Isha benar-benar terkejut ketika melihat ada yang jatuh. Tentu saja yang jatuh itu adalah Danish. Tubuh Danish terjatuh ke lantai. Beruntung lantai berlapis karpet lembut, jadi tubuhnya tidak langsung terbentur dengan lantai secara langsung.“Kamu tidak apa-apa?” Isha langsung bangun. Dia segera turun dari sofa dan berjongkok di lantai.“Kamu kenapa mendorong aku?” Danish memegangi pinggangnya.Isha benar-benar merasa tidak enak karena membuat Danish terjatuh. “Aku tadi merenggangkan tangan. Tidak tahu jika kamu ada di sebelah aku.” Dia mencoba menjelaskan pada suaminya itu. “Mana yang sakit?” Dia memegangi tubuh Danish. Mengecek bagian mana yang sakit.“Ini.” Danish memegangi pinggangnya.Isha merasa pasti karena terjatuh, pinggang suaminya itu terbentur lantai. Jadi kini pinggang Danish jadi sakit. Isha membantu Danish untuk bangun, kemudian membantu suaminya itu untuk duduk.“Sakit sekali?” tanya Isha memastikan.“Iya.” Danish pura-pura merintih kesakitan.“Sebaiknya kita ke kamar
“Maaf.” Isha menatap Danish dengan lekat. Dia benar-benar begitu takut sekali. Padahal harusnya dia sudah tahu aturan main. Namun, kenapa dia sampai lupa.Danish seketika menghentikan apa yang dilakukannya. Dia mengaitkan kembali bra yang dipakai Isha. Membetulkan kembali baju Isha. Menutup kembali tubuh istrinya itu. Danish pun menegakkan tubuhnya dan mendudukkan tubuhnya.Apa yang dilakukan Danish itu membuat Isha benar-benar takut. “Aku benar-benar tidak sadar tadi. Aku hanya terbawa perasaan tadi.” Isha berangsur bangun. Berusaha menjelaskan pada Isha.“Tidak apa-apa.” Danish mengembuskan napasnya. Berusaha untuk menenangkan hatinya.Wajah Danish pun memucat. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Hal itu jelas membuat Isha bingung kenapa gerangan suaminya itu.“Kamu tidak apa-apa?” Isha meraih wajah Danish. Sayangnya, tangan Isha langsung menampik tangan Danish.“Aku tidak apa-apa.” Danish menggeleng. Dia segera beranjak dari tempat tidur. Meraih gelas yang berada di atas naka
Suara itu berasal dari dapur. Hal itu membuat Isha segera mengayunkan langkah ke dapur. Melihat apa yang terjadi di dapur.Alangkah terkejutnya Isha ketika melihat jika Danish berada di dapur. Pria itu tampak sibuk memasak.“Kamu sudah bangun?” Danish menatap Isha dengan senyuman di wajahnya.Isha melihat jelas jika Danish tersenyum. Wajahnya berbeda sekali dengan kemarin yang ketakutan. Melihat hal itu tentu saja Isha merasa senang. Tanpa basa-basi dia langsung menghampiri Danish dan memeluk pria itu.Senyum Danish mengembang sempurna di wajahnya ketika Isha memeluknya. Pelukan itu terasa nyaman sekali.“Aku selalu suka saat kamu peluk.” Danish membelai lembut rambut bergelombang milik Isha.“Aku akan selalu memberikan pelukan padamu kapan pun kamu mau.” Isha rela jika harus memeluk Danish berkali-kali. Yang penting Danish baik-baik saja.“Tentu saja. Aku akan minta kamu memelukku setiap waktu.” Danish merenggangkan pelukannya dan mendaratkan kecupan di pipi Isha.Isha ikut merenggan
“Ayo duduk dulu.” Danish mengajak Dino untuk duduk. Tak nyaman ketika mengobrol sambil berdiri.Dino mengikuti yang diperintahkan atasannya itu. Duduk di sofa bersama.“Jadi aku memintamu untuk mencetak foto pernikahanku dengan Isha untuk dinding ini.” Danish menunjukan sisi kosong di ruang keluarga.Dino mengalihkan pandangan pada tembok yang dituju Danish. Dia baru sadar jika foto Danish dan Dara sudah diturunkan. Kini Dino seyakin-yakinnya jika Danish memang benar-benar mencintai Isha. Karena mengganti foto pernikahan dengan Isha.“Baiklah, aku akan buatkan.” Dino mengangguk.“Sekalian buatkan dua. Karena aku mau pasang di kamar juga.” Danish kembali memberitahu.“Baiklah.” Dino mengangguk.Saat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba Isha datang dengan membawa dua cangkir teh. Dino memerhatikan Isha yang tampak tertunduk. Sepertinya dia terlampau malu.“Silakan diminum Pak Dino.” Isha mempersilakan sambil menunduk.“Terima kasih, Isha.” Dino mengangguk.Isha segera kembali ke dap
