"Hei. Aku tidak menyangka kau bisa berbicara sekeras itu. Kau sangat keren," puji Grace dengan mata berbinar senang.
Vyora mengembuskan napas panjang setelah duduk kembali. "Aku tidak ingin direndahkan lagi. Aku sudah muak." "Itu keputusan bagus. Aku akan percaya padamu, Vyora." "Terima kasih. Kau selalu mendukungku," balas Vyora tersenyum. Ia merasa beruntung memiliki teman seperti Grace. Jam istirahat akhirnya tiba. Vyora baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan merasa lega. Ketika hendak makan siang, Grace memanggilnya dan memberitahu bahwa Vyora dipanggil oleh bos ke ruangan. Vyora mengerutkan dahi bingung. Ia tidak merasa melakukan kesalahan apa pun. Meskipun begitu ia bergegas pergi karena takut membuat bosnya marah. Dengan hati berdebar, Vyora mengetuk pintu ruangan sang bos. "Silakan masuk," sahut Leo dari dalam, suaranya terdengar tenang tapi sedikit tegas. Vyora masuk, mendapati Leo duduk di balik meja kerjanya. Leo tersenyum, senyum yang membuat Vyora tiba-tiba merasa tidak nyaman. "Vyora, duduklah." Leo menunjuk kursi di hadapannya. Vyora segera duduk, jantungnya berdebar kencang. Leo meraih sebuah kotak kecil dari laci mejanya. "Ini untukmu," katanya sambil menyodorkan kotak tersebut. Vyora membukanya, lalu mendapati sekotak obat. Dahinya mengernyit bingung. "Obat sakit kepala?" Leo terkekeh pelan. Ia kemudian mengambil sesuatu dari laci dan memberikannya pada Vyora. Sebuah kacamata bulat. Vyora seketika terbelalak. Itu jelas kaca matanya! Kaca mata yang hilang kemarin malam. "Kacamata itu .... milik saya." Vyora menutup mulutnya, menahan rasa terkejut. Ia mulai mengerti. Kenangan semalam yang samar-samar mulai teringat di benaknya. Leo menyeringai kecil. "Apa sekarang kau sudah ingat? Tadi malam kau sangat menikmatinya, bukan? Aku masih ingat jelas ekspresi wajahmu." Wajah Vyora memerah padam. Ia menunduk dalam, merasa malu dan menyesal. Kesalahan fatal telah ia perbuat. Tidur dengan atasannya sendiri? Itu adalah hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Vyora sungguh ingin terjun ke laut sekarang juga. Leo melanjutkan, "Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau belum makan siang?" Vyora hanya bisa menunduk semakin dalam. Ia tidak mampu berkata apa pun. Penyesalan yang mendalam memenuhi hatinya. Semua terasa seperti mimpi buruk yang tidak tak ia inginkan. "Saya baik-baik saja. Anda memanggil saya, jadi saya belum sempat makan." Vyora tidak mampu mengangkat wajahnya menatap pria itu. Leo menggigit bibirnya menahan gemas, lalu mengangguk. "Aku mengerti. Sekarang kau boleh pergi. Nikmati makan siangmu dan jangan memikirkan diriku." Wajah Vyora terasa panas. "Baik, saya permisi. Terima kasih untuk obatnya." *** Vyora sedang makan siang sendirian di meja kerjanya. Biasanya ia makan dengan lahap, tapi sekarang ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian tadi. Saat Vyora mengetahui fakta bahwa Leonard Morgan telah tidur dengan dirinya. "Kau benar-benar gila, Vyora. Bagaimana mungkin aku menghabiskan malam yang panas dengan pria itu?" Vyora mulai berbicara di dalam hati dengan perasaan gelisah. Ia mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Kejadian semalam masih terasa begitu nyata, setiap sentuhan, setiap bisikan, dan setiap tatapan mata Leo yang penuh teka-teki. "Apa yang aku pikirkan tadi malam? Bagaimana