Danish segera menghampiri Isha yang duduk di sofa. Mendapati pertanyaan itu Isha terdiam. Memikirkan apa yang harus dijawabnya. "Aku hanya merasa lega, karena Kak Abra sudah keluar. Artinya aku tidak punya hutang budi padanya lagi." "Hutang budi?" Danish merasa aneh dengan jawaban Isha itu. "Iya, aku merasa kebaikan Kak Abra selama ini adalah hutang budi yang aku harus balas. Seperti halnya kamu yang memberikan jaminan kebebasan, maka aku harus membalas dengan memberikan anak untukmu." Danish terpaku. Jika dipikir-pikir dirinya dan Abra tidak ada bedanya. Hanya memanfaatkan Isha saja. Jika Abra memanfaatkan Isha untuk kebebasannya, maka Danish memanfaatkan dengan menutut Isha punya anak. Rasanya Danish malu. Dia pun mempertanyakan, layakkah rasa cintanya itu hadir. "Setelah semua selesai. Maka aku akan bebas dari semua ini." Isha merasa kelegaan. Setelah perjanjiannya dengan Danish selesai maka, dia akan dapat memulai hidup barunya. Walaupun harus merelakan anaknya. Danish jadi
Danish langsung berlari ketika melihat Isha. Menghampiri sang istri. “Kamu mau ke mana?” tanya Danish.“Mau ke kamar mandi. Kenapa kamu panik seperti itu?” Isha merasa aneh sekali dengan sikap Danish. Danish juga tidak tahu kenapa dia panik sekali. Padahal jelas Isha hanya bangun dari tempat tidur. Tidak melakukan apa-apa. Mungkin karena tadi Isha pingsan. Jadi dia panik seperti tadi. Takut terjadi apa-apa pada Isha. “Aku takut kamu kenapa-kenapa saja.” Danish menyampaikan apa yang membuat Danish panik. Isha paham betul ketakutan apa yang dirasakan Danish. Danish membantu Isha berjalan ke kamar mandi. Tak mau terjadi hal buruk pada istrinya itu. Sayangnya, Danish tidak berhenti di depan kamar mandi. Langkahnya terus sampai ke kamar mandi. Hal itu membuat Isha menghentikan langkahnya. “Kamu mau ke mana?” tanya Isha menatap sang suami. “Mengantarkan kamu ke kamar mandi.” Dengan polosnya Danish menyampaikan apa yang membuatnya ikut masuk ke kamar mandi. “Aku bisa sendiri. Kamu p
Isha yang penasaran pun memilih untuk mencari Danish. Segera dia keluar dari kamarnya. Mencari keberadaan suaminya. Saat membuka pintu, Isha mencium aroma masakkan. Seingatnya, asisten rumah tangga tidak masuk hari ini. Jadi Isha bingung siapa gerangan yang memasak. Isha segera turun ke lantai bawah. Aroma masakan tercium kuat menggelitik hidung. Aroma manis gurih bercampur menjadi satu. Isha penasaran, masakan apa yang dibuat hingga seharum ini. Langkahnya terus diayunkan ke dapur. Saat di dapur, dia melihat Danish yang sedang sibuk memasak. “Kenapa dia semakin tampan saat memasak.” Isha sadar betul jika Danish memang tampan. Namun, entah kenapa dia merasa kali ini ketampanan Danish berlipat-lipat kali. Jantung Isha semakin berdebar ketika melihat ketampanan suaminya itu. Rasanya, matanya tak mau beralih dari pemandangan indah itu. Danish terus bergerak membuat masakan. Pagi ini dia membuat zupa soup. Setelah soup jadi, dia memindahkan ke mangkuk-mangkuk kecil dan menutupnya de
Danish terdiam ketika mendapatkan pertanyaan itu. Dia bingung harus menjawab apa. Pandangannya pun beralih pada foto yang terpanjang di ruang keluarga. Foto di mana mendiang istrinya berada.“Masih.”Jawaban itu bak petir di siang bolong. Padahal kemarin Danish mengatakan jika mencintai dirinya, tetapi kini dia menjawab jika masih mencintai mendiang istrinya juga. Rasanya, Isha kecewa sekali.Danish langsung meraih tangan Isha. “Jangan salah paham dulu.” Dia mencoba menenangkan Isha. “Aku memang masih mencintainya, karena dia adalah bagian hidupku di masa lalu, sedangkan aku mencintaimu karena kamu akan jadi bagian hidupku di masa depan.” Danish mencoba meyakinkan Isha. Memang tidak mudah untuk menjalani ini semua. Masa lalunya akan tetap hadir di hidupnya dan tidak bisa dihapus.Yang punya masa lalu sebenarnya bukan hanya Danish saja. Isha pun juga memiliki masa lalu. Abra pun masih menempati tempat di sudut hatinya karena dia adalah bagian masa lalu. Tidak mudah untuk menyingkirkan
