Senyuman Aila tidak juga luntur.
Wajah cantik yang semula pucat itu pun kini sudah kembali berseri, terutama ketika dokter yang menanganinya datang pada saat jadwal pemeriksaan rutin, dan memberi tahu kabar menggembirakan bahwa dia bisa segera pulang.
"Hari ini kami akan melakukan pemeriksaan ulang secara keseluruhan terlebih dulu. Anggap saja, untuk mendapatkan hasil diagnosa tahap akhir," lanjut sang dokter, sekarang ikut tertular senyuman Aila. "Kalau semuanya beres, besok Nyonya sudah bisa pulang."
Ada ucapan syukur dan juga desah kelegaan yang terdengar menanggapi ucapan dokter tersebut. Disusul kemudian oleh suara Killian yang bernada dengan begitu bersemangat, "Aku akan segera menghubungi Erik, agar mereka yang ada di rumah bisa mempersiapkan segalanya untuk menyambut kepulanganmu besok, Queen."
"Apa maksudmu?" Heri menyela dengan nada bicara yang tidak kalah bahagianya. "Tidak perlu repot-repot mmpersiapkan ini atau itu, biarkan putriku pulang ke
Sejak tadi, segaris senyuman tidak juga kunjung luntur dari bibir Killian.Wajah tampan lelaki itu terlihat begitu berseri, sehingga bahkan orang lain pun tidak perlu bertanya lagi soal betapa bahagia hatinya saat ini."Aku mencintaimu, Queen," ujarnya sambil menciumi lagi rambut dan wajah Aila, entah sudah untuk yang ke berapa kali. "Orang-orang di kediaman Ardhana, mereka pasti sudah tidak sabar menunggu kepulanganmu," imbuh Killian lagi sambil menarik Aila lebih dalam lagi ke dalam pelukan.Aila tidak lantas menjawab dan hanya mendongak sambil tersenyum. Perempuan bermata abu itu merasa nyaman dalam pelukan hangat suaminya.Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil yang tengah melaju ke kediaman Ardhana. Kenyataan bahwa Aila akhirnya memilih untuk pulang bersamanya, tentu saja membuat Killian sangat senang.Yah, meski di satu sisi bisa dipastikan ada pihak yang merasa tidak senang dengan keputusan tersebut.Dengusan dan gumaman mengger
"Ada tamu?"Sepasang alis Killian mencuram, ketika mendengar laporan yang baru saja disampaikan oleh Erik.Raut wajah lelaki itu yang semula begitu bahagia pun seketika muram. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit dan langsung saja mendapat laporan bahwa sudah ada tamu tidak diundang yang sudah menunggu."Erik, bukankah tanpa perlu aku berikan perintah seharusnya sudah jelas 'kan, bahwa untuk saat ini aku masih tidak ingin diganggu?""Maaf, Tuan Muda," jawab Erik sambil menundukkan kepala kembali."Jadi kenapa tidak segera saja kamu usir keluar sebelum kami tiba?""Sayangnya tamu yang saat ini sedang menunggu Anda bukanlah jenis yang bisa saya tolak kedatangannya begitu saja, Tuan Muda."Killian memejamkan kedua matanya sesaat dan menyergah napas kasar. Tidak perlu untuk diberi tahu pun, saat ini sudah terlihat jelas kalau lelaki berambut hitam itu tengah menahan amarah."Memangnya siapa yang datang, Erik?""Itu&mdash
"Hutang?" "Yah ...." Killian menyugar rambut hitamnya sambil menghela napas berat. "Begitulah, Queen. Setidaknya, hal itulah yang Kakek Ed ceritakan padaku tadi." Kernyit di dahi Aila pun semakin dalam. Rupanya, perempuan bermata abu itu tengah berpikir keras. Saat ini mereka berdua sedang berada di dalam kamar, duduk berdampingan di tepi tempat tidur untuk membicarakan persoalan baru yang dibawa secara tiba-tiba oleh Edmund Agentine. "Tapi, Kills ... memangnya, sebesar apa hutang beliau sampai bisa menjanjikan hal yang semacam itu. Maksudku-" Sekilas, dia melirik suaminya yang sekarang memasang wajah keruh. "Sampai beliau menjanjikan agar kamu bersedia untuk menikah lag-" "Queen, kamu tidak berpikiran kalau aku akan menyetujuinya 'kan?" potong Killian dengan nada bicara yang mulai berbahaya. "Beri tahu aku, apa yang ada di dalam pikiranmu sekarang."
