"Rion." Kyle menurunkan pisau dari leher Ben dan memanggil Rion. "Ya, Tuanku?" Rion menjawab panggilan Kyle dengan rasa hormat yang berlebihan, sejujurnya pria itu khawatir kalau Kyle akan benar-benar membunuh Ben tadi, juga takjub akan kekuatan miliknya yang seperti berkali-kali lipat saat ini. Ben yang terlepas dari kematian, terduduk di lantai dengan wajah pucat, hampir tersungkur ke depan kalau tidak ditolong oleh Marina dan Rey. "Kalau itu Luana, suruh menunggu sebentar." Kyle mengeluarkan titah dengan dingin. Perintah dari Kyle tersebut dijawab rion dengan anggukan patuh dansegera berjalan ke luar ruangan untuk melihat siapa yang mengunjungi Kyle di jam tak biasa seperti ini. Ini hampir tengah malam dan Kyle sangat jarang menerima tamu di penthouse miliknya ini. Setelah kepergian Rion, Kyle memandang empat orang tersebut satupersatu dengan kedua tanga menyilang di dada. "Aku ingin bertanya beberapa hal kepada kalian,' ucapnya dengan suara dingin. Marina, Ben dan Rey
"Kyleeee!!!" Luana, gadis itu menatap tajam kepada Kyle dengan napas memburu. "Jangan bilang kamu mau bunuh orang lagi? Nggak boleh!" serunya dengan suara mencicit. Gadis mungil itu berjalan cepat menuju Kyke dan menarik kedua tangannya turun dengan gerakan kasar. "Jangan suka sembarangan bunuh orang, Kyleeee!" serunya dengan nada mengancam. Agar cahaya merah di kedua tangannya itu tidak melukai Luana yang kini ada di hadapannya, Kyle akhirnya segera melenyapkannya dari pandangan. Pria itu juga menatap tajam pada Rion yang berdiri dengan muka pucat di depan pintu. "T-Tuan, maaf, saya sudah mencoba menghalangi dia masuk ke sini tapi—" "Jangan marahin Rion!" potong Luana dengan galak, sehingga Kyle akhirnya memilih tersenyum sambil mengangkat kedua tangan sebagai tanda menyerah. "Baiklah, Luana. Baik." Kyle menjawab dengan jinak. Melihat senyum mempesona di wajah Kyle, Luana yang tadinya begitu khawatir akan melihat tiga orang kehilangan nyawa, menghela napas panj
"Akhirnya kita bertemu lagi, Jeany Sayang."Dante Richardo ... pria yang aku hindari karena kesalahan di masa lalu kini menyapaku dingin. Senyum di bibirnya tak lagi membuatku terpana seperti dulu, melainkan merinding seketika. Senyumnya yang sekarang seperti seorang psikopat.Dia sangat berbeda dengan saat kami sama-sama kuliah di jurusan manajemen bisnis. Pria yang dulu terlihat polos itu kini tiba-tiba berubah menjadi seorang dokter muda dengan aura yang benar-benar berbeda.Aku pernah mendengar bahwa dia ganti jurusan kuliah setelah putus denganku, tapi aku tak menyangka, dia akan berubah se-drastis ini. Auranya yang sekarang luar biasa. Hanya melihatnya berdiri diam di depanku, sudah membuat saraf-sarafku tegang seketika. Sungguh. Bagaimana seseorang bisa berubah sebanyak ini? Senyum manis yang dulu selalu dia berikan padaku kini menghilang tanpa bekas. Aku seperti melihat sosok berbeda dari seorang Dante Richardo. Pria dingin di depanku ini, aku benar-benar tak mengenalnya.
