Perasaan Mateo mendadak gusar. Ia tidak mau kehilangan Aca– gadis yang bertahun-tahun ia kagumi. Karena kesalahannya. "Astaga ... Mateo!" pekik Helena. Melihat Mateo menahan sakit mencabut selang infusan begitu saja. "Stop, Mateo. Kenapa kamu memberontak seperti ini?"Helena menahan tangan Mateo, tetapi tenaganya tidak sekuat Mateo yang kini berhasil berlari dengan tangannya yang meneteskan darah.Ezra menggeleng. "Dasar pemuda gila.""Suamiku, ayo kita kejar Mateo!" Helena cemas bukan kepalang, ia takut terjadi yang tak terduga padanya.Tidak dengan Ezra yang bersikap santai. "Jika pergi pun Mateo pasti akan kembali menemui kami. Ia tidak ada kendaraan di sini. Nantinya ikut di mobil kami juga, 'kan?."Helena menggeleng. "Dipikir hanya kamu yang punya mobil? di luar banyak Taksi. Ayo cepetan!" Helena dan Ezra mengejar Mateo yang entah ke mana perginya. Setelah membayar administrasi penginapan Mateo, Ezra bergegas menemui Helena yang sudah lebih dulu di parkiran. "Di mana?" Helena m
"Bagaimana, kamu suka?" Aca mengangguk."Terima kasih." jawab Aca malu-malu.Mateo dan Aca, pasangan kekasih yang diberi kesempatan oleh Ezra untuk pergi liburan. Pastinya, pemuda yang menikahi Ibu sahabatnya itu tidak keberatan memberi uang sekitar 20jt untuk kebahagiaan mereka.Mengingat Mateo dan Aca adalah sahabat sekaligus penolongnya saat keadaan genting. Terutama Aca, gadis yang sudah beberapa tahun mengabdi dengannya.Kini keduanya sedang berapa di sebuah restoran elit. Lelah karena sudah pergi ke zoo rekreasi yang berada di daerah Bogor."Setelah ini kita mau pergi ke mana?" tanya Mateo, kepada gadis di depannya."Lebih baik uang itu di simpan untuk kebutuhan yang lain," jawab Aca. Gadis yang berjuang hidup sebatang kara itu tahu betul bagaimana jaman sekarang sulit mencari penghasilan. Saking giatnya, kadang kala ia rela lembur bekerja untuk mengejar setoran rumah sederhana yang ia sewa. Namun, Aca adalah gadis tangguh. Ia tidak pernah mengeluh kepada siapa pun untuk di kasih
Beberapa hari kemudian ..."Ha-ha-ha ... terus sekarang Sapinya ditaruh di mana?" tanya Aca tertawa terbahak-bahak."Di halaman belakang. Malamnya Tante dan Ezra menghadiri acara pernikahan temannya. Jujur, Tante sangat tidak percaya diri. Banyak sekali yang tidak menyangka kalau aku adalah istrinya Ezra," keluh Helena.Kejadian beberapa hari yang lalu, ia ceritakan semuanya kepada Aca. Calon menantu yang baru saja pulang dari liburannya dengan sang Anak. "Apa di sana banyak yang menggoda Ezra?" Helena mengangguk antusias."Ada yang memanggilnya beiby ... darling. Ah, pokoknya Tante kesal dan langsung pergi dari gedung yang megah itu!" Kejadian malam lalu, Ezra yang tidak mungkin meninggalkan Helena sendirian memutuskan untuk membawanya ke suatu tempat. Entah lupa atau bagaimana, rekan kerja Ezra menggodanya di depan Helena. Padahal beberapa wanita itu ia undangan saat pesta pernikahannya dulu."Mungkin mereka sirik, karena tante Helena terlalu cantik," puji Aca. Gadis yang bisa saja
"Bakar sekali lagi. Jangan terlalu banyak, nanti gak habis," perintah Mateo kepada Aca. Aca hanya mengangguk tanpa berkomentar. Melihat raut wajah Mateo yang masih murung, ia semakin merasa bersalah."Mateo ..." Aca meraih tangan pemuda yang baru saja akan melangkah pergi. Mateo menoleh."Ada apa?""Kamu masih marah?" tanya Aca netranya berkaca-kaca, membuat Mateo menggeleng."Tidak. Aku tidak mungkin marah padamu." "Maafkan kedua orang tuaku," celetuk Aca lirih. Air matanya sudah tidak bisa lagi tertahankan. Ia menangis di depan Mateo."Tidak masalah. Aku mengerti. Jangan menangis, nanti cantiknya hilang." Mateo berusaha tegar, ia mencolek dagu Aca agar sedikit terhibur. Meskipun hatinya rapuh.Saat pergi ke rumah kedua orang tua Aca, pemuda itu ditolak untuk menikahi anak kedua gadisnya. Mereka bersikeras untuk tidak menyetujui Aca dan Mateo menikah secepat mungkin, karena kakaknya Aca belum menikah. Adat istiadat yang menyatakan adik perempuan tidak boleh melangkahi kakaknya, itu
