"Terserah."Setelah menjawab seperti itu, Kyle lantas menoleh kepada Nathan yang mengatakan sesuatu padanya, lalu kembali menatap Luana. "Aku mau latihan dulu dengan Nathan dan Penny, kamu bisa lihat bagaimana kami melakukan parkour, setelah itu kamu harus belajar."Mendengar instruksi itu, Luana hanya bisa mengangguk dan berdiri di dekat dinding gedung tersebut saat Kyle dan dua bawahannya mulai melakukan parkour.Beberapa saat kemudian, Luana hanya bisa dibuat kagum oleh mereka. "Luar biasa!" seru gadis itu, saat melihat aksi Kyle dan bawahannya. Ketiga orang itu berlari, mulai melompat ke sana kemari dengan sangat lincah dan melompati gedung demi gedung dengan sangat lihai.Luana bahkan sampai berlari ke ujung gedung untuk melihat mereka yang seperti terbang dari satu atap gedung ke gedung lainnya."Keren!" seru Luana lagi, menatap takjub kepada ketiga orang yang sama-sama memakai pakaian serba hitam itu, yang melakukan parkour dengan lihainya.Pandangan Luana tentu saja fokus k
Kyle malah menggeleng dengan mengendikkan bahu. "Biar yang lebih profesional yang melatih kamu, Luana. Ingat, ini latihan serius jadi kamu harus benar-benar fokus." Luana yang sudah memakai sarung tinju, naik ke atas ring dengan lesu. Dia optimistis, setidaknya ini hanya sebuah latihan. Namun Luana ternyata salah, bukan latihan biasa untuk pemula yang diterima Luana, seperti yang doa bayangkan sebelumnya. Lebih tepatnya, yang dia alami saat ini bukanlah latihan, melainkan pertarungan. "Bos, Anda tadi bilang kalau ini latihan! Ini bukan latihan, Tuan! Ini pertarungan!" teriak Luana, di tengah-tengah wajahnya terkena pukul oleh pelatih tinju. Kyle yang berdiri di depan ring dengan menyilangkan tangan, hanya menggeleng. "Bos! Saya menyerah, sudah cukup! Saya menyerah! Saya nggak mau dipukuli lagi!" Luana dengan putus asa menutup wajahnya menggunakan tangan yang terbalut sarung tangan tinju, tapi pelatih tersebut masih terus menyerangnya tanpa ampun. "Bos, kalau Anda punya dend
"Memangnya, kamu benar-benar dipukul tadi?""Kamu pikir main-main? Sakit sekali, aku benci sama kamu. Sangat sangat benci."Luana kembali menjawab ketus, dia bahkan sudah tidak peduli pada sopan santun, dia menggunakan logat aku-kamu ke bos-nya."Ya sudah aku minta maaf, ya? Maaf, ya, Luanaaa."Kyle mengatakan hal itu dengan nada lucu yang menggoda, sehingga membuat Luana cemberut, tapi sambil menahan senyum. "Dasar orang jahat," gerutu Luana dengan wajah super kesal.Kyle tentu saja tertawa geli melihat Luana yang sangat imut ketika marah."Iya, aku jahat.""Menyebalkann.""Iya, aku menyebalkan. Apalagi, hm?""Ish."Kesal karena merasa Kyle terus mempermainkan dirinya, Luana pun menyingkirkan tangan Kyle yang membelai rambutnya."Maaf, ya? Mau, kan, memaafkan aku?"Kyle mencubit pelan hidung Luana, sekali lagi meminta maaf."Huh.""Maaf, oke? Aku tidak berniat buruk kok sama kamu," aku Kyle, kali ini membelai lembut pipi Luana. "Kalau tidak berniat buruk, terus apa?"Luana bertanya
Kyle merasa lega karena Luana tak merajuk lagi, dia lantas meraih ponselnya dan berbicara dengan Nathan melalui panggilan telepon."Iya, tolong bawakan salep pereda nyeri ke sini."Tak lama kemudian, Nathan datang dan menyerahkan apa yang diminta oleh Kyle. Di tengah ring tinju tersebut, dengan telaten, Kyle pun mengobati pipi Luana yang sebenarnya tidak apa-apa, tapi gadis itu terus menangis dan mengeluh sakit."Tidak usah menangis lagi, Luanaaaaa."Kyle berkata dengan nada gemas. "Sakit tahu."Cemberut, Luana menjawab. "Iya, tahu kalau sakit, tapi jangan menangis terus."Kyle tertawa geli melihat gadis tersebut, kini pipi sebelah kirinya sudah terobati dengan baik."Mau bagaimana lagi, sakit.*Luana masih saja cemberut, sepertinya gadis itu benar-benar marah kepada Kyle karena sedari tadi terus saja mengobrak abrik hatinya.Dimulai dari datang tiba-tiba ke rumah, memasakkan makanan, mengecup bibir dengan alasan membersihkan bibir yang kotor, menghukumnya jadi guling .... Semua i
"Bos, Anda ini tidak sedang bercanda, 'kan?"Luana bertanya seraya menggeleng tak percaya. "Tidak. Aku serius, kamu ini kan mager banget, aku harus kerja ekstra keras buat mengubah kamu agar tidak mager lagi," jawab Kyle santai, pandangannya mengarah ke depan tapi senyum lebar terkembang di bibirnya."Maksud saya, anda serius akan membayar saya berjuta-juta hanya agar mau latihan lari dengan Anda?"Luana bertanya, menatap bos-nya lekat-lekat, memastikan bahwa bos-nya tersebut tidak sedang bercanda."Ya, tentu saja tidak bercanda. Dan kalau seminggu ini kamu berhasil latihan lari dengan baik tanpa bolong, aku akan kasih kamu lima puluh juta."Kyle menjawab tegas. Mendengar itu, Luana tentu saja seketika mengangguk.Lima puluh juta hanya dengan menemani bos-nya berlari?"Saya mau!!!" seru Luana berapi-api.Dia bisa mengirimkan uang itu ke neneknya, nenek dan kakeknya yang sejak kecil merawat Luana itu pasti akan sangat senang mendapat uang sebanyak lima puluh juta dari Luana. Luana
Luana tidak tahu betapa paniknya Kyle sekarang, pria itu benar-benar khawatir gadisnya keracunan."N-nasi goreng," jawab Luana ragu-ragu.Seketika ekspresi wajah Kyle melunak saat mendengar itu, dia lega karena Luana rupanya tidak masak sesuatu yang aneh."Nasi goreng? Itu bukan masak, Luanaaaa."Kyle menjawab dengan gemas. Kalau saja mereka dekat, saat itu juga mungkin Kyle akan mencubit pipi Luana karena gemas."Tetap aja saya sudah berusaha berubah, Bos. Nasi goreng buatan saya sangat enak lho. Tadi saya niru resepnya di YouTube, serius enak sekali," ucap Luana penuh semangat."Ohya? Kalau begitu saat aku pulang besok, coba buatkan aku nasi goreng yang kata kamu enak itu," tantang Kyle yang saat ini sedang membayangkan Luana yang imut ketika sedang bersemangat seperti ini."Boleh, boleh. Jangan minder ya kalau ternyata nasi goreng saya lebih enak daripada masakan Anda."Luana menjawab dengan sombongnya, yang membuat Kyle tertawa tanpa suara. "Oke."Keduanya sama-sama tersenyum, m
"Kenapa kamu bersembunyi? Ada apa? Ada yang berbuat jahat sama kamu? Kamu di mana sekarang? Luana? Jawab aku."Kyle bertanya dengan panik melalui panggilan telepon. Luana hanya menggeleng-geleng, sekali lagi mengintip untuk mencari orang yang tadi mengikuti dirinya.Seorang pria dengan hoodie dan setelan serba hitam.Tampak sangat mencurigakan. "Tidak tahu, tapi saya takut sekali. Saya merasa kalau ada yang ngikutin saya, Bos. Saya takut sekali. Sekarang saya bersembunyi di taman dan ... dan mencari keberadaan orang itu.""Mengikuti kamu? Kamu yakin?" tanya Kyle memastikan, karena dia mengira mungkin saja orang yang mengikuti Luana adalah bodyguard yang dia sewa untuk menjaga gadis itu."Y-yakin. Saya ... saya berhasil mengambil fotonya, Bos," jawab Luana dengan bibir bergetar."Kirim padaku. Cepat," perintah Kyle dengan tegas.Saat Kyle melihat sosok berhoodie yang dikirim Luana, tahulah dirinya kalau pria itu bukanlah bodyguard yang dia sewa.Wajahnya menegang.Siapa yang sedang m
Nathan yang awalnya menelepon ke sana kemari, akhirnya mendapatkan telepon.Terdengar suara Nathan yang sedang berbicara dengan seseorang. "Baik. Di mana posisinya sekarang? Pingsan?"Mendengar ucapan seseorang di sebrang, Nathan berhenti bicara, menatap Kyle dengan sedikit kepanikan di wajahnya."Baiklah."Nathan segera menutup telepon dan melaporkan ke Kyle apa yang dia dengarkan di telepon. "Tuan Muda, orang yang Anda tugaskan mengawasi Luana, ditemukan pingsan tak jauh dari rumah Luana, entah siapa pelaku yang ada di balik semua ini, sepertinya mereka tahu kalau Anda menugaskan orang untuk mengawasi Luana," lapor Nathan dengan hati-hati. "Sialan!"Kyle tak bisa menahan diri untuk tidak mengumpat. Pikirannya berpacu. Siapa?Kyle tak menemukan jawaban tentang siapa yang kira-kira melakukan semua ini. Kalau orang suruhannya sampai dibuat pingsan, bukankah itu artinya kejadian ini sudah terencana?"Aku sangat menyesal kenapa membiarkan dirinya lari pagi seorang diri," ucap Kyle
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men