"Queen," bisiknya, menyempatkan diri untuk mencium sekilas tengkuk Aila.
Aila sebelumnya sedang duduk mengobrol bersama Ansia dan Aisa, ketika Killian tiba-tiba datang dan langsung melingkarkan lengan di pinggangnya.Lelaki itu tersenyum dan menghela napas berat. Segala penundaan ini terasa bagai seumur hidup bagi Killian.Yah, bayangkan saja.Dua jam untuk sesi pemotretan dan syuting video, dan dua jam untuk berkeliling serta menyapa para tamu undangan.Belum cukup sampai di situ, dua jam kemudian Killian terpaksa pula harus menghabiskan waktu ketika Aiden menyeretnya ke bar, bertiga bersama Ayik yang baru saja datang.Oh, God.Rasanya, hanya Tuhan dan Killian yang tahu, betapa keras lelaki itu sudah berusaha untuk mengendalikan dirinya."Mmh, Kills. Hei." Aila menoleh, memandang Killian dengan sepasang mata abu yang berbinar karena merasa senang.Fakta bahwa tidak ada aroma alkohol yang menguar dari Killian, membuktikan kalau suaminya iKillian memutar kran shower dan mematikan siraman air dingin. Dengan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggang, lelaki bersurai hitam itu keluar dari kamar mandi.Berjalan memasuki kamar, sesaat dia berhenti dan terpaku dengan nadi yang berdenyut kencang.Aila ada di sini, di atas tempat tidurnya, tertidur nyenyak setelah permainan panas mereka yang entah sudah berapa ronde berlangsung. Melirik jam beker di atas nakas, sepasang mata gelapnya bisa melihat bahwa saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.Pukul sepuluh pagi. Itu berarti tadi mereka bercinta selama hampir empat jam."Tadi itu ... aku pasti sudah benar-benar menggila," erangnya, sekarang mulai mengkhawatirkan keadaan Aila. "Queen .... Dia pasti capek karena perjalanan jauh ini, tapi aku malah langsung mengajaknya bercinta. God!"Killian lalu naik ke tempat tidur, memosisikan diri di atas Aila, bertopang dengan lengan dan kakinya. Dia tidak ingin menyentuh Aila, setidaknya belum.
"Queen, apa kamu yakin?""Tentu saja.""Tapi-""Killian?"Killian mendengus dan, untuk pertama kali dalam hidupnya, cemberut, membuat Aila tertawa melihatnya."Oh, ayolah, Kills," kekehnya, berusaha keras menahan semburan tawa. "Masa kita harus mendekam terus di villa? Sudah dua hari penuh kita menghabiskan waktu hanya dengan berada di vila dan sekitarnya. Apa kamu nggak bosan?""Mana mungkin aku bosan kalau itu denganmu, Queen," rajuk Killian, memeluk Aila dan mencium tengkuknya sekilas. "Aku justru betah kalau harus berduaan saja denganmu.""Dasar mesum.""Mesum sama istri sendiri, boleh 'kan? Lagi pula, aku juga nggak bisa dikata mesum sepenuhnya." Mencondongkan tubuh dan menunduk, Killian berbisik di dekat telinga Aila. "Toh kemarin selama seharian milikku ini belum bertemu dengan pasangannya."Wajah Aila sontak memerah. Dengan gemas dia mencubit pinggang Killian, dan membuat lelaki itu meringis."Queen, sejak kapan kamu menjadi
Ada sesuatu yang aneh."Kills?"Aila terbangun di tempat tidur yang kosong. Ini kejadian yang tidak biasa dan dia sudah nyaris tertidur kembali, ketika pikirannya kemudian menyentil.Di mana Killian?Beringsut bangun dan bertumpu dengan satu lengan, perempuan bermata abu itu lantas melihat jam beker di atas nakas.Sudah tengah malam lewat tujuh menit.Lalu, Killian pergi ke mana pada waktu yang selarut ini?"Tunggu," gumam Aila, mulai merasa panik. "Jangan katakan kalau dia meninggalkanku sendirian di villa."Bukannya apa-apa, tapi villa mereka ini memang terletak di sebuah pulau pribadi, yang tentu saja tertutup bagi orang luar.Memang, sih, dia dan Killian menginginkan privasi selama berada di Maldives, dan Aila juga tahu bahwa ada beberapa orang penjaga yang bertugas di sekeliling pulau sehingg
Killian tidak bisa berhenti untuk tidak merasa gelisah. Hilir mudik dia berjalan di depan pintu ruang periksa di UGD ADK Hospital dengan wajah cemas.Sebenarnya dini hari tadi dia sudah memanggil dokter pribadi untuk datang ke villa pribadi milik keluarganya. Tentu saja tujuannya tidak lain adalah untuk memeriksakan kesehatan Aila.Namun karena kondisi istrinya itu tidak juga kunjung membaik, maka Killian membawanya agar bisa diperiksa secara langsung di salah satu rumah sakit terbesar yang ada di Maldives ini."Bagaimana kalau Queen benar-benar sakit," gumamnya, gelisah sendiri. "Dini hari tadi, setelah kami selesai bercinta, dia tiba-tiba saja mual dan muntah-muntah parah. Bahkan sampai nggak bisa memakan apa pun, meski hanya sedikit.""Queen juga terlihat pucat." Meremas rambut dengan kedua tangannya, Killian mengerang. "Oh, God. Dia bahkan sampai kelihatan lemas seperti itu."