"Jadi, bagaimana? Kamu setuju?" tanya Mateo. Keduanya sedang berada di ruangan pribadi yang sedang mendiskusikan peraturan baru di perusahaan itu. Meskipun jabatan Mateo lebih rendah dari Ezra, tetapi pemuda itu sudah mempercayakan seluruh kebutuhan perusahaan padanya. Ezra tidak mungkin keberatan apa yang dilakukan Mateo, karena dengan adanya Aca di sampingnya. Jelas saja apa yang dilakukannya di pikir secara matang oleh Aca. Mengingat gadis itu sudah sangat lama mengabdi di perusahaannya."Menurutku baik, tetapi sebagai kepala divisi di sini, jujur aku keberatan jika waktu lembur di tiadakan.""Loh, bukannya itu lebih bagus? Dengan begitu, karyawan lebih giat lagi dalam bekerja di jam waktunya?" tanya Mateo."Bukan hanya melanjutkan pekerjaan yang terbengkalai, tetapi jam lembur ada karena kita butuh bonus dari perusahaan ini." "Kan ada bonus tambahan. Siapa yang lebih cepat mengerjakan pekerjaan, gaji ditambah 30%. Sama saja, 'kan?" Bagaimana pun Mateo sudah berpikir seribu kali
Keadaan semakin ramai di perusahaan itu, pergantian sift mulai dilakukan. Kini hampir seluruh karyawan berada di tempat kerjanya."Kila ... ikut saya!" Saat Ezra dan Helena berpapasan dengan gadis berambut kartun Dora itu, Ezra memanggilnya untuk mengikutinya masuk ke ruangan pribadi.Gadis bernama Kila, terus menundukkan kepala. Pikirannya masih berbelit bingung, karena Hanya masalah sepele baginya ia sampai di panggil atasan."Ada apa, Pak?" tanya Kila berdiri di depan Ezra yang di sampingnya ada Helena. "Duduk!"Tubuhnya gemetar. Karena ini kali pertamanya Kila mendapati Ezra memasang raut wajah garang. "Saya perhatikan, kamu jarang masuk kantor, tetapi data kehadiranmu berwarna hijau selama sebulan," ujar Ezra tanpa berbasa-basi. Warna hijau dalam presensi di layar laptop menandakan karyawan full masuk kerja.Ternyata, selain membantu Aca ia sendiri ingin tahu lebih dalam dari sosok Kila. Akhir-akhir ini sempat curiga dengan data absensi di perusahaannya. "Sa– saya tidak pernah
Perjuangan Mateo dan Aca pun tidak main-main kepadanya. Ezra tidak mungkin membiarkan keduanya mengalami kesulitan. Akhirnya Ezra— pemuda yang saat ini menjadi ayahnya Mateo mengambil tindakan."Ca, beri alamat rumahmu padaku!" Aca menggeleng cepat. "Mau ngapain?""Aku sendiri yang akan membujuk kedua orang tuamu!" Lagi-lagi Aca menggeleng. "Biar aku dan Mateo saja yang menghadapi keduanya."Mengingat mamah tirinya yang rakus akan harta, ia takut jika nantinya melihat Ezra yang terlihat kaya raya di manfaatkan olehnya."Tidak papa, Ca. Agar kamu bisa menemani Tante setiap saat," celetuk Helena. Hanya wanita sendiri di rumah besar itu, membuatnya jenuh. Ada asisten pun menjaga di luar sebagai satpam."Tetapi jika beliau meminta sesuatu darimu, jangan sampai kamu memberikan apa pun padanya!" ancam Aca. Perjuangan merantau di kota Jakarta pun sudah raib hasilnya oleh mamah tirinya itu. Begitu kejam saat meminta uang, tidak memikirkan Aca bagaimana sulitnya mengatur keuangan."Tenang saja
Benar saja, dua jam setelah Ezra menempuh perjalanan ke kota Sukabumi, baru sampai kota Bogor ia menghentikan laju mobilnya. Bukan karena lapar, tetapi lagi-lagi ia kasihan kepada Helena. Sebelumnya sang istri berkata, jika ia lebih baik tidur dari pada membuka mata karena terasa mual. Membuat Ezra membiarkan Helena tidur, tetapi terlihat tidak nyaman. Balik kanan dan kiri seperti mencari posisi nyaman.Kreek!"Loh, berhenti lagi?" tanya Helena. Ezra mengangguk seraya menyeringai.Helena yang mendengar suara tarikan rem tangan bergegas membuka mata. Ia takut sang suami memesan kamar hotel lagi untuknya. "Terlihat kamu tidak nyaman tidurnya. Tak mungkin aku membiarkan kamu tidur dalam keadaan gelisah. Kamu tidur dulu saja." Helena menggeleng cepat. "Kita lanjut perjalanan. Kalau begini, kita lama sampainya, suamiku. Tidur meringkuk di mobil itu wajar. Jika terus seperti ini, perjalanan dari Jakarta ke Sukabumi yang hanya memakan waktu 4-5 jam, kita bisa sampai 24 jam!" Senyaman-nyam