17.45[Gama: Ce Biya, gimana kabarnya? Sudah sehat? Gue hari ini datang ke nikahannya mbak hana. Mau berangkat bareng? Gue jemput. Ajak Ce Maya juga biar sekalian bareng][Gama: Gue jemput jam setengah enam ya?]Biya sebenarnya bisa berangkat sendiri, tapi jika ditawari mana bisa menolak? Memang terkesan tidak tahu diri, namun Biya juga sekalian ingin mengutarakan ucapan maaf pada Gama. Di luar lobby, perempuan itu tampak cantik dengan balutan dress batik selutut dan berlengan panjang berwarna cokelat muda. Rambut sengaja digerai, karena sedang enggan menata rambut. Biya menggenggam tas kecil berisikan lipstik, dompet, dan juga ponsel.“Ce Biya,” suara Gama menyapa gendang telinga dan Biya otomatis menoleh. Mendapati Gama tampak rapi serta menawan kala mengenakan kemeja batik serta celana kain berwarna hitam. “Ce Maya mana? Nggak ikut?”“O-oh, Maya mau berangkat sendiri aja katanya.” Dia jelas berdusta. Maya masih belum mau bicara dan mengabaikan Biya ketika diajak bicara. Gama menger
Dalvin sempat dengar dari para pegawai lain jika Hana akan resign dalam waktu dekat, karena perempuan itu akan ikut sang suami pindah ke luar negeri akibat masalah pekerjaan. Dalvin tidak heran juga sih jika Hana seberani itu, sebab acara pernikahan saja diadakan di hotel bintang lima yang Dalvin yakini biayanya sangat mahal.Usai memarkirkan mobilnya, Dalvin masuk ke dalam hotel dan menuju ke lantai sembilan menggunakan lift. Sesampainya di sana, aroma serta pemandangan khas ruangan orang kaya sungguh menampar Dalvin. Di ruangan itu, terdapat meja panjang yang dipenuhi oleh tiga bridesmaid serta enam bridesmaid lain yang berada di depan pintu masuk ballroom hotel."Pak Dalvin, datang sendirian?" pertanyaan itu dibarengi oleh tepukan pelan pada punggung. Dalvin menoleh dan nyaris mengumpat ketika pertanyaan sensitif itu menerjang. Tapi, dia tetap berusaha menunjukkan senyum ramah kala melihat Evan—pegawai di bagian departemen marketing—dia memang terkenal sok akrab sampai temannya ada
Dari semua tempat duduk yang telah disediakan, kenapa Biya harus duduk di samping Dalvin? Apakah para bridesmaid yang menuntun para tamu ke dalam ballroom tidak melihat betapa tegangnya suasana saat menuliskan kehadiran di buku tamu undangan? Apakah mereka sengaja agar ada keributan sehingga bisa menjadi bahan gosip satu Indonesia? Semua pikiran itu meledak-ledak dalam pikiran Biya, yang detik itu baru saja menjatuhkan pantatnya di atas kursi--tepat di samping Dalvin.Biasanya, ketika datang ke pesta pernikahan orang, Biya akan terlebih dahulu mengevaluasi serta mengagumi dekorasi tempat tersebut. Namun, kali ini Biya terlalu sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri di saat dekorasi ballroom hotel sungguh megah, indah, dan menyegarkan mata.Biasanya, ketika datang ke pesta pernikahan orang, Biya akan terlebih dahulu mengevaluasi serta mengagumi dekorasi tempat tersebut. Namun, kali ini Biya terlalu sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri di saat dekorasi ballroom hotel sungguh megah,
21.35Pesta pernikahan telah selesai.Dalvin hendak langsung pulang ke rumah untuk beristirahat, karena besok dia harus bekerja banting tulang dari pagi hingga sore. Sayang, tubuh dan otaknya tidak mau diajak kerja sama akibat sensasi membakar di dada. Bagaimana bisa Biya berpura-pura tidak mengenal sepanjang sesi pernikahan Hana dilaksanakan?Perempuan itu hanya bicara serta tertawa bersama Gama. Sedangkan Dalvin? Diacuhkan. Bicara seperlunya saja—menunjukkan seolah mereka tidak pernah melakukan sebuah dosa di atas ranjang atau tempat-tempat lain.“Ce Biya, mau diantar pulang sekarang?”“Iya, eh, tapi gue ke kamar mandi dulu ya. Lo nunggu di lobby aja nggak papa kok.”&ld
21.55 Gama tidak bisa mengalihkan pandang dari ponsel barang sedetik. Biya hanya membaca pesan-pesan yang terkirim, tapi sama sekali tidak mengirimkan balasan apapun. Maya juga sudah membantu menelepon perempuan itu. Di lobby hotel, tamu-tamu hotel sudah beranjak pulang walau memang masih tersisa beberapa yang bercengkrama, tertawa, dan melepas rindu dengan keluarga. “Biya nggak jawab,” Maya bersuara di tengah keramaian lobby. Dia menatap Gama yang kelihatan cemas dan juga kebingungan. “Apa gue naik lagi ke lantai atas dan cek kamar mandinya ya?” Lelaki itu menggelengkan kepalanya pelan dan tangannya bersiap mencegah Maya. “No, no, kasihan lo mondar-mandir—” “Gama?” Ucapan Gama terpotong oleh suara perempuan dan disusul oleh sosok itu. Dia tampak menawan di balik balutan dress merah maroon pendek tanpa lengan dan rambut tergulung rapi ke atas. Menampilkan leher jenjang nan putih yang menyegarkan mata. “Joanna?” Gama bersuara tak percaya. Maya melirik Gama dan Joanna bergantian.
23.34 Sesampainya di rumah, Dalvin melepas pakaiannya asal-asalan sebelum melangkah masuk ke dalam kamar mandi guna membasuh tubuh. Lelaki itu memejamkan mata kala membiarkan tubuhnya berada di bawah guyuran shower. Air hangat menyapa dengan bersahabat—seluruh rasa lelah serta jenuh mendadak hilang—tapi, tidak dengan pikiran mengenai Biya. Percakapan mereka sewaktu ada di hotel tadi sungguh membuatnya malu sendiri sekarang. Kenapa sampai segitunya pada perempuan yang dulu selalu dia hindari? Dalvin mengacak rambut basahnya frustasi ketika mengingat bagaimana reaksi Biya. Suara perempuan itu masih terngiang di benaknya. “Maksud Bapak … saya selamanya harus sama Pak Dalvin?” Sekarang ekspresi, gerak tubuh, serta aroma tubuh Biya yang perlahan menyerang Dalvin. Dalvin ingat jelas semuanya. Bagaimana Biya menatapnya kebingungan dan berniat mengambil langkah mundur; juga aroma parfum manis yang menguar ketika tubuh mereka tak berjarak. Tadi Dalvin tidak bisa menjawab. Oleh karenanya,
23 Februari 2019 Semua hal menjadi rumit dalam hitungan hari usai datang ke pernikahan Hana. Circle Evan yang hobi menyebarkan gosip dari bibir ke bibir beraksi tanpa henti—bicara ketika jam kerja, istirahat, atau ketika liburan berlangsung. Mereka asik sekali membicarakan orang lain sampai lupa bahwa perasaan orang yang dibicarakan tak kalah penting. Biya berusaha mengangkat kepalanya tinggi-tinggi saat melangkah masuk ke gedung tempat kerja; menunjukkan bahwa dia masih percaya diri dan tak terpengaruh rumor itu walau dalam hati rasanya mau kabur. Ada juga beberapa rumor aneh mengenai Dalvin dan Gama. Rumor itu dibuat langsung oleh para perempuan fujoshi, yang artinya perempuan penggemar hubungan antara lelaki dengan lelaki. Mereka menikmati momen yang tercipta antara Dalvin dan Gama. Ada yang bilang, “Ihh! Pak Dalvin sama Pak Gama tuh cocok banget gila! Lo lihat nggak sih kemarin pas di pernikahannya Hana? Buset, mereka berdua sama-sama ganteng!” Sejujurnya, Biya super terkejut k
«warning»***“Saya kangen kamu.” Biya meremas bahu lebar Dalvin saat hisapan lembut pada bibirnya sukses meluluh-lantakkan tubuh. Sudah beberapa hari Biya tidak merasakan ciuman ini. Dalvin sangat lihai melumat bibir atas dan bawahnya bergantian dibarengi lidah yang ikut menyelip masuk ke dalam mulut. Menimbulkan bunyi kecipak yang memenuhi tiap sudut mobil. Biya membalas ciuman itu. Ikut menghisap bibir Dalvin sampai sang empunya melenguh tertahan dan menekan tengkuk Biya. Memperdalam ciuman liar mereka. Ciuman itu berlangsung selama beberapa menit sebelum akhirnya Biya mendorong dada Dalvin. Menciptakan jarak kala mereka berdua mengais rakus oksigen. Biya menggelengkan kepala pelan, “Pak, ini di tempat kerja. Bahaya kalau ketahuan.” Dalvin jelas langsung memasang wajah super memelas pada Biya. Dia kembali mengikis jarak. Tangan kanannya menggenggam paha Biya yang terbalut oleh celana panjang jeans berwarna hitam. “Nggak bakal,” Dalvin jelas berusaha meyakinkan. Dalvin menyala