"Apa aku dalam masalah?""Kamu dalam masalah yang sangat besar, Queen.""Sepertinya ini jadi sesuatu yang berulang secara bergantian di antara kita."Killian berhenti setelah satu langkah maju mendekati Aila, berpikir."Sepertinya begitu," ujarnya setengah ragu."Apa kamu akan memberi tahu soal apa yang menjadi kesalahanku, Kill?" Mendongak, Aila menatap Killian dengan pandangan penuh harap. Kedua pipinya bersemu, terlihat luar biasa cantik di mata Killian yang sekarang sudah menghela napas berat. "Apa salahku?""Aku nggak suka gaunmu, Queen.""Apakah itu artinya aku harus melepaskannya? Sekarang? Di hadapanmu?"God!Killian menghujat dirinya sendiri di dalam hati.Tadinya dia ingin marah. Malah, sebenarnya dia sangat marah, tapi sekarang dia malah harus menelan kembali segala
"Angkat tangan Anda, Nona.""Apa yang kamu lakukan? Bukan dia sasaran kita.""Rambut berwarna coklat dan gaun malam berwarna hitam," eyel pria pertama sembari mengerutkan dahi. "Jadi, apanya yang salah?"Melotot marah, pria kedua lantas menghardik, "Sudah kukatakan, bukan dia. Jangan gegabah, bisa gawat nanti kalau kita sampai salah."Seorang wanita yang berusia sekitar dua puluh tujuh tahun itu terlihat ketakutan.Dia menatap ngeri dua orang pria asing berjas yang entah siapa, yang tiba-tiba saja menghadang jalannya seusai kembali dari toilet.Sementara yang satu menempelkan ujung benda yang entah apa yang terasa bagai logam dingin mengerikan di kulit punggungnya yang telanjang, maka satu pria lainnya hanya berdiri menghalanginya sambil melotot marah."Ap—apa sebenarnya yang kalian inginkan?" rintihnya, terdengar bagai tikus yang m
Di antara satu sampai seratus, maka tingkat ketegangan Killian saat ini sudah mencapai seribu."Lepaskan dia," desisnya dengan suara nyaris menggeram, terbelah antara rasa marah dan sekaligus khawatir. "Aku tidak tahu apa yang Anda inginkan, tapi apa pun itu, jangan melibatkan istriku."Meneguk ludah, Killian memandang cemas ke arah istrinya yang sudah terlihat pucat dengan kedua tangan yang terangkat.Sesaat kemudian, Aila mengelus perutnya seakan ingin melindungi sesuatu yang masih sangat lemah di dalam sana, dan hal tersebut pun tidak luput dari pengamatan Killian.Menggeram, lelaki bersurai hitam itu berusaha menahan diri agar tidak gegabah dan langsung menyerang maju begitu saja.Diliriknya sekilas, beberapa petugas keamanan yang ada juga sudah menyebar dan bersiaga, menanti saat yang tepat.Namun masalahnya, dia benar-benar sudah tidak sanggup lag
Kakak-kakak tersayang, Sehubungan dengan masih banyaknya pembaca yang kesulitan menemukan cerita sequel Aila - Killian di novel Istri Manis Kesayangan CEO, maka saya dan editor sepakat untuk meneruskan cerita tersebut di buku awal. Cerita kelanjutan Aila - Killian bisa kembali kakak-kakak nikmati di Terperangkap Gairah Suami Butaku, sehingga Kakak-kakak tidak perlu lagi kerepotan untuk mencari link cerita yang baru. Semoga cerita yang akan saya suguhkan nanti bisa memberi kepuasan membaca dan berkenan bagi Kakak-kakak. Saran dan masukkan juga sangat saya harapkan untuk perbaikan ke depannya. Terima kasih dan salam sayang. Semoga sehat selalu. Apabila ingin mengikuti informasi by Igeh saya, silakan di: Rae_1243