"Budak?"Suara Richard terdengar sangat dingin, sehingga aku segera membuka mata, lalu segera dibuat sangat terkejut saat melihat bagaimana Richard yang tampak sangat jijik saat mendengar aku berkata bahwa bersedia menjadi budaknya untuk menebus dosa."K-kenapa...."Aku bertanya dengan kebingungan. Maksudku, bukankah hal seperti inilah yang terjadi di novel-novel saat kita berada di situasi seperti ini?Biasanya seorang pria akan senang mendengar kata-kata itu, kan?? Lalu kenapa dia terlihat sangat jijik saat aku mengatakan hal itu?Sungguh, aku tak mengerti lagi jalan pikirannya! "Jeany, sepertinya kamu salah paham dengan sesuatu. Menjadi budak? Melihatmu memohon seperti ini, membuatku tak tahan untuk segera mengulitimu. Apa kamu bersedia menjadi budak untuk memuaskan hasratku yang itu?"Dia mengatakan itu semua dengan suara lembut, tapi aku sangat menyadari betapa membunuhnya tatapan yang Richard arahkan padaku.Aku juga sangat yakin, dia tidak main-main dengan kata-katanya, sehin
Atas pertanyaanku itu, Richard hanya tertawa terbahak-bahak tanpa memberiku jawaban yang kuinginkan, penampilannya yang tampan terlihat menakutkan saat menertawakanku seperti itu. "Kamu... kamu bisa-bisanya menculikku saat aku sedang tidur! Ini tidak adil, Rich!" teriakku, putus asa. "Menculik? Sayang, aku tidak menculikmu, tapi aku MENANGKAPMU," ralat Richard dengan tersenyum sinis, mencengkeram pipiku sehingga aku meringis kesakitan. "M-menangkap?"Richard yang begitu menakutkan itu tertawa melihat pekatnya ekspresi ketakutan di wajahku. "Ya, Jeany. Kamu pasti telah berpikir sudah berhasil lepas dari genggamanku, kan? Sayang sekali, kamu salah. Dari awal pelarianmu sampai sini, aku tepat berada di belakangmu, Sayang," jawabnya, tertawa meremehkan dan mengambil sebuah tablet dan menunjukkan layarnya padaku. "Lihat ini. Kamu pasti langsung tahu, bahwa hidupmu sekarang ada di genggamanku, kan?"Richard berkata dengan suara penuh percaya diri, menunjukkan bagaimana seluruh kegiatan
"Dengan serius...."Aku mendesah. Sungguh, aku benar-benar masih tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi ini. Jadi, mantanku tercinta, Dante Richardo, sangat membenciku sampai ingin mencincang-cincang tubuhku menjadi potongan kecil, tapi, di saat bersamaan, dia juga mengatakan bahwa aku harus menikah dengannya? "Dia sepertinya sudah gila."Aku mendesah lagi. Sampai saat ini, aku masih belum bisa merespon apa yang sebenarnya terjadi, dan sekarang, tahu-tahu sekarang aku sudah menjadi istrinya? Sungguh. Ini sangat aneh! Apalagi saat mengingat lagi bagaimana prosesi pernikahan kami yang begitu lancar tadi, seakan-akan sudah disiapkan oleh Richard sejak lama, membuat aku dengan sangat serius mencurigai bahwa Richard sebenarnya sudah mengawasi kehidupanku jauh sebelum kami bertemu lagi hari ini. Proses pernikahan antara aku dan Richard berjalan dengan cepat, lancar dan damai. Saking cepatnya sampai-sampai aku tak sadar bahwa aku kini sudah resmi menjadi istri seorang Dante Rich