ekspresi wajahku? Apakah aku terlihat seperti perempuan bodoh? Aku tidak tahu sampai kapan harus menanggung malu saat bertemu dengannya." Vyora menatap kaca mata yang ia lepas, tidak lama mengembuskan napas lelah. Lalu menutup kotak bekal makan siangnya. "Aku harap dia segera melupakan kejadian malam itu. Tapi saat melihat senyumannya tadi, aku merasa tidak tenang. Kenapa dia terlihat baik-baik saja?" Vyora mendesah kesal sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Seharusnya dia memarahiku sampai aku menangis. Tapi dia justru memberiku obat." "Tunggu, bukankah itu aneh?" Vyora seketika membuka tangannya. Alisnya menyatu, merasa heran. "Kenapa dia mengajakku tidur? Malam itu aku hanya mabuk, seharusnya dia mengantarku pulang. Atau setidaknya membiarkan aku tidur saja di hotel jika tidak tahu rumahku." Vyora memakai kaca matanya kembali. "Tapi ... kenapa? Apa itu sifatnya yang disembunyikan? Karena selama ini dia selalu dingin pada karyawan wanita. Apa di belakang sebenarnya dia adalah pria yang suka tidur dengan banyak wanita?" Vyora mencoba memikirkan kejadian malam itu. Walaupun akhirnya ia tidak bisa mengingat apapun. Karena terlalu mabuk, ia tidak bisa mendengar dengan jelas. Namun Vyora yakin pria itu sempat mengatakan sesuatu padanya. "Kau sangat jahat Vyora. Dia adalah bosmu. Kau tidak boleh berpikiran buruk tentangnya." Vyora seketika menggelengkan kepala dan menepis tebakannya tadi. "Lebih baik aku memikirkan cara untuk meminta maaf dengan benar." *** Vyora sedang melamun di dalam lift sambil menatap pantulan wajahnya di dinding. "Apa saja yang harus aku katakan nanti?" Tiba-tiba pintu lift terbuka. Leo berdiri di depannya dan menatap Vyora dengan tatapan yang sulit dibaca. Vyora tertegun selama beberapa detik sebelum mengalihkan wajahnya. Leo berjalan masuk ke lift dan berdiri di sebelah wanita itu. Vyora langsung menunduk dan menggigit bibir bawahnya, tidak berani menolehkan kepala. Vyora tidak mengerti kenapa mereka bisa bertemu di sana? Dan mengapa di saat Vyora baru saja memikirkan pria itu? Meskipun begitu Vyora merasa sekarang adalah waktu yang tepat. Di tengah keheningan, Vyora menarik napas dalam-dalam. "Eum, maaf, Pak Leo. Saya ... saya menyesal atas kejadian semalam." "Kenapa kau meminta maaf?" tanya Leo disertai suara yang terdengar dingin. "Padahal aku menikmati malam itu." Vyora reflek terkejut, tapi berusaha tetap tenang. "Maafkan saya. Tapi saya ... saya tidak mengingat apapun." "Tidak mengingat? Atau kau tidak ingin mengingatnya?" Leo menyeringai kecil. Vyora semakin menunduk dengan perasaan campur aduk. Ia tidak menyangka Leo akan bersikap seperti itu. Leo seperti bukan bosnya yang selama ini Vyora kenal. "Saya mohon maaf," ucap Vyora sambil memain-mainkan jarinya. "Saya tidak ingin kehilangan pekerjaan saya. Saya harap Anda bisa melupakan kejadian malam itu." "Kenapa aku harus melupakannya?" Leo menggeser tubuhnya mendekati Vyora. "Bukankah kau sudah diselingkuhi oleh Noah?" Vyora terkejut dan spontan mengangkat wajahnya. Ia spontan menoleh. "Apa maksud Anda?" "Kau sudah berpacaran dengan Noah selama satu tahun, bukan?" Leo menatap wajah Vyora dengan intens seolah menembus ke dalam mata perempuan itu. "Dan ternyata dia menyakitimu. Kau diselingkuhi oleh pria jelek itu." Vyora tersentak kecil. "Bagaimana Anda tahu?" "Kau harus membalas perbuatan Noah. Manfaatkan aku, Vyora. Biarkan Noah menyesali perbuatannya. Kau tidak pantas mendapat rasa sakit dari pria itu." Vyora menggeleng dan segera memundurkan tubuhnya. "Saya tidak mengerti yang Anda bicarakan." Leo menahan pinggang Vyora lalu tersenyum manis. "Aku akan membantumu melupakan Noah." Vyora melebarkan mata. Tubuhnya menegang. "Saya—" "Kau tidak akan kehilangan pekerjaanmu," jawab Leo dengan senyum yang menawan. "Tetapi kau harus menuruti perkataanku." "Jika kmu benar-benar ingin meminta maaf, maka jangan menolak tawaranku," bisik Leo menyeringai. Vyora terdiam, tidak sanggup menjawab. Ia tidak menyangka Leo akan bersikap seperti itu. Ia tidak pernah berpikir bahwa Leo akan memanfaatkan kesalahan yang terjadi semalam. "Aku berharap kau akan menikmati tawaranku, Vyora." Leo menyelipkan helai rambut perempuan itu ke belakang telinga. Setelah itu pintu lift terbuka. Leo menjauhkan tubuhnya. Ia berjalan keluar dari lift dengan langkah mundur dan senyuman menawan. "Sampai jumpa lagi, Sayang."Vyora mengerjapkan mata lalu melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong. Vyora berjalan di koridor kantor, pikirannya masih berputar-putar mengenai percakapan dengan Leo di lift tadi. Vyora tidak menyangka bosnya memiliki sisi yang gelap dan mengerikan seperti itu. Selama ini Leo selalu terlihat profesional dan berwibawa, tidak pernah menunjukkan sikap yang mengancam seperti tadi. "Apa yang terjadi padaku?" gumam Vyora dalam hati, merasa cemas dan bingung. Tiba-tiba, Vyora bertabrakan dengan seseorang di depannya. Ia mengangkat wajahnya sambil membenarkan letak kacamatanya. Vyora lalu terkejut melihat pria Noah, mantan pacarnya itu berdiri di depannya. "Noah?" Vyora segera menjauhi tubuhnya dan berdeham. Noah menatap Vyora dengan tatapan yang sinis. "Oh, Vyora. Sebaiknya kau berjalan menggunakan kaki dan mata secara bersamaan." Vyora tersentak kecil, seketika menunduk merasa bersalah. "Maaf," jawab Vyora, tidak ingin menatap mata Noah. Noah menggeleng dan berlalu mening
"Maaf, Pak Leo. Apakah Anda serius dengan permintaan itu?" Vyora melebarkan matanya syok. Napasnya hampir saja tercekat. "Aku tidak ingin bermain-main denganmu, Sayang." Leo memberikan senyum andalannya. Vyora menggeleng pelan, sangat tidak paham apapun. Bahkan tidak bisa berpikir jernih. "Tapi kenapa Anda mengajak saya? Seharusnya Anda bisa memilih wanita lain yang lebih sempurna dan setara dengan Anda." "Tidak ada alasan khusus. Aku hanya berpikir kau satu-satunya yang bisa melakukannya." Vyora mengernyitkan dahi, tangannya mencengkram roknya sendiri dengan kuat. "Jika saya menolak, apakah ... Anda akan memecat saya?" Leo tidak langsung membalas. Ia berdiri dan berjalan mendekati Vyora. Leo berhenti satu langkah di depan Vyora. Seraya memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Senyuman pria itu masih tidak lepas dari mulutnya. "Itu sudah pasti, bukan?" Vyora tersentak kecil. Reflek mundur satu langkah. "Anda kejam sekali." Leo mengangguk seolah membenarkan perkataan itu. I
Vyora menatap bangunan berkilauan di seberang jalan, sebuah bar elit yang terkenal dengan suasana glamor. Namun ia akan ke tempat lain yang sudah dia rencanakan. Hari ini adalah hari Anniversary Vyora dan pacarnya, hari yang seharusnya menjadi hari yang indah. Vyora mempersiapkan segalanya dengan teliti. Ia memilih gaun tercantiknya, menyiapkan hadiah yang istimewa, dan menunggu dengan penuh semangat kedatangan Noah. Namun, semua rencana itu berantakan saat mata Vyora menangkap sesosok pria yang sangat familiar masuk ke dalam bar itu. Dia Noah. Vyora terkejut. Ia menatap Noah dengan tatapan yang tak percaya. Noah berjalan sambil berbicara dengan seorang wanita berambut panjang berwarna pirang. Wanita itu tertawa ria dan menggelayut manja di lengan Noah. "Noah?" gumam Vyora dengan suara bergetar. Tanpa menunggu lagi, Vyora berjalan menuju bar itu. Ia ingin memastikan apa yang terjadi. Ia ingin mendengar penjelasan dari Noah. Namun, saat ia memasuki bar itu, semua harapa
Mobil Leo berhenti di depan sebuah hotel mewah. Lampu-lampu neon menyorot bangunan megah itu, sempat membuat Vyora terkesima sejenak. Namun, pandangannya sudah buram. Ia lupa memakai kaca matanya yang pasti tertinggal di bar tadi. Leo membantu Vyora turun dari mobil. Ia menuntun Vyora masuk ke dalam hotel itu. Vyora hanya menurut karena pikirannya sedang kacau. Leo sudah memesan kamar khusus yang terbaik. Ia membawa Vyora masuk ke dalam kamar itu. Vyora kebingungan saat tubuhnya direbahkan ke atas kasur. "Hei, apa maksudnya ini? Di mana aku sekarang?" tanya Vyora bingung. Ia menatap sekeliling yang terlihat asing di matanya. Leo duduk di sisi kasur, mengusap wajah Vyora dengan lembut. "Apa kau tidak mengerti, Sayang? Aku sedang menagih hutangmu." "Apa? Hutang?" "Iya, hutang," jawab Leo sambil mengangguk. "Kau menyiram minumanku tadi. Itu minuman mahal dan kesukaanku. Jadi kau harus membayarnya." Vyora langsung teringat kejadian tadi. Ia seketika merasa bersalah. "Maafkan aku
"Maaf, Pak Leo. Apakah Anda serius dengan permintaan itu?" Vyora melebarkan matanya syok. Napasnya hampir saja tercekat. "Aku tidak ingin bermain-main denganmu, Sayang." Leo memberikan senyum andalannya. Vyora menggeleng pelan, sangat tidak paham apapun. Bahkan tidak bisa berpikir jernih. "Tapi kenapa Anda mengajak saya? Seharusnya Anda bisa memilih wanita lain yang lebih sempurna dan setara dengan Anda." "Tidak ada alasan khusus. Aku hanya berpikir kau satu-satunya yang bisa melakukannya." Vyora mengernyitkan dahi, tangannya mencengkram roknya sendiri dengan kuat. "Jika saya menolak, apakah ... Anda akan memecat saya?" Leo tidak langsung membalas. Ia berdiri dan berjalan mendekati Vyora. Leo berhenti satu langkah di depan Vyora. Seraya memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Senyuman pria itu masih tidak lepas dari mulutnya. "Itu sudah pasti, bukan?" Vyora tersentak kecil. Reflek mundur satu langkah. "Anda kejam sekali." Leo mengangguk seolah membenarkan perkataan itu. I
Vyora mengerjapkan mata lalu melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong. Vyora berjalan di koridor kantor, pikirannya masih berputar-putar mengenai percakapan dengan Leo di lift tadi. Vyora tidak menyangka bosnya memiliki sisi yang gelap dan mengerikan seperti itu. Selama ini Leo selalu terlihat profesional dan berwibawa, tidak pernah menunjukkan sikap yang mengancam seperti tadi. "Apa yang terjadi padaku?" gumam Vyora dalam hati, merasa cemas dan bingung. Tiba-tiba, Vyora bertabrakan dengan seseorang di depannya. Ia mengangkat wajahnya sambil membenarkan letak kacamatanya. Vyora lalu terkejut melihat pria Noah, mantan pacarnya itu berdiri di depannya. "Noah?" Vyora segera menjauhi tubuhnya dan berdeham. Noah menatap Vyora dengan tatapan yang sinis. "Oh, Vyora. Sebaiknya kau berjalan menggunakan kaki dan mata secara bersamaan." Vyora tersentak kecil, seketika menunduk merasa bersalah. "Maaf," jawab Vyora, tidak ingin menatap mata Noah. Noah menggeleng dan berlalu mening
