"Tidak, belum. Tapi jangan tinggalkan saya, Tuan."Luana langsung menggeleng sambil memegang kedua tangan Kyle seakan khawatir pria itu akan pergi meninggalkan dirinya.Menghela napas panjang lalu menjawab dengan bahu kuyu."Saya, saya tidak bisa makan tanpa tahu keadaan Anda setelah dari dunia vampir, Tuan. Lagian kenapa Anda begitu jahat? Anda pergi begitu saja tanpa memberi tahu saya bagaimana keadaan Anda setelah dari dunia vampir, bagaimana saya bisa makan dengan tenang?"Jawaban dari Luana meski diucapkan dengan ekspresi merajuk tersebut membuat Kyle tersenyum senang dan balas menggenggam tangannya."Siapa yang kamu bilang jahat, Luana?" tanya Kyle gemas sambil menjawil pelan hidung gadis itu. "Aku sudah datang ke kamarmu tapi waktu itu kamu tidur, Luana," lanjutnya sambil tertawa geli."Ah, itu ... itu...."Seketika gadis itu tergagap tak bisa menjawab, membuat Kyle semakin tertawa geli melihat ekspresinya.Dulu, dulu saat mereka SMA, Kyle tidak pernah melihat ekspresi Luana y
"Menurut kamu, Luana kenapa?"Rion yang dipanggil masuk oleh Kyle dan mendapati atasannya tersebut sedang duduk di kursi belakang meja kerjanya dengan tatapan tajam menghunus, hanya bisa merenggangkan ikatan dasinya dan berdehem pelan.Dia benar-benar bingung harus berekspresi bagaimana karena tahu-tahu ditanya seperti itu padahal tidak tahu apa pun permasalahan yang terjadi antara bos-nya tersebut dengan Luana. Sementara itu Kyle yang masih marah karena tak menemukan jawaban atas tindakan aneh Luana, hanya bisa mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jemari seraya menyugar rambutnyadengan gelisah."Apa salahku? Kesalahan apa yang aku lakukan sampai dia seperti itu?"Kyle menggumam sendiri dengan ekspresi marah, mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk meredam emosi yang seperti membakar dadanya.Sementara itu, Rion yang tak tahu apa-apa, berdiri di depan meja kerja Kyle dengan wajah pucat."M-memangnya apa yang sudah terjadi antara Anda dan Luana, Tuan?" tanya Rion memberanikan diri.Bagaima
Kyle menemui Jasmine, ketika itu dia sedang berada di kafetaria untuk makan siang. Seluruh karyawan heboh dengan kedatangan Kyle ke kafetaria yang merupakan sebuah hal langka, apalagi saat pria itu berjalan menemui Jasmine. Ketika Kyle berada di depan Jasmine, gadis itu histeris sedikit sambil menutup mulutnya dengan tangan untuk menahan agar tidak berteriak. Dengan mata berkaca-kaca dia membuka mulutnya dan berbicara dengan Kyle. "Kyle, sungguh, kamu lebih memilih mendatangi aku daripada gadis kampung itu? Apakah ini artinya kita ..." Jasmine tidak meneruskan ucapan, melirik sombong kepada Luana yang duduk tak jauh darinya, yang juga sedang mengawasi ke arah Jasmine dan Kyle. Kyle menyugar rambutnya dengan gusar, menjentikkan jari sehingga membuat segala sesuatu yang ada di situ terhenti, kecuali dirinya dan Jasmine. Manusia biasa tidak akan bisa mendengar isi percakapan mereka saat ini, di mata mereka sekarang, Jasmine dan Kyle hanya sedang bertatapan tanpa bersuara. Setel
Jasmine menggeleng dengan penuh ketakutan. "Tunggu, jangan lakukan ini, Kyle!" serunya dengan suara gemetar. Dia benar-benar merasa bahwa ini adalah akhir dari hidupnya, Kyle terlihat tak main-main dengan apa yang akan dilakukannya saat ini. Jasmine berdoa dalam hati, jika diberi satu kesempatan lagi untuk hidup maka maka dia akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan hidupnya. Untungnya, Rion dengan sigap berdiri di antara Jasmine dan Kyle seraya merentangkan tangannya. "Tuan, tahan emosi Anda! Ingat konsekuensi yang harus Anda hadapi jika melakukan hakim sendiri seperti ini!" seru Rion dengan panik dan pucat. Tepat pada saat itu, telepon di saku Kyle berbunyi, saat dia melihat nama yang tertera di layar, pria itu hanya menghela napas panjang. "Haaaah." Dia melirik dingin ke arah Jasmine yang sudah kehilangan keberaniannya dan hanya meringkuk ketakutan di lantai dengan tatapan dingin sebelum mengangkat telepon dari Ayahnya. "Ada apa, Ayah?" Kyle bertanya dengan su
Kyle mondar-mandir di ruangannya yang luas dalam penthouse yang dia tinggali dengan sesekali melihat jam tangan.Keningnya berkerut dalam sebelum kemudian duduk di pinggir ranjang sambil menyugar rambutnya dengan gelisah."Ke mana dia?"Ini sudah lewat pukul sembilan malam, tapi Luana belum juga datang ke penthouse miliknya padahal mereka berdua sudah saling berjanji untuk tinggal di sini selama satu minggu."Apakah sesuatu terjadi padanya?" gumam Kyle, gelisah. Tadi Kyle sudah bertanya kepada Rion dan Rion memastikan bahwa Luana sudah pulang dari kantor, tapi kenapa gadis itu tak kunjung datang ke sini?Bukankah dia sudah membawa satu koper dan ditaruh di salah satu kamarnya ini? Kenapa tak ke sini?Kyle benar-benar gelisah, teringat kembali bagaimana tadi siang dengan wajah sendu Luana meminta untuk membatalkan pernikahan."Apa aku susul saja?"Kyle mondar-mandir dengan gelisah. Ingin rasanya Kyle memerintahkan bodyguard untuk menjemput Luana di mana pun dia sekarang berada dan me
Sambil menunggu Luana naik lift menuju tempat dirinya sekarang berada, Kyle berbaring miring sambil tersenyum sendiri.Lalu... Ting.Bunyi lift terdengar dan ...."Tuan! Bagaimana luka Anda?!"Suara nyaring seorang gadis memenuhi ruangan, Kyle segera terduduk saat melihat gadis yang kini memakai celana hitam dan kemeja merah muda tersebut berlari ke arahnya dengan mata berkaca-kaca.Di tangannya ada kantong kresek yang dia tebak merupakan obat-obatan.Senyum Kyle melebar saat melihat gadis itu duduk di sampingnya dengan raut khawatir, napasnya sedikit memburu mungkin karena dia berlari sebelum ini."Kamu tuh nggak berubah, ya. Tetap!saja paling nggak bisa kalau dipancingndengan hal seperti ini," bisik Kyle dalam hati seraya menyentuh pipi Luana yang putih dan indah. Berbeda dengan Kyle yang menikmati wajah Luana yang datang untuknya saat ini, Luana meraih tangan Kyle di pipinya dan menatap dengan kening berkerut."Astaga! Kenapa Anda membiarkan luka seperti ini tanpa mengobatinya, T
"Tuan!"Pekikan kecil dari mulut Luana tidak membuat Kyle berhenti untuk kembali menempelkan bibirnya ke bibir ranum gadis itu. Kyle menyentuh tengkuk Luana dan kembali menghadiahi bibir gadis itu dengan kecupan ringan, kecupan itu kini beralih ke pipi dan lehernya."Inilah ekspresi jujur dari wajahku, Luana."Setelah mengatakan hal itu, Kyle sekali lagi melayangkan kecupan di bibir dan pipi Luana. "Ihhhh."Luana mendorong kepala Kyle menjauh, membuat pria tersebut sedikit mengerucutkan bibirnya dengan ekspresi kecewa."Kamu nggak suka aku ciumin kamu, Lun?" tanyanya kecewa dengan wajah sedih seperti seseorang yang ditolak cintanya.Luana yang merasa tidak enak dengan perubahan suasana hati Kyle segera meng-klarifikasi ucapannya."Bukan tidak suka.... "Dia menatap Kyle dengan malu-malu, sementara Kyle mengejarnya dengan tak sabar."Tapi?"Luana menutup mukanya dengan kedua tangan dan menggeleng."Maluuu."Tingkahnya tersebut membuat Kyle. makin gemas sehingga merengkuh gadis mungil
Mendapat tatapan keheranan dari Kyle, tiba-tiba Luana merasa sangat gugup."I-iya, daging mentah. Bukankah kamunmakan daging mentah biasanya?"Gadis itu bertanya dengan takut-takut."Sejak kapan aku makan daging mentah, Lun? Maksudmu sushi?"Pertanyaan Kyle segera dijawab dengan gelengan oleh Luana, dia ragu-ragu melanjutkan ucapannya."Bukan... bukan sushi. Tapi daging ... mmm, bukankah kamu makannya d-daging yang langsung d-darinsumbernya tanpa diolah?"Kyle semakin mengerutkan kening atas pertanyaan Luana yang terasa berputar-putar tersebut, dia berpikir keras akan maksud ucapan gadis mungil yang kini mengatupkan mulutnya karena takut salah itu."Apa maksudmu? Astaga! Kamu pikir aku ini binatang buas atau apa, ha?""Anda.. ehm, maksudnya makhluknseperti kamu, bukankah makan daging mentah seperti langsung 'happp' gitu?"Luana mempraktekkan bagaimana seseorang dengan taring memakan seonggok daging dengan bar-bar yang membuat Kyle begitu terkejut.Dia hanya menggeleng-geleng dan mena
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men