Baru saja tangan Danish hendak maju ke depan tubuh sang istri, tiba-tiba suara bel rumah yang terdengar. Hal itu membuatnya menghentikan aksinya. Ciuman yang bergelora itu pun harus terhenti. Danish mengangkat kepalanya hingga membuatnya dapat memandangi sang istri.“Apa kamu punya janji?” tanya Isha yang menatap Danish.“Tidak.” Danish langsung menggeleng. Tadi pagi dia sudah bilang Dino dan supir jika hari ini, dia hanya akan di rumah saja. Tidak ke mana-mana.“Lalu siapa itu?” Isha memikirkan siapa gerangan yang datang.“Entah.” Danish perlahan bangkit dari tubuh sang istri. Tangannya diulurkan untuk membantu sang istri bangun.Isha segera menerima uluran tangan Danish. Kemudian mendudukkan tubuhnya.Saat melihat sang istri duduk, Danish segera bangkit. Mau membuka pintu untuk tahu siapa yang datang. Sayangnya, baru saja langkahnya hendak diayunkan, tangannya sudah ditarik oleh sang istri.“Kenapa?” tanya Danish menoleh pada istrinya. Pandangannya ke arah bawah karena posisi sang i
Danish merasa kesenangan diganggu oleh sang istri. Padahal dia ingin sekali melanjutkan apa yang dilakukan sebelum kedua orang tuanya datang.“Coba dengarkan sesuatu?”Dahi Danish berkerut dalam. Dia bingung bunyi apa yang didengar istrinya. Sayangnya, dia tidak mendengar apa pun.“Bunyi apa?” Danish yang tidak mendapati jawaban pun menatap sang istri.“Bunyi perut aku.” Isha menjelaskan dari mana berasal bunyi itu.Danish terperangah. “Apa baru sebulan bayi di dalam perut sudah bisa bicara?” Pertanyaan konyol itu pun keluar dari mulutnya.Isha langsung memukul lengan Danish. Kesal karena pertanyaan yang dilontarkan suaminya begitu menyebalkan sekali.“Aduh ….” Danish mengaduh kesakitan.“Bukan bayiku yang berbunyi.” Isha mulai menekuk bibirnya kesal.“Lalu apa?” Danish benar-benar tidak tahu apa yang membuat perut sang istri berbunyi seperti itu.“Aku lapar.” Isha menyampaikan bunyi apa itu.Danish langsung mengalihkan pandangan pada jam dinding yang terpajang di ruang keluarga. Wakt
Isha benar-benar terkejut ketika melihat ada yang jatuh. Tentu saja yang jatuh itu adalah Danish. Tubuh Danish terjatuh ke lantai. Beruntung lantai berlapis karpet lembut, jadi tubuhnya tidak langsung terbentur dengan lantai secara langsung.“Kamu tidak apa-apa?” Isha langsung bangun. Dia segera turun dari sofa dan berjongkok di lantai.“Kamu kenapa mendorong aku?” Danish memegangi pinggangnya.Isha benar-benar merasa tidak enak karena membuat Danish terjatuh. “Aku tadi merenggangkan tangan. Tidak tahu jika kamu ada di sebelah aku.” Dia mencoba menjelaskan pada suaminya itu. “Mana yang sakit?” Dia memegangi tubuh Danish. Mengecek bagian mana yang sakit.“Ini.” Danish memegangi pinggangnya.Isha merasa pasti karena terjatuh, pinggang suaminya itu terbentur lantai. Jadi kini pinggang Danish jadi sakit. Isha membantu Danish untuk bangun, kemudian membantu suaminya itu untuk duduk.“Sakit sekali?” tanya Isha memastikan.“Iya.” Danish pura-pura merintih kesakitan.“Sebaiknya kita ke kamar
“Maaf.” Isha menatap Danish dengan lekat. Dia benar-benar begitu takut sekali. Padahal harusnya dia sudah tahu aturan main. Namun, kenapa dia sampai lupa.Danish seketika menghentikan apa yang dilakukannya. Dia mengaitkan kembali bra yang dipakai Isha. Membetulkan kembali baju Isha. Menutup kembali tubuh istrinya itu. Danish pun menegakkan tubuhnya dan mendudukkan tubuhnya.Apa yang dilakukan Danish itu membuat Isha benar-benar takut. “Aku benar-benar tidak sadar tadi. Aku hanya terbawa perasaan tadi.” Isha berangsur bangun. Berusaha menjelaskan pada Isha.“Tidak apa-apa.” Danish mengembuskan napasnya. Berusaha untuk menenangkan hatinya.Wajah Danish pun memucat. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Hal itu jelas membuat Isha bingung kenapa gerangan suaminya itu.“Kamu tidak apa-apa?” Isha meraih wajah Danish. Sayangnya, tangan Isha langsung menampik tangan Danish.“Aku tidak apa-apa.” Danish menggeleng. Dia segera beranjak dari tempat tidur. Meraih gelas yang berada di atas naka