"Hei. Aku tidak menyangka kau bisa berbicara sekeras itu. Kau sangat keren," puji Grace dengan mata berbinar senang. Vyora mengembuskan napas panjang setelah duduk kembali. "Aku tidak ingin direndahkan lagi. Aku sudah muak." "Itu keputusan bagus. Aku akan percaya padamu, Vyora." "Terima kasih. Kau selalu mendukungku," balas Vyora tersenyum. Ia merasa beruntung memiliki teman seperti Grace. Jam istirahat akhirnya tiba. Vyora baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan merasa lega. Ketika hendak makan siang, Grace memanggilnya dan memberitahu bahwa Vyora dipanggil oleh bos ke ruangan. Vyora mengerutkan dahi bingung. Ia tidak merasa melakukan kesalahan apa pun. Meskipun begitu ia bergegas pergi karena takut membuat bosnya marah. Dengan hati berdebar, Vyora mengetuk pintu ruangan sang bos. "Silakan masuk," sahut Leo dari dalam, suaranya terdengar tenang tapi sedikit tegas. Vyora masuk, mendapati Leo duduk di balik meja kerjanya. Leo tersenyum, senyum yang membuat Vyora tiba-tiba mer
Mobil Leo berhenti di depan sebuah hotel mewah. Lampu-lampu neon menyorot bangunan megah itu, sempat membuat Vyora terkesima sejenak. Namun, pandangannya sudah buram. Ia lupa memakai kaca matanya yang pasti tertinggal di bar tadi. Leo membantu Vyora turun dari mobil. Ia menuntun Vyora masuk ke dalam hotel itu. Vyora hanya menurut karena pikirannya sedang kacau. Leo sudah memesan kamar khusus yang terbaik. Ia membawa Vyora masuk ke dalam kamar itu. Vyora kebingungan saat tubuhnya direbahkan ke atas kasur. "Hei, apa maksudnya ini? Di mana aku sekarang?" tanya Vyora bingung. Ia menatap sekeliling yang terlihat asing di matanya. Leo duduk di sisi kasur, mengusap wajah Vyora dengan lembut. "Apa kau tidak mengerti, Sayang? Aku sedang menagih hutangmu." "Apa? Hutang?" "Iya, hutang," jawab Leo sambil mengangguk. "Kau menyiram minumanku tadi. Itu minuman mahal dan kesukaanku. Jadi kau harus membayarnya." Vyora langsung teringat kejadian tadi. Ia seketika merasa bersalah. "Maafkan aku
Vyora menatap bangunan berkilauan di seberang jalan, sebuah bar elit yang terkenal dengan suasana glamor. Namun ia akan ke tempat lain yang sudah dia rencanakan. Hari ini adalah hari Anniversary Vyora dan pacarnya, hari yang seharusnya menjadi hari yang indah. Vyora mempersiapkan segalanya dengan teliti. Ia memilih gaun tercantiknya, menyiapkan hadiah yang istimewa, dan menunggu dengan penuh semangat kedatangan Noah. Namun, semua rencana itu berantakan saat mata Vyora menangkap sesosok pria yang sangat familiar masuk ke dalam bar itu. Dia Noah. Vyora terkejut. Ia menatap Noah dengan tatapan yang tak percaya. Noah berjalan sambil berbicara dengan seorang wanita berambut panjang berwarna pirang. Wanita itu tertawa ria dan menggelayut manja di lengan Noah. "Noah?" gumam Vyora dengan suara bergetar. Tanpa menunggu lagi, Vyora berjalan menuju bar itu. Ia ingin memastikan apa yang terjadi. Ia ingin mendengar penjelasan dari Noah. Namun, saat ia memasuki bar itu, semua harapa