Richard tersenyum sinis dan berjalan ke arahku yang sedang buru-buru turun dari ranjang dan bertanya. "Kenapa? Apa aku bahkan tidak boleh masuk ke bagian dari rumahku sendiri?"Nadanya terdengar mengejek, sehingga aku yang merasa malu karena bersenang-senang di kamarnya, menjawab dengan wajah merah padam. "B-bukan. Bukan seperti itu. Silakan lakukan apa pun yang kamu inginkan di sini.... "Richard yang kini berdiri tepat di depanku, mencengkeram lembut kedua pipiku dengan tangannya yang besar. "Kamu tidak akan berpikir kalau ini akan menjadi malam pertama kita, kan?" tanyanya, dengan suara pelan tapi tegas. Mataku seketika terbuka lebar saat mendengar kata malam pertama, sehingga menjawab dengan suara gagap. "Hah? T-tidak. Itu tidak mungkin. Bagaimana bisa aku—""Tidak mungkin katamu? Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu? Segitu jijiknya kamu sama aku?"Kemarahan berkelebat di kedua matanya, sehingga aku pun menjawab tergesa-gesa dengan suara gugup. "H-hah?! Tentu, tentu saja t
"Istriku sayang, inilah yang dinamakan sebuah ciuman."Richard mengatakan itu, lantas membungkuk dan meraih daguku dengan satu tangan agar aku memandangnya.Lalu, tanpa ragu sama sekali, dia pun menutupi bibirku dengan bibirnya. Saat aku mencoba menarik wajahku ke belakang, dia langsung menopang bagian belakang kepalaku dengan satu tangan untuk mencegahku melarikan diri.Tempat tidurnya sedikit bergoyang. Richard melompat ke tempat tidur dalam sekejap, menopang tubuhnya dengan tangannya dan mengunciku di dalamnya."Mmmmhh!"Aku sedikit berteriak saat lidah Richard mulai bergerak-gerak dengan sungguh-sungguh di mulutku.Mula-mula lidah itu menembus setiap gigi seolah menghitung jumlah gigi di mulutku, lalu masuk lebih dalam dan dengan lembut menggaruk langit-langit mulutku.Meskipun aku tidak pernah punya pengalaman dengan pria lain, tapi aku yakin. Pria ini, suamiku, adalah pencium yang sangat baik.Bibir lembutnya yang menyentuh leherku sungguh merangsang, sehingga aku mengalihkan pa
"Kyleeee!!!" Luana, gadis itu menatap tajam kepada Kyle dengan napas memburu. "Jangan bilang kamu mau bunuh orang lagi? Nggak boleh!" serunya dengan suara mencicit. Gadis mungil itu berjalan cepat menuju Kyke dan menarik kedua tangannya turun dengan gerakan kasar. "Jangan suka sembarangan bunuh orang, Kyleeee!" serunya dengan nada mengancam. Agar cahaya merah di kedua tangannya itu tidak melukai Luana yang kini ada di hadapannya, Kyle akhirnya segera melenyapkannya dari pandangan. Pria itu juga menatap tajam pada Rion yang berdiri dengan muka pucat di depan pintu. "T-Tuan, maaf, saya sudah mencoba menghalangi dia masuk ke sini tapi—" "Jangan marahin Rion!" potong Luana dengan galak, sehingga Kyle akhirnya memilih tersenyum sambil mengangkat kedua tangan sebagai tanda menyerah. "Baiklah, Luana. Baik." Kyle menjawab dengan jinak. Melihat senyum mempesona di wajah Kyle, Luana yang tadinya begitu khawatir akan melihat tiga orang kehilangan nyawa, menghela napas panj
"Rion." Kyle menurunkan pisau dari leher Ben dan memanggil Rion. "Ya, Tuanku?" Rion menjawab panggilan Kyle dengan rasa hormat yang berlebihan, sejujurnya pria itu khawatir kalau Kyle akan benar-benar membunuh Ben tadi, juga takjub akan kekuatan miliknya yang seperti berkali-kali lipat saat ini. Ben yang terlepas dari kematian, terduduk di lantai dengan wajah pucat, hampir tersungkur ke depan kalau tidak ditolong oleh Marina dan Rey. "Kalau itu Luana, suruh menunggu sebentar." Kyle mengeluarkan titah dengan dingin. Perintah dari Kyle tersebut dijawab rion dengan anggukan patuh dansegera berjalan ke luar ruangan untuk melihat siapa yang mengunjungi Kyle di jam tak biasa seperti ini. Ini hampir tengah malam dan Kyle sangat jarang menerima tamu di penthouse miliknya ini. Setelah kepergian Rion, Kyle memandang empat orang tersebut satupersatu dengan kedua tanga menyilang di dada. "Aku ingin bertanya beberapa hal kepada kalian,' ucapnya dengan suara dingin. Marina, Ben dan Rey
