Begitu sulit menjelaskan bagaimana ia Aca jika sebenarnya ia memang mencintai gadis itu sedari dulu, tetapi Mateo tidak percaya diri dengan keadaannya yang jauh berbeda dengan Ezra yang dikelilingi harta."Aku takut kamu menolak ku karena miskin