Keesokan harinya, di kediaman utama keluarga Ardhana.Ivona berang bukan main dan sudah langsung ribut bahkan sebelum Erick selesai menyampaikan laporannya kepada Claude."Minggir, Claude! Jangan halangi aku, biarkan aku menemui Ayahmu itu!""Oh, Iv. Aku tidak memiliki niat sedikit pun untuk menghalangimu, tapi setidaknya tenangkan dirimu dulu.""Tenang?!" bentak Ivona. "Bagaimana aku bisa tenang kalau lelaki tua itu tiba-tiba saja datang, lalu dengan seenaknya saja menyuruh Ian agar menikah lagi!""Iv—""Dan, yang lebih parahnya adalah si tua bangka itu berani-beraninya mengatakan hal yang sangat tidak masuk akal semacam itu di depan menantuku! Menantuku, Claude! Menantu perempuan kesayanganku satu-satunya!"Dada Ivona naik turun dengan cepat, pertanda bahwa saat ini perempuan separuh baya itu benar-benar dilanda amarah."Menantuku itu belum lama ini mengalami hal yang berat, tapi apa? Sewaktu dia baru saja pulang,
"Kills?" panggil Aila, yang sudah merasa sungkan terhadap Ivona karena Killian tidak juga kunjung menurunkannya. "Killian?"Tersenyum sendiri, dalam benaknya Killian memutuskan bahwa sepertinya menggunakan lift jauh lebih baik. Toh, setelah dipikir-pikir, sepertinya dia dan Aila belum pernah mencoba sensasi bercinta di dalam lift.Ah, damn! Sekedar membayangkan saja sudah membuat tubuhnya mulai merasa gerah sendiri."Ian!" panggil Ivona lagi dengan suara yang lebih keras. Kali ini perempuan separuh baya itu bahkan tega memukul lengan putranya dengan kuat."Apa kamu tidak mendengarkan perkataan Ibu sama sekali? Malah melamun sendiri. Dasar!"Meski merasa sebal karena ulah Ivona yang sudah merusak fantasi bercintanya, Killian tetap berusaha menjaga ekspresi wajahnya.Yah, tidak mungkin juga 'kan, kalau dia marah-marah?Yang ada, nanti malah ketahuan soal apa yang sebenarnya ada di dalam benaknya."Iya, Bu. Bersabarlah sedik
"Perpustakaan." "Apa?" "Segera, setelah makan siang." Aila bisa merasakan wajahnya memanas. Dia bukannya sama sekali tidak paham dengan maksud bisikan Killian. "Um ... itu, aku ...." "Jangan lupa, Queen, atau kalau tidak, lihat saja malam nanti." Killian meraih tangan kanan Aila, sengaja menelusurkan satu jari dari bagian dalam lengan istrinya, meluncur turun hingga telapak tangan, berhasil mengirimkan sengatan listrik ke sekujur tubuh perempuan bermata abu itu. Sebagai tambahan, dia juga membawa telapak tangan Aila ke depan bibirnya. Bukan untuk mencium, melainkan menjilat sekilas lantas menggigitnya kecil dan membuat Aila terkesiap. Ya Tuhan .... Benarkah kalau lelaki itu suaminya? Rasanya sampai sekarang Aila masih belum percaya dengan besarnya perubahan sikap dan sifat Killian. Namun masalahnya yang berubah bukan hanya Killian, tapi juga dia. "Aku ini ... sebenarnya kenapa?" keluh Aila. Mendengarkan
"Jadi—nghn! Apakah Agentine akan membantu?""Entahlah, Queen. Tapi yang pasti Ayah akan mencoba mengusahakannya.""La—lu, akh! Bagaimana kalau—""Queen, kamu mau di atas?"Sebelum Aila sempat menjawab, Killian sudah memeluk pinggangnya dan memutar posisi mereka. Merasa kaget dan tidak siap, perempuan bermata abu itu pun terjatuh dan akhirnya berbaring pasrah di atas dada Killian."Kills, apa yang—akh!" Gagal untuk melakukan protes, Aila justru kembali mendesah ketika sekarang Killian mempermainkan kedua puncak dadanya.Saat ini mereka sedang berada di dalam ruang perpustakaan. Lelaki berambut hitam itu rupanya benar-benar serius dengan ucapannya mengajak Aila ke ruang perpustakaan seusai makan siang.Tentunya, mereka tidak sekedar menghabiskan waktu berdua dengan membaca buku atau yang semacamnya. Nyatanya, pakaian
"Apa yang sedang kamu lakukan sekarang?" tanya Hugo, sembari melirik adik perempuan satu-satunya yang duduk di sebelah.Saat ini mereka tengah berada dalam penerbangan menuju ke Indonesia, yang tentu saja menggunakan pesawat terbang pribadi keluarga Harron."Menurut Kakak, apa? 'Kan, bisa Kakak lihat sendiri kalau aku sedang bermain handphone," jawab Charlotte bahkan tanpa mengalihkan perhatian dari benda pintar berbentuk pipih di tangannya."Maksudku bukan itu," ujar Hugo lagi. "Maksudku adalah apa sebenarnya yang kamu lakukan, sampai-sampai ikut campur tangan dengan urusan kasino?"Terdiam, Charlotte tidak lantas sanggup memberikan jawaban. Namun yang jelas, sikap tenangnya sejak tadi mulai berkurang dengan drastis."Apa kamu kira kalau aku tidak akan bisa mengetahui soal itu?" tanya Hugo lagi dengan nada suara yang mulai terdengar dingin. "Apa sebenarnya rencanamu, Lottie?"