Isha memasukkan beberapa barang ke dalam koper. Rencananya Isha dan Danish akan pergi ke Pulau Dewata. Besok adalah hari di mana Abra akan keluar. Jadi Danish sengaja mengajak Isha untuk pergi.“Apa karyawanmu itu akan menjemput mantan suamimu?” Danish melemparkan pertanyaan itu pada Isha yang sedang asyik mengemas pakaian.“Iya, dia izin untuk menjemput.” Isha dengan entengnya menjawab.“Kamu tidak curiga mereka punya hubungan?” Danish masih menatap Isha. Dia masih begitu penasaran sekali.“Jika pun ada hubungan, bukankah aku juga sudah tidak berhak untuk berkomentar. Aku tidak mau mengurusi hal remeh temeh seperti itu. Jika mereka mau menjalani hubungan, silakan saja.” Isha dengan entengnya menjawab.Butuh keberanian untuk bisa menjawab hal itu bagi Isha. Dia sudah bertahan sejauh ini, tetapi hanya penghianatan yang dilakukan. Percuma jika harus marah. Karena membuang tenaga.“Aku pikir kamu akan membalas mereka yang menyakitimu.” Danish merasa jika istrinya terlalu baik. Terlebih l
“Kak Abra cari apa?” Ina yang berada di depan pintu begitu penasaran sekali.Abra yang mendengar suara Ina pun segera berbalik. “Tidak cari apa-apa.” Dia meraih dompetnya dan memasukkan benda pipih berwarna biru itu ke dalam dompet tersebut.Ina menghampiri Abra. Dia tidak mau memaksa Abra untuk menceritakan apa yang baru saja dilakukannya. Dia tahu pasti jika Abra tidak suka dipaksa untuk memberitahu. Jadi dia tidak mau memaksakan.Ina menghampiri Abra masuk ke kamar. Bersamaan dengan langkah Ina yang masuk ke kamar, Abra berbalik. Tepat di depan Abra, Ina berhenti. Memandangi pria yang dicintai sejak lama itu.“Akhirnya aku dapat melihat Kak Abra setiap hari.” Ina membelai lembut wajah Abra.Abra masih tampak tenang ketika Ina membelai lembut wajahnya. Namun, saat tangan Ina mulai turun ke leher, dia mulai terpancing. Apalagi tangan Ina mulai turun ke bawah. Ke dada, hingga berhenti bawah perutnya.&ldqu
Tubuh Abra lemas ketika melihat saldo yang berada di dalam rekening yang baru saja diceknya. “Tidak, mungkin aku salah.” Abra segera menarik kembali kartu itu keluar. Kemudian memasukkan kembali. Dilihatnya lagi saldo yang berada di dalam rekening tersebut. Sayangnya, saldo rekening tersebut kosong. Abra segera mengeluarkan kartu tersebut lagi. Kemudian memasukkan kembali. Sialnya, memang tidak ada saldo sama sekali di dalam rekening. Abra benar-benar kesal sekali. Dengan apa yang dilihatnya. Ke mana perginya uang korupsi itu. Kenapa tidak ada di dalam rekening. Harusnya masih ada satu milyar di dalam rekening tersebut. Memang selama ini uang hasil korupsi itu tidak dihabiskan oleh Abra. Hanya sekitar lima ratus juta yang dipakainya untuk berfoya-foya. Sebenarnya waktu itu dia sudah takut aliran dana miliknya akan ketahuan. Namun, ternyata dugaanya salah. Aliran dana itu tidak ketahuan sama sekali. Jadi hasil korupsi aman menjadi miliknya. Beruntung semua langsung diganti dengan Is
Semilir angin malam yang menerpa kulit membuat perasaan begitu tenang. Hal yang tak pernah didapatkan di kota, tentu saja menjadi daya tarik tersendiri. Alunan musik yang dinyalakan oleh pihak restoran pun, memberikan kesan romantis.“Aku punya sesuatu untukmu.” Danish menatap Isha lekat.“Apa?” Isha begitu penasaran sekali.Danish mengeluarkan sebuah kotak. Saat dibuka, sebuah kalung terdapat di dalamnya. Tampak begitu indah sekali.“Indah sekali.” Baru sekali melihat, Isha sudah jatuh cinta pada kalung dengan liontin bunga tersebut.“Untuk wanita cantik sepertimu, tentu saja harus kalung yang indah.”Pipi Isha merona. Dia begitu senang mendapatkan pujian dan hadiah dari Danish.“Aku akan pakaikan.” Danish langsung berdiri. Kemudian memakaikan di leher Isha.Isha segera menarik rambutnya maju agar memudahkan untuk Danish memakaikan. Senyum manis menghiasi wajah Isha. “Cantik sekali.” Isha mendudukkan pandangan untuk melihat kalung yang diberikan oleh Danish. Liontin berbentuk bunga
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan