"Kenapa aku merasa seperti diawasi?"Luana memandang sekeliling, matanya menyipit curiga, perasaannya tidak enak semenjak melihat sosok lelaki misterius yang memakai syal di lehernya. "Ini aneh, perasaanku tidak enak."Luana bergumam sendiri. Mereka kurang satu tantangan lagi untuk memenangkan sayembara ini, Luana awalnya positif untuk memenangkan sayembara ini, tapi memikirkan pria yang diam diam mengawasi di balik pohon, membuat Luana merasa tak nyaman. "Ada apa, Luana?"Raven, rekan se tim yang selamat bersama Luana bertanya saat melihat Luana yang tampaknya gelisah. Luana mencoba tersenyum dan menggeleng. "Tidak, bukan apa-apa. Ayo kita lanjutkan lagi," jawabnya. Dua orang itu bersiap untuk melakukan tantangan tahap ke tiga, saat tiba-tiba terdengar raungan yang begitu keras dari belakang. "S-suara apa itu?" gagap Raven, sedangkan Luana, tanpa sadar menggigil. Itu bukan seperti suara teriakan manusia, apakah... apakah di sini ada hewan buas? "Sebaiknya kita segera pergi
"Tolong.... " Pria muda itu kembali merintih dengan susah payah. Hati nurani Luana tertusuk melihat ini sehingga gadis itu pun buru-buru membuka pintu dan mencoba membawanya ke dalam. Setidaknya di dalam rumah akan cukup hangat, tidak seperti di luar. Begitulah pikirnya. Sayangnya... "Ini berat...!" Luana tanpa sadar mengeluh. Ya, ternyata membawa remaja lelaki itu masuk tak semudah yang dibayangkan oleh Luana. Tubuh remaja itu, yang sekilas Luana lihat seluruh tubuhnya tampak dipenuhi otot, ternyata seberat batu, seperti yang ia duga. "Uggghhh.... " Namun, Luana tak menyerah. Jadi, sekuat tenaga, Luana masih berusaha membawa remaja yang terluka itu masuk ke dalam. "Kenapa tubuhnya seberat ini???" keluh Luana. Gadis itu hampir tidak berhasil menyeret remaja itu masuk, tapi untungnya setelah usaha yang keras, seluruh tubuh pria muda itu kini sudah berada di dalam sekarang. "Haaaa. Sungguh." Luana mendesah. Mengusap keringat di kening dengan napas terengah-engah.
"U-ugh, oke. Oke. Aku tidak akan telepon ambulans. Tapi tolong lepaskan cengkeraman kamu. Sakiiit," ucap Luana. Berusaha melepaskan diri. Untungnya setelah Luana bilang kalau dia tidak akan membawa pria muda itu ke rumah sakit, pegangan tangannya segera terlepas dan remaja itu pingsan lagi. Luana menatap ke arahnya, kebingungan. "Huuh? Dia pingsan lagi?" Aneh, kondisinya seperti ini tapi kenapa dia tak mau dibawa ke rumah sakit??? Luana benar-benar tak mengerti. "Entahlah. Aku harus bagaimana? Lukanya sudah kuobati sebisaku, tapi ini tidak apa apa, kan?" Luana yang bingung, mondar mandir di depan remaja yang sedang pingsan itu dengan gugup. "Ayah, aku harus telepon ayah." Akhirnya, Luana pun nekat menelepon ayah yang sedang bertugas jaga malam di rumah sakit untuk menceritakan kondisi di sini. Namun, sebelum gadis itu mengatakan apa pun, ayah sudah menegur Luana dengan suara tegas. "Luana, ayah sibuk. Kamu bisa kan tidak merepotkan ayah malam-malam seperti ini?" "E-eung
Setelah kejadian tak terduga itu, hari-hari Luana anehnya berjalan cukup damai.Dia menghabiskan hari seperti biasa dengan sekolah dan les untuk persiapan masuk perguruan tinggi karena sudah kelas tiga.Tak terasa, seminggu telah berlalu semenjak gadis itu menolong remaja misterius yang terdampar di depan rumahnya.Luana pikir akan selamanya seperti ini, tapi, kedamaian itu pecah saat suatu pagi, sekolah Luana tiba-tiba mengalami kegemparan!"Ada anak baru di kelas kita!"Pagi yang cerah itu heboh karena sebuah kabar yang mengejutkan, di mana katanya akan ada anak baru di kelas tiga.Anak baru untuk kelas tiga, tentu saja merupakan kabar yang menghebohkan karena biasanya tidak akan ada anak baru di kelas menjelang lulus seperti ini.Kegemparan itu menyebar kemana-mana, termasuk kelas Luana. "Hah? Yang katanya tadi bikin macet di gerbang karena dia ke sekolah diantar para gangster itu, kan???"Seorang teman kelas Luana menyahut dengan heboh, memang tadi ada sedikit kegemparan di gerba
"Bukan di sini? Hm, pak guru bisa kan ngubah aku jadi di kelas ini? Atau... Anda mau sekolah ini di bumi hanguskan sama ayah?"Kyle Ivander mengatakan itu dengan tenang, tapi bahkan Luana dan seluruh teman sekelasnya, rasanya menahan napas."Kyle, jangan bercanda."Guru itu menegur lagi, kali ini lebih tegas."Saya tidak sedang bercanda, Pak. Haruskah saya menelepon ayah saya sekarang?"Dengan tenang Kyle menyahut, menggoyangkan ponsel di tangannya seperti bersiap untuk menelepon sang ayah, sehingga membuat tatapan guru itu seketika goyah."Oh? Tidak, tidak. Itu nggak perlu. Bapak akan mengurus semuanya," ralat pak guru, yang akhirnya segera kabur dari hadapan Kyle. "Bagus sekali. Terima kasih, Pak."Kyle tersenyum dengan begitu mempesona, sedangkan Luana yang duduk di sebelahnya, menatap remaja itu dengan curiga."Apa... yang kamu lakukan tadi?"Pelan, Luana bertanya."Apa? Nggak ada. Mulai hari ini gue sekolah di sini dan duduk di samping lo," jawab Kyle sambil mengendikkan bahu de
Perjalanan pulang ke rumah menjadi perjalanan paling menegangkan seumur hidup Luana.Gadis itu tak berani bergerak atau bernapas berlebihan selama di bonceng seorang Kyle Ivander, takut jika salah sedikit, anak bos mafia itu akan melemparkan tubuhnya ke jalanan.Anehnya dan untungnya, Kyle hapal jalan ke rumah Luana! Entahlah, bagaimana bisa pria muda itu seakan-akan begitu memahami semua tentang Luana dalam beberapa hari, itu membuat ngeri....Begitu motor yang dikendarai Kyle sampai depan rumah, dengan tak sabar Luana buru-buru turun untuk segera kabur dari berandalan anak mafia itu, tapi...."Hey, Luana! Tumben pulang cepet?"Seorang pria muda berusia awal dua puluhan menyapa. Luana menoleh, begitu Luana tahu dia siapa, rasa panik dan gugup karena dibonceng anak seorang mafia kejam, segera menguap entah ke mana."Eh, Kak Venus, kakak baru pulang kuliah?balas Luana, berjalan mendekat ke arahnya dengan sumringah.Kak Venus adalah tetangga sebelah rumah Luana yang gadis itu sukai se
"Lo budeg? Gue bilang buatin makan," ulangnya, tampak tak begitu suka mengulangi ucapan."Tapi ini rumahku. Kenapa kamu.... "Luana yan hendak bicara, segera menutup mulut saat melihat tatapannya yang setajam pedang, sehingga dengan bahu lunglai dan pasrah, Luana pun bertanya."Huft, baiklah. Makan apa? Aku nggak bisa masak, cuman bisa bikin mie doang. Mau makan mie kamu?""Yaudah, mie."Santai, Kyle menjawab.Luana yang merasa sedikit terintimidasi dengan tatapan tajamnya tadi, segera berbalik dan berjalan ke dapur.Sampai dapur, gadis itu hanya bisa mengeluarkan alat dan bahan untuk merebus mie, sambil mendesah panjang."Serius. Tuh anak kenapa sih serius aneh banget!!! Kapan dia berhenti menempel padaku??? Apa... apakah waktu mengobati dirinya malam itu, aku telah membuat kesalahan?"Luana ngedumel sendiri di dapur. Gadis itu terus tak bisa berhenti berpikir dengan semua sikap aneh Kyle mulai dari tiba-tiba pindah ke sekolahnya sampai menempel padanya sepulang sekolah seperti ini
"A-apa? Hey!!"Luana berniat melarang remaja itu masuk, tapi Kyle tampak tak peduli. Sialnya, Luana hanya bisa pasrah saat Kyle kini dengan semena-menanya menginvasi ruang tengah dan dengan santainya berbaring di sofa.Saat remaja itu sudah memejamkan mata, Luana berjalan mendekat dan berdiri di sampingnya, bergumam kasar."Apa aku seret aja dia keluar?" Seakan mendengar gumaman Luana, Kyle langsung membuka mata dan memegang tangan Luana dengan kuat, sehingga refleks Luana pun mundur satu langkah dengan wajah terkejut setengah mati karena tak mengira remaja itu masih belum tidur.Tergagap, Luana segera bersuara. "K-Kyle, kamu salah paham. Aku.... ""Lo mau nyium gue, ya?" tanyanya, dengan cengiran nakal yang sialnya membuat si berengsek ini menjadi terlihat semakin tampan."Siapa yang...!!! Pede banget sih jadi orang!!!"Kesal, Luana pun menyingkirkan tangan Kyle yang sedang memegang pergelangan tangannya dengan kasar, tak ketinggalan ia pelototi Kyle, meski dengan wajah memerah ka
Luana tak punya pilihan lain selain berjalan di belakang pria tersebut seraya menatap punggung lebar Venus dengan helaan napas panjang. Semoga Kyle tahu hal ini, bahwa Venus tak ada sama sekali keinginan merebut dirinya dari pria itu. Sementara itu, Raven yang melihat interaksi akrab antara Venus dan Luana, mengira bahwa tunangan Luana adalah Venus. Bahunya seketika lunglai saat tahu bahwa tunangan gadis yang sangat dicintainya tersebut adalah bukan orang biasa, melainkan bos mereka sendiri. "Ternyata jarak antara kita begitu jauh, Luana. Aku benar-benar menyerah untuk mendapatkan dirimu," desahnya dengan putus asa. "Bersaing dengan Tuan Venus adalah hal yang sangat tidak mungkin," bisiknya kehilangan harapan. Raven tidak tahu bahwa tunangan Luana bukanlah Venus, melainkan pria yang menjadi pewaris utama Zeus Grup. Kalau Raven tahu hal itu, mungkin dia akan pingsan seketika karena shock. Mereka akhirnya selesai mengumpulkan cerita-cerita pegawai hotel tentang munculnya ha
Setelah persiapan event selesai, Venus mengajak Luana, Raven dan Melinda untuk rapat mengenai perkembangan penyelidikan mereka. Kali ini karena cuaca sore yang hangat Venus mengajak mereka bertiga berkumpul di sebuah kafe yang nyaman dan enak digunakan untuk rapat. Luana menyembunyikan kelelahannya karena bertengkar dengan Kyle dan bersikap seperti biasa karena dia harus profesional membagi antara perasaan pribadi dan pekerjaan. Baru kali ini dia bekerja selelah ini, saat di kantor pusat, segalanya diurus Rion sehingga dia banyak santainya. Luana baru sadar bahwa pekerjaannya selama ini terlalu santai dan mudah, itu semua pasti karena campur tangan Kyle. Mengingat nama Kyle hanyanmembuat gadis itu menarik napas panjang. Dia tahu Kyle secemburuannitu sejak SMA, tapi saat ini jiwa dan raga Luana sedang sangat lelah dan terjadilah pertengkaran seperti siang tadi. Lalu sekarang, dia bahkan tidak punyanwaktu untuk berbicara dengan Kyle.karena langsung harus meeting dengan tim
"Kamu kok begitu, sih, Lun?" Kyle tahu-tahu menelepon Luana saat Gadis itu baru pulang dari keluar bersama Raven. "Apa maksudnya, Kyle?" Luana bertanya dengan sedikit tersinggung. Dia habis dimarahi oleh Pak Alex karena ada beberapa barang yang keliru sehingga saat ini terburu-buru keluar lagi membeli barang yang tepat. Namun, di tengah perjalanan menuju keluar hotel, Kyle malah terus menelepon dirinya. Luana sudah memberi tahu untuk menunggu nanti saja karena sedang benar-benar sibuk, meminta Kyle untuk menunda menelepon karena Luana tak ingin diomeli untuk yang kedua kalinya, tapi Kyle terus menerus menelepon Luana meski di reject oleh gadis itu. "Kok kamu sekarang kayak gini, sih, ke aku?" Pertanyaan sinis dari Kyle, membuat Luana mengerutkan keningnya. "Ha? Ada apa, Kyle? Kenapa tiba-tiba kamu kayak gini?" Luana bertanya sambil membuka pintu mobil taksi yang tadi dia pesan lalu duduk di kursi belakang. Gadis itu menempelkan ponsel di sebelah telinga saat mobil yang di
"Lepaskan aku." Kyle menggeram, menepis kasar tangan Leanna dan menatap tajam ke arah gadis itu agar tidak menghalangi jalannya. Pria itu masih menahan diri untuk tidak menyingkirkan tubuh Leanna karena masih ingat bahwa bagaimana pun juga dia adalah teman masa kecilnya. Leanna balas memegang erat lengan Kyle dan menggeleng tegas. "Aku nggak mau. Kamu harus diobati. Semarah apa pun kamu, kamu nggak boleh melukai diri sendiri seperti ini, Kyle." Gadis itu menatap Kyle dengan ekspresi serius, menyeret tubuh Kyle agar kembali masuk ke dalam ruangan. "Aku nggak peduli. Jangan halangi aku!" sergah Kyle dengan tatapan tajam. Leanna mengabaikan protes dari Kyle dan terus tak menyerah untuk menyeret pria itu ke dalam ruangan. "Tuan Muda, tenangkan diri Anda lebih dulu, Leanna benar, luka Anda harus diobati." Rion yang berjalan di samping Kyle ikut membujuk. "Lakukan nanti setelah aku membunuh pria tua berengsek itu!" seru Kyle dengan marah. Leanna segera mengencangkan pegangannya
Apakah pria itu membuntuti Luana dan sekarang... sekarang ketika gadis itu jauh darinya, dia sudah berhasil mengambil hati Luana dan mereka keluar berdua?! Ternyata mengikat Luana dengan cincin pasangan tidak berhasil membuat gadis itu anteng sedikit saja. Belum seminggu bekerja, dia sudah jalan dengan mantannya saat SMA?! "Berengsek!" Mata Kyle menatap nyalang ke segala arah untuk mencari pelampiasan atas sesak di dadanya ini. Namun, tiba-tiba Rion masuk dan sangat terkejut ketika melihat dinding yang berlubang dengan ponsel milik Kyle yang berserakan di bawahnya. "T-Tuan Muda, ada apa ini?! Apakah ada sesuatu yang terjadi?!" Rion seketika panik dan membuang kopi yang ia pegang, berlari mendekat ke arah Kyle yang kondisinya acak-acakan. "Tidak. Tidak ada." Kyle menggeleng-geleng dengan kedua tangan bertumpu di meja dan memegang kepalanya. Dia memberi isyarat kepada Rion bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan Rion duduk di kursi yang ada di depan meja Kyle dan terus
"Tapi, saya merasa ada yang janggal karena kami semua disuruh diam tentang ketidak tahuan kami di mana keberadaan tempat kerja baru kakak. Kenapa kami tidak boleh tahu? Itulah hal yang terus mengganggu pikiran saya di saat seperti itu, muncul rumor bahwa ada hantu di hotel." Setelah mengatakan hal itu, Melinda menatap mereka bertiga satu persatu. "'Saya dengar desas desus kalau kalian semua sedang menyelidiki hantu itu dan membawa-bawa kasus kakak saya sehingga memutuskan untuk bergabung dengan kalian, meski besok keluarga kami harus mengembalikan uang pesangon itu, saya siap." "Baiklah. Kamu diterima masuk ke dalam tim kami," ucap Venus dengan santai. "Mulai besok, kamu akan bergabung bersama kami mengusut hal ini, jika kontribusimu ini berhasil mengantarkan kami keluar dari krisis turunnya omzet hotel, kami akan memberimu imbalan yang pantas," lanjut Venus, mengabaikan tatapan protes dari dan Raven. "Terima kasih, Tuan. Saya tidak mengharap imbalan apa pun, hanya ingin
"Apa? Jadi ... pegawai perempuan itu tidak pindah, tapi hilang?" Pertanyaan dari Luana, dibalas anggukan oleh perempuan tua yang merupakan ibu dari office girl tersebut. Hening mengitari mereka semua, sibuk dengan pikiran masing-masing karena misteri yang semakin membingungkan ini. "Kenapa di keterangan tentang dirinya tertulis keluar karena pindah?" bisik Raven kepada dirinya sendiri. Awalnya, mereka bertiga mengira seperti apa yang dikatakan oleh Raven tadi pagi, bahwa hantu itu mungkin saja hantu jadi-jadian, ulah pegawai perempuan yang keluar dari pekerjaannya. Namun, memang dipikirkan kembal hal itu tidaklah masuk akal. Atas dasar apa office girl melakukan hal tak masuk akal seperti itu? Kecuali kalau dia punya dendam tertentu. Sialnya semua dugaan itu dimentahkan oleh keterangan dari ibu sang office Girl bahwa ternyata putrinya hilang semenjak dikabarkan pindah itu. Ketiga orang itu keluar dari rumah mantan pegawai hotel mereka tanpa mendapatkan apa pun kecuali k
Mata Raven berbinar cerah mendengar pertanyaan Luana. "Bagaimana Anda tahu? Wah, Anda benar-benar hebat! Seperti yang diharapkan dari keluarga besar Zeus!" seru Raven dengan ekspresi kagum, yang membuat Luana memandang pria itu dengan putus asa. "Bukan. Tapi, aku mau kasih tahu, kalau apa yangada di pikiran kamu itu semua salah, Raven. Aku bukan seperti yang kamu pikirkan, dan aku bukan adik perempuan Kyle yang sedang menyembunyikan status konglomeratnya! Bukan! Ngapain aku melakukan hal itu? Itu benar-benar konyol!"Luana berteriak-teriak karena benar-benar putus asa memberi penjelasan kepada pria polos di depannya ini. "Ah, Anda pasti membohongi saya karena ingin saya bersikap nyaman kepada Anda. benar, kan?""Astaga, berapa kali kubilang kalau apa yang ada di pikiran kamu itu salah, salah!"Luana akhirnya mencak-mencak karena taksanggup lagi memperbaiki kesalahpahaman di otak pria tersebut.Sementara itu, Raven menggeleng dengan percaya diri."Saya tetap nggak percaya Anda, No
Di hari kedua Luana bekerja, dia bertemu Raven saat dalam perjalanan menuju ruangannya, karena kemarin dia tidak sempat bertegur sapa dengan Raven, Luana pun berinisiatif untuk menyapa pria itu lebih dulu."Hai, Raven. Selamat pagi."Luana melambaikan tangan seraya tersenyum lebar, pasca kejadian di pulau itu, dia belum mengucapkan terima kasih yang benar kepada pria berkulit sawo matang sedikit cerah tersebut, karena saat itu Raven yang dirawat sebab luka-lukanya.Raven yang hendak berjalan menuju lift, saat melihat Luana, wajahnya berubah sumringah."Lua—maksudku, Nona Luana. Selamat pagi juga."Dia dengan sopan membungkukkan badan kepada gadis yang menatapnya penuh tanda tanya. "Hey, kamu sedang bercanda dengan aku atau apa ini, Raven?"Raven yang tadi membungkuk, kini berdiri seperti biasa yang tersenyum sopan, meski tidak menutupi binar di matanya."Bercanda? Tentu saja tidak. Maafkan saya yang dulu tidak tahu status Anda, Nona."Pria itu berkata dengan serius. Sehingga kening L