Kyle hanya tersenyum tenang melihat ambisi Ben yang membara untuk membunuhnya. Pria itu berdiri dengan ekspresi santai tapi angkuh dan satu tangan dimasukkan saku celana. Memandang Ben seakan manusia setengah vampir di depannya itu hanyalah kotoran yang menggangu pemandangan. Merasa direndahkan oleh bosnya, Ben mengepalkan kedua tangannya erat-erat dan balas menatap bos nya dengan kemarahan membara. Dia jauh lebih kuat, kenapa dia harus terima diperlakukan hina seperti ini?! Menggeram pelan, Ben pun berbicara. "Jadi, kenapa tidak kita buktikan saja rumor itu benar atau tidak, Tuan Muda?" Dia bertanya melalui sela-sela giginya yang terkatup rapat, sudah tak tahan untuk mematahkan leher pria yang benar-benar sombong, di depannya itu. Marina dan Rey yang juga terpengaruh rumor, diam-diam menunggu apakah benar jika Ben dan Kyle saling bertarung, maka Ben lah pemenangnya. "Hmmmm." Kyle hanya membalas tantangan Ben tersebut dengan berdehem pelan, melihat ke arah jam tangannya seper
Setelah puas menggoda Luana, Kyle memeluk gadis itu lagi dengan erat karena tidak menyangka ternyata perjalanan mereka yang sangat panjang dan berliku akhirnya sampai sini. Sebentar lagi keduanya akan berpacaran seperti keinginan saat SMA, lalu menikah, mempunyai anak dan pasti hidup bahagia. Meski yang bagian mempunyai anak itu sedikit ada kendala tapi semuanya pasti bisa terlewati dengan baik. Luana yang melihat bos nya belum juga ada tanda-tanda mau pulang padahal malam sudah larut, bertanya. "Tuan, Anda malam ini tidur di sini, kan?" "Nggak." Kyle menggeleng yang seketika membuat gadis itu merasa kecewa. "Sungguh?" Lirih, Luana bertanya. Dia tiba-tiba tidak ingin berpisah dulu dengan pria ini, biasanya setelah bertemu seperti ini maka besok atau besoknya akan susah bertemu. Apalagi Kyle berkata bahwa dia akan pergi ke dunia vampir untuk mengurusi perbuatan Gio ini. Kyle yang melihat ekspresi sendu di wajah Luana, menyentil ujung hidung gadis itu dengan telunjuknya se
"Kenapa nggak kita lanjutkan saja yang tadi sempat terputus, Luana?" Kyle berbisik di telinga gadis itu sampai membuat bulu kuduk Luana meremang. "M-memangnya ... Anda bisa keluar lagi?" Pertanyaan polos dari Luana, tentu saja dijawab Kyle dengan tawa terbahak-bahak. "Kalau kamu?" Pria itu malah dengan sengaja bertanya balik untuk membuat Luana semakin malu. Luana yang menatap wajahnya dengan pipi merona merah seperti tomat matang, mengerjapkan mata berkali-kali seperti orang bodoh. "Bisa apa enggak?" rayu Kyle sambil meremas buah dada gadis itu, yang ternyata tidak tertutup bra. "B-bisa, mungkin." Menunduk, Luana dengan suara gemetar menjawab. Kyle semakin tertawa kencang mendengar jawaban polos dari gadis itu. "Kok mungkin, Lun?" Kyle bertanya dengan nada menggoda. Kesal karena terus digoda oleh Kyle, Luana kini memelototi pria tampan yang jakunnya paling macho dan seksi di dunia tersebut. Luana tidak melebih-lebihkan saat bilang bahwa jakun milik Kyle ad
