerima uluran tangan Danish. Kemudian mendudukkan tubuhnya.Saat melihat sang istri duduk, Danish segera bangkit. Mau membuka pintu untuk tahu siapa yang datang. Sayangnya, baru saja langkahnya hendak diayunkan, tangannya sudah ditarik oleh sang istri.“Kenapa?” tanya Danish menoleh pada istrinya. Pandangannya ke arah bawah karena posisi sang i
Danish merasa kesenangan diganggu oleh sang istri. Padahal dia ingin sekali melanjutkan apa yang dilakukan sebelum kedua orang tuanya datang.“Coba dengarkan sesuatu?”Dahi Danish berkerut dalam. Dia bingung bunyi apa yang didengar istrinya. Sayangnya, dia tidak mendengar apa pun.“Bunyi apa?” Danish yang tidak mendapati jawaban pun menatap sang istri.“Bunyi perut aku.” Isha menjelaskan dari mana berasal bunyi itu.Danish terperangah. “Apa baru sebulan bayi di dalam perut sudah bisa bicara?” Pertanyaan konyol itu pun keluar dari mulutnya.Isha langsung memukul lengan Danish. Kesal karena pertanyaan yang dilontarkan suaminya begitu menyebalkan sekali.“Aduh ….” Danish mengaduh kesakitan.“Bukan bayiku yang berbunyi.” Isha mulai menekuk bibirnya kesal.“Lalu apa?” Danish benar-benar tidak tahu apa yang membuat perut sang istri berbunyi seperti itu.“Aku lapar.” Isha menyampaikan bunyi apa itu.Danish langsung mengalihkan pandangan pada jam dinding yang terpajang di ruang keluarga. Wakt
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan