Begitu Shia membuka mata, hal yang pertama dilihatnya adalah dada bidang seorang pria yang memeluknya. Tatapan Shia bergerak naik pada wajah sang pelaku. Dante masih tertidur dengan nyenyak sambil memeluknya erat. Jujur saja Shia tidak kagat saat melihat Dante. Melihat sikap Dante padanya maka Shia sudah menduga jika pria itu pasti akan menempel padanya. Tapi kali ini Shia merasa sedikit tak nyaman, masalahnya dibalik selimut Shia merasakan jika tubuh keduanya tidak mengenakan pakaian. Bahkan milik Dante terasa menabrak miliknya, menciptakan gesekan pelan yang menganggunya. Shia menarik rambut Dante dengan kuat, membuat mata abu-abu itu terbuka dengan paksa “Aws, love..” suara berat itu membuat Shia merinding, mungkin karena baru bangun tidur makanya suara Dante jauh lebih berat dari biasanya dan lebih serak Tangan pria itu membelitnya, memeluknya erat seakan-akan ia tak ingin membiarkan Shia kabur lagi. “Kau memperkosaku?” Tutur Shia dengan tatapan tajamnya “Karena kita suami i
“Aku selalu marah jika mengingat fakta kau yang dengan mudahnya menerima George sedangkan menolakku dengan begitu kerasnya. Apa mungkin karena perbedaan usia kita? Kau malu memiliki suami yang jauh lebih tua darimu Shia!?” Suara Dante semakin berat bersamaan dengan mata elang yang menatapnya menusuk tajam. Napas Shia tercekat. Dante marah padanya, dan Shia yakin akan hal itu “Maafkan aku” ucap Shia pada akhirnya. Shia bisa merasakan beban di udara, dan keputusasaan mulai merayap ke dalam dirinya. Dante menghela nafas panjang, mencoba meredakan amarah yang masih menyala di dalam dirinya. "Shia, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengan perasaanku saat ini. Aku merasa seperti semua hal yang kulakukan itu percuma" Ucapan Dante sontak membuat jantung Shia berdetak lebih cepat. Dante memanggil namanya dan itu membuat Shia merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Dante meraih dagu Shia, mengangkatnya agar bisa melihat wajahnya. "Kenapa kau terlalu waspada dan menyembunyikan banyak
Tatapan Dante terus menghujani Shia, menelisik setiap sudut pikiran gadis itu. Sudah 30 menit mereka hanya duduk berhadapan, dan ruangan itu dipenuhi oleh keheningan yang semakin terasa tegang. Bahkan napas mereka terdengar seperti dentuman drum dalam ketidakpastian. Sikap mengintimidasi Dante yang membuat Shia merinding. Biasanya, Shia dikenal berani melawan atau mengabaikan ucapan Dante tanpa ragu. Tapi hari ini, rasanya seperti ada sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap mengintai di balik keheningan mereka, sesuatu yang membuat Shia merasa bahwa jika dia membantah, taruhannya bukan hanya keberanian atau harga dirinya, tapi nyawanya sendiri termasuk perasaannya yang sudah terungkap. Dante akhirnya memutus keheningan dengan suara rendah yang menggetarkan ruangan, "Masih tidak ingin mengatakan apa yang terjadi Love?" Shia menelan ludah, berusaha mengendalikan getaran yang tak terelakkan di dalam dirinya. "Aku sengaja masuk dalam perangkap agar bisa mengumpulkan bukti kejahatan ta
"Kau memiliki bukti jika kakakku melakukan itu?" tanya Ronnie, masih tak percaya bahwa Rabella mungkin terlibat dalam sesuatu yang begitu mengerikan. "Aku paham jika sulit dipercaya. Aku membunuhnya karena itu, untuk melindungi Shia, seperti permintaan terakhirnya," ucap Robert dengan suara yang penuh duka. “Jadi itu alasan kau menyembunyikan semua kebenarannya dari Shia?” Dante, yang sejak tadi menyimak, mulai bersuara. Namun, tak ada jawaban yang diberikan oleh Robert, membuat kedua pria lainnya bisa menyimpulkan bahwa itulah alasannya. "Aku butuh waktu untuk memproses ini semua" ucap Ronnie dengan suara serak. Hatinya berkecamuk antara kesedihan dan rasa kehilangan, namun di sisi lain, kebingungan dan ketidakpercayaan terhadap apa yang baru saja didengarnya semakin memperumit perasaannya. Dante tersenyum lagi, kali ini dengan nada sindiran "Jangan membuang waktu, paman. Kita harus menyelesaikan Costa saat ini. Jadi, apakah kau bersedia melupakan masa lalumu untuk kepentingan kel
“Bukan ayahmu yang membunuh Ibumu tapi mereka dan sekarang mereka mengawasimu, Shia. itulah alasan aku menolakmu berhubungan dengan Ruel” Ungkap David pada akhirnya. Shia menatap tak percaya pada David. Apa maksudnya? Ayahnya yang dia kira orang yang membunuh ibunya ternyata orang yang salah. Jadi, apa selama ini targetnya membalas dendam pada Robert itu salah? BRAk! David tersenyum tipis saat secara tiba-tiba Shia menyerangnya. Gadis itu menjatuhkan tubuh David ke bawah dengan wajah David yang langsung menyentuh lantai. Dengan lincah, Shia berdiri di atas David, menyadari bahwa ayahnya bukanlah pembunuh ibunya. Denyut adrenalin melonjak di dalam dirinya, dan ia mencoba mencerna informasi yang baru saja diungkapkan oleh David. “Kau tega sekali Shia, padahal aku yang mengajarimu trik ini” David tertawa kecil namun berbeda dengan Shia yang menatapnya tajam. “Apa mereka juga yang menculikku dan membunuh Liam?!” Tanya Shia dengan tajam, mengabaikan ucapan David. “Tidak” David mengge
"Masih meragukanku D02?" ucap Shia dengan senyuman lebarnya. Tangannya dengan santai melempar sebuah kunci pada David “Bantu aku” ucap Shia. David menangkap kunci yang dilemparkan Shia lalu mengangguk. Keduanya berjalan keluar dari apartemen, Shia menembak CCTV yang ada didalam lift. Begitu tiba dilantai bawah, keduanya berjalan berlawanan. David menuju basement dan membawa mobil Shia keluar dari sana sedangkan Shia menuju pintu belakang Sementara itu, di luar. Mata abu-abu itu memperhatikan setiap gerak bayangan dengan seringaian lebar. Seolah siap untuk memuaskan dirinya dengan menyerang sang pengganggu yang mengusik teritorinya. Namun begitu menyadari Shia yang berjalan kearahnya, pria itu menyalakan mobilnya. Membuka pintu dan membiarkan Shia masuk ke dalam mobil. Dante menatap istrinya yang duduk di kursi sampingnya dengan tatapan dingin. "Kenapa kau kabur, Love?" tanya Dante. Shia hanya membalas dengan dengusan malas. “Shia sudah bersamamu?” Suara itu terdengar dari sebuah
Mata biru Shia membulat kaget, mencermati Dante dengan campuran ketakutan dan kebingungan. "Dante, Granat itu... kenapa menggunakan granat? Dan bagaimana bisa kau memilikinya?" Dante tetap tenang, seolah-olah mengantisipasi pertanyaan itu. "Aku seorang pembisnis Love” Jawabnya singkat Shia masih terdiam, mencoba mengatasi kejutan dari pengalaman yang baru saja terjadi. "Tapi, granat? Kau seorang pekerja bisnis, bukan tentara!" Shia tidak bodoh untuk mengetahui jika granat dilarang untuk dijual belikan. Bahkan di dunia bawahpun granta hanya bisa didapatkan oleh orang-orang tertentu. Karena granat berbeda dengan bom rakitan biasa. Shia saja waktu menjadi agen tidak pernah membawa granat. Tapi kenapa Dante bisa memilikinya, bukan hanya satu tapi tiga “Kau ini sebenarnya siapa Dante?” Shia bertanya. Mata birunya terfokus pada netra abu-abu Dante yang penuh dengan misteri Perlahan langkah Dante mendekat menuju Shia. tangan kekarnya mengusap rambut Shia dengan lembut “Aku suamimu Love.
Mobil Dante melaju masuk ke halaman Mansion Clarikson. Dante segera beranjak keluar dari mobil, memutarinya lalu membukakan pintu untuk Shia. "Keluarlah, Love" ucap Dante sambil menggenggam erat tangan Shia. Shia mengangguk dan melangkah keluar. Namun, pertanyaan tentang David langsung muncul di benaknya. "David?" Shia bergumam. tepat di depannya David muncul dengan santainya bersama mobil yang sebelumnya Shia bawa. "Hai, wild girl" sapa David sambil mengabaikan Dante yang tampak menguarkan aura tak mengenakan "Aku mengembalikan mobilmu dengan selamat, meski sedikit lecet" lanjutnya dengan candaan ringan.” Shia tidak langsung merespon. Sebaliknya, ia lebih tertarik memandangi David dan Dante dengan tajam, memindai keduanya dengan netra birunya. "Jadi, bisa jelaskan bagaimana kalian bisa bekerja sama?" tanya Shia dengan nada datar. "Hanya sebatas kenal dan tahu" jawab Dante tanpa ekspresi berlebih. Namun, satu alis Shia terangkat, menatap Dante dengan skeptis. "Kau tahu aku membenc