Malam semakin larut, Luana yang sudah agak tenang dengan rasa terkejut yang menimpanya, memeluk Kyle dengan erat. Kini mereka saling berbaring berhadapan, di ranjang luana yang terasa sempit jika digunakan untuk dua orang. Hujan di luar sudah mereda sehingga cuaca terasa sangat tenang, saking tenangnya sampai Luanaa bisa mendengar suara detak jantung Kyle di telinganya. Luana mendongak, menatap Kyle yang dengan tenang mengelus punggung gadis itu. "Tuan, terima kasih banyak, Anda benar-benar banyak membantu saya selama ini," ujarnya pelan dengan rasa haru yang menyeruak setiap kali ingat tindakannya saat SMA kepada pria ini. "Kamu ini ngomong apa, tentu saja aku akan membantu kamu kapan saja, Luana." Kyle menjawab dengan enteng seakan itu bukan apa-apa, hal itu semakin membuat Luana merasa sesak di hatinya. "Anda membuat saya merasa semakin bersalah, kenapa Anda sebaik ini, Tuan? Apakah karena sekarang Anda amnesia sehingga tidak ingat apa yang telah saya lakukan pada And
"Jadi apakah yang dikatakan Gio itu bohong? Bahwa tidak ada efek apa pun dalam diri saya, Tuan?" tanya Luana yang tiba-tiba merasa kesal kepada Gio yang menyembunyikan fakta ini darinya. Untunglah ada Kyle yang dengan baik hati menjelaskan segalanya padanya. "Sebenarnya, selama menunggu sampai gerhana bulan terjadi, banyak efek kecil yang akan muncul dalam diri kamu, karena dalam masa itu, jantungmu perlahan membeku." Mendengar kata jantung membeku, Luans tentu saja seketika berteriak histeris. "A-APA?!" Refleks dia memegangi dadanya dengan ekspresi ketakutan. Jantungnya akan membeku? Apakah.itu artinya ... dia tidak akan bisa menjadi manusia? Atau dia akan berubah menjadi Zombie? Tidaaaaaak! Perlahan lahan wajah gadis itu semakin memucat saat membayangkan dirinya menjadi zombie. "Yah, itulah yang sedang terjadi pada tubuhmu saat ini, Luana," jawab Kyle kalem. "Jantung kamu, perlahan membeku, kita hanya bisa menunggu sampai gerhana bulan terjadi, apakah kamu tetap bisa bert
Kyle masih belum puas meski melihat Luana sepertinya patuh dengan titahnya tersebut sehingga dia mengatakannya sekali lagi. "Apa pun yang mengganggu kamu, kamu harus menceritakan semuanya padaku. Kamu anggap apa aku ini, Luana? Hah?" Kyle mengatakan hal itu dengan ekspresi tersinggung. "M-maafkan saya. Tapi ...." Luana menggigit bibir bawahnya dan tidak meneruskan ucapan. 'Memangnya hubungan apa di antara kita?' Gadis itu hanya berani bertanya dalam hati. Mereka tidak pacaran. Juga belum bertunangan. Sekali-kali membicarakan pernikahan, itu pun kalau tidak dalam bercanda atau karena hutang. Namun, mereka sedekat jarak antara jari tengah dan jari telunjuk. "Ada apa? Kenapa tiba-tiba diam?" Kyle bertanya dengan curiga, sedangkan Luana segera menggeleng dan tersenyum, menyingkirkan kabut di wajah saat memikirkan status hubungan mereka. "Tidak ada apa-apa, Tuan," jawabnya. "Baiklah. Lalu kapan dia menghisap darah kamu untuk kedua kalinya?" Kyle kembali ke topik tentang kapa
Saat ini, hatinya sudah sepenuhnya tercuri oleh Kyle, bagaimana bisa dia menjalani sisa hidupnya dengan orang lain? Kyle segera mengulurkan tangan dan membelai sisi kiri pipi gadis itu, lalu menggeleng pelan. "Dengarkan aku dulu, Luna. Pengantin vampir itu cuma istilah, dengarkan penjelasan aku dulu," hibur Kyle sambil membujuk gadis itu agar berhenti menangis. "M-memangnya bagaimana? Apakah masih ada kesempatan untuk kita ...saling bersama, Tuan?" Luana bertanya dengan suara gemetar. Kyle tidak segera menjawab karena dia sendiri tidak berani memberikan kepastian sebelum tahu semua kebenarannya. Namun, pria itu berjanji akan menyelamatkan Luana dalam situasi ini. "Meskipun kesempatan itu cuma 0,00001 persen, aku tetap akan membuat kita menikah, Luana. Kamu harus percaya padaku," ucap Kyle penuh tekad. Melihat keyakinan di mata Kyle, Luana sedikit menarik napas lega. "B-baiklah. Lalu apa yang dimaksud dengan pengantin vampir itu jika itu bukan berarti saya menjadi pasangan