"Kamu akan semakin terkejut kalau kuberi tahu sejak kapan aku tahu fakta tersebut," jawab Luana dengan suara tenang dan senyum manis seakan-akan sedang mengingat banyak kenangan manis antara dirinya dan Kyle. Hal itu membuat Jasmine semakin marah dan tak terima karena merasa bahwa tidak mungkin gadis dari golongan manusia rendahan bisa sedekat itu dengan Kyle. Sedangkan dia?? "Memangnya sejak kapan?" tanyanya dengan napas memburu, antara marah sekaligus penasaran. Melihat ekspresi Jasmine tersebut, Luana langsung tertawa seperti anak kecil yang polos dan lugu lalu menjawab. "Rahasia." "Berengsek, kamu mencoba mempermainkan aku?!" raung Jasmine seperti orang kesetanan, sedang Luana hanya mengendikkan bahu dengan acuh tak acuh lalu berbalik untuk keluar dari kamar mandi. "Aku nggak sedang mempermainkan kamu, aku hanya sedang malas berbicara," jawab Luana dengan cuek. Dia benar-benar sedang banyak pikiran saat ini gara-gara Kyle dan Gio dan fakta bahwa Gio keluar dari ruangan
"Luana."Rion yang berjalan lebih dulu tiba-tiba berhenti dan menunggu sampai Luana berdiri di sampingnya, lalu mereka pun berjalan beriringan menuju ruangan Kyle. Pria muda itu menoleh dengan penuh simpati kepada Luana yang masih diam sejak tadi padahal sebelumnya dia begitu cerewet menanyakan keadaan Kyle. "Aku nggak tahu apa yang kamu obrolkan dengan Jasmine di kamar mandi itu, tapi tolong jangan terlalu dekat dengannya," pinta Rion dengan ekspresi serius yang langsung dibalas Luana dengan senyuman."Aku tahu," jawabnya singkat.Rion menatap pada Luana yang terlihat sedang sibuk memikirkan sesuatu dan hanya bisa menarik napas panjang.Dia ingin mengatakan pada gadis itu bahwa apa saja yang diucap oleh Jasmine adalah kebohongan, tapi pria itu menahan diri karena merasa bahwa membicarakan orang lain di belakang bukanlah hal baik.Kini keduanya berdiri di depan ruangan Kyle, sebelum Rion membukakan pintu untuk Luana, dia sekali lagi bertanya pada gadis yang tampak gelisah dan risau
"Tidak, belum. Tapi jangan tinggalkan saya, Tuan."Luana langsung menggeleng sambil memegang kedua tangan Kyle seakan khawatir pria itu akan pergi meninggalkan dirinya.Menghela napas panjang lalu menjawab dengan bahu kuyu."Saya, saya tidak bisa makan tanpa tahu keadaan Anda setelah dari dunia vampir, Tuan. Lagian kenapa Anda begitu jahat? Anda pergi begitu saja tanpa memberi tahu saya bagaimana keadaan Anda setelah dari dunia vampir, bagaimana saya bisa makan dengan tenang?"Jawaban dari Luana meski diucapkan dengan ekspresi merajuk tersebut membuat Kyle tersenyum senang dan balas menggenggam tangannya."Siapa yang kamu bilang jahat, Luana?" tanya Kyle gemas sambil menjawil pelan hidung gadis itu. "Aku sudah datang ke kamarmu tapi waktu itu kamu tidur, Luana," lanjutnya sambil tertawa geli."Ah, itu ... itu...."Seketika gadis itu tergagap tak bisa menjawab, membuat Kyle semakin tertawa geli melihat ekspresinya.Dulu, dulu saat mereka SMA, Kyle tidak pernah melihat ekspresi Luana y
"Menurut kamu, Luana kenapa?"Rion yang dipanggil masuk oleh Kyle dan mendapati atasannya tersebut sedang duduk di kursi belakang meja kerjanya dengan tatapan tajam menghunus, hanya bisa merenggangkan ikatan dasinya dan berdehem pelan.Dia benar-benar bingung harus berekspresi bagaimana karena tahu-tahu ditanya seperti itu padahal tidak tahu apa pun permasalahan yang terjadi antara bos-nya tersebut dengan Luana. Sementara itu Kyle yang masih marah karena tak menemukan jawaban atas tindakan aneh Luana, hanya bisa mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jemari seraya menyugar rambutnyadengan gelisah."Apa salahku? Kesalahan apa yang aku lakukan sampai dia seperti itu?"Kyle menggumam sendiri dengan ekspresi marah, mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk meredam emosi yang seperti membakar dadanya.Sementara itu, Rion yang tak tahu apa-apa, berdiri di depan meja kerja Kyle dengan wajah pucat."M-memangnya apa yang sudah terjadi antara Anda dan Luana, Tuan?" tanya Rion memberanikan diri.Bagaima
Kyle menemui Jasmine, ketika itu dia sedang berada di kafetaria untuk makan siang. Seluruh karyawan heboh dengan kedatangan Kyle ke kafetaria yang merupakan sebuah hal langka, apalagi saat pria itu berjalan menemui Jasmine. Ketika Kyle berada di depan Jasmine, gadis itu histeris sedikit sambil menutup mulutnya dengan tangan untuk menahan agar tidak berteriak. Dengan mata berkaca-kaca dia membuka mulutnya dan berbicara dengan Kyle. "Kyle, sungguh, kamu lebih memilih mendatangi aku daripada gadis kampung itu? Apakah ini artinya kita ..." Jasmine tidak meneruskan ucapan, melirik sombong kepada Luana yang duduk tak jauh darinya, yang juga sedang mengawasi ke arah Jasmine dan Kyle. Kyle menyugar rambutnya dengan gusar, menjentikkan jari sehingga membuat segala sesuatu yang ada di situ terhenti, kecuali dirinya dan Jasmine. Manusia biasa tidak akan bisa mendengar isi percakapan mereka saat ini, di mata mereka sekarang, Jasmine dan Kyle hanya sedang bertatapan tanpa bersuara. Setel
Jasmine menggeleng dengan penuh ketakutan. "Tunggu, jangan lakukan ini, Kyle!" serunya dengan suara gemetar. Dia benar-benar merasa bahwa ini adalah akhir dari hidupnya, Kyle terlihat tak main-main dengan apa yang akan dilakukannya saat ini. Jasmine berdoa dalam hati, jika diberi satu kesempatan lagi untuk hidup maka maka dia akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan hidupnya. Untungnya, Rion dengan sigap berdiri di antara Jasmine dan Kyle seraya merentangkan tangannya. "Tuan, tahan emosi Anda! Ingat konsekuensi yang harus Anda hadapi jika melakukan hakim sendiri seperti ini!" seru Rion dengan panik dan pucat. Tepat pada saat itu, telepon di saku Kyle berbunyi, saat dia melihat nama yang tertera di layar, pria itu hanya menghela napas panjang. "Haaaah." Dia melirik dingin ke arah Jasmine yang sudah kehilangan keberaniannya dan hanya meringkuk ketakutan di lantai dengan tatapan dingin sebelum mengangkat telepon dari Ayahnya. "Ada apa, Ayah?" Kyle bertanya dengan su
Kyle mondar-mandir di ruangannya yang luas dalam penthouse yang dia tinggali dengan sesekali melihat jam tangan.Keningnya berkerut dalam sebelum kemudian duduk di pinggir ranjang sambil menyugar rambutnya dengan gelisah."Ke mana dia?"Ini sudah lewat pukul sembilan malam, tapi Luana belum juga datang ke penthouse miliknya padahal mereka berdua sudah saling berjanji untuk tinggal di sini selama satu minggu."Apakah sesuatu terjadi padanya?" gumam Kyle, gelisah. Tadi Kyle sudah bertanya kepada Rion dan Rion memastikan bahwa Luana sudah pulang dari kantor, tapi kenapa gadis itu tak kunjung datang ke sini?Bukankah dia sudah membawa satu koper dan ditaruh di salah satu kamarnya ini? Kenapa tak ke sini?Kyle benar-benar gelisah, teringat kembali bagaimana tadi siang dengan wajah sendu Luana meminta untuk membatalkan pernikahan."Apa aku susul saja?"Kyle mondar-mandir dengan gelisah. Ingin rasanya Kyle memerintahkan bodyguard untuk menjemput Luana di mana pun dia sekarang berada dan me
Sambil menunggu Luana naik lift menuju tempat dirinya sekarang berada, Kyle berbaring miring sambil tersenyum sendiri.Lalu... Ting.Bunyi lift terdengar dan ...."Tuan! Bagaimana luka Anda?!"Suara nyaring seorang gadis memenuhi ruangan, Kyle segera terduduk saat melihat gadis yang kini memakai celana hitam dan kemeja merah muda tersebut berlari ke arahnya dengan mata berkaca-kaca.Di tangannya ada kantong kresek yang dia tebak merupakan obat-obatan.Senyum Kyle melebar saat melihat gadis itu duduk di sampingnya dengan raut khawatir, napasnya sedikit memburu mungkin karena dia berlari sebelum ini."Kamu tuh nggak berubah, ya. Tetap!saja paling nggak bisa kalau dipancingndengan hal seperti ini," bisik Kyle dalam hati seraya menyentuh pipi Luana yang putih dan indah. Berbeda dengan Kyle yang menikmati wajah Luana yang datang untuknya saat ini, Luana meraih tangan Kyle di pipinya dan menatap dengan kening berkerut."Astaga! Kenapa Anda membiarkan luka seperti ini tanpa mengobatinya, T
"Ly, ayo pulang. Kamu bilang sedang sakit, kan?" Lyodra yang tadinya mengira Jamie akan mengatakan hal romantis, langsung cemberut dan berteriak protes. "Ihh, Ooomm!" Jamie tertawa, mengacak pelan puncak rambut Lyodra dan bertanya dengan nada menggoda. "Memangnya kamu berpikir aku akan ngomong apa?" "Ahh, nggak tahulah! Ya sudah ayo pulang!" seru Lyodra, memegang lengan Jamie dan menyeretnya pulang. Lalu keduanya pun berjalan meninggalkan ruangan Jamie sambil bertukar tawa. "Om, om beneran udah nggak punya perasaan sama cewek itu? Dia cantik banget loh!" ucap Lyodra, setelah mereka berdua berada di mobil Jamie, menuju perjalanan pulang. Jamie yang sedang mengemudi, menoleh ke arah Lyodra dan bertanya dengan sedikit menggoda. "Kenapa? Kamu cemburu?" Ditodong secara langsung seperti itu, wajah putih Lyodra seketika memerah seperti kepiting rebus, gadis itu sibuk mengelak dengan suara gugup. "Ah, enggak. Itu... maksudnya..." "Cemburu aja, aku suka lihat kamu yan
Dengan langkah penuh tekad, Lyodra membuka pintu ruang kerja Jamie tanpa mengetuk.Begitu pintu terbuka, dia melihat Jamie sedang duduk di sofa panjang, sementara Shane duduk sangat dekat di sebelahnya, tangannya menggantung manja di lengan Jamie.Mata Jamie langsung bergerak cepat, menangkap sosok kecil Lyodra yang berdiri di ambang pintu. Tatapan mereka bertemu. Ada percikan emosi di mata Jamie, campuran terkejut dan... protektif."Lyodra?" suara Jamie terdengar sedikit lebih berat dari biasanya.Shane yang melihat itu, mendengus kecil dan mengeraskan suaranya, seolah ingin menegaskan posisi."Ini ruang pribadi, *anak kecil.* Belajar sopan, ya? Orang dewasa lagi bicara."Lyodra mengangkat dagunya. Dengan langkah santai tapi penuh kepercayaan diri, dia masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu di belakangnya, *klik*—sebuah gerakan yang membuat suasana mendadak lebih tegang."Aku tahu ini ruang pribadi," jawab Lyodra, tersenyum manis namun matanya dingin. "Makanya aku ke sini. Mau ngin
Lyodra tentu saja langsung bereaksi mendengar ancaman Jamie."Hah? Jangan! Jangan, Om. Mereka nggak salah. Jangan pecat mereka...."Dengan panik, Lyodra melepaskan pelukannya dan menyatukan kedua tangan di depan Jamie, memohon-mohon dengan mata memelas.Jamie, yang melihat tingkah menggemaskan sekretarisnya itu, hanya melipat tangan di dada. Suaranya dibuat setenang mungkin, namun ada nada menggoda di dalamnya."Mereka salah karena udah berani ngomongin aku di belakang. Udah gitu, nyebarin gosip nggak jelas lagi. Jadi, dipecat itu hukuman yang pas."Wajah Lyodra langsung pucat. Dengan cepat dia membela teman-temannya."Tapi, tapi bukan mereka semua, kok! Cuman satu orang! Terus... jangan pecat dia, nanti kalau aku dibilang cepu gimana?" keluhnya dengan suara lirih.Jamie hanya menghela napas."Hmmm."Takut Jamie benar-benar marah, Lyodra buru-buru merajuk, bibirnya mengerucut manja."Om, jangan marah, ya? Ish."Jamie menatap Lyodra, kemudian mengulurkan tangannya dan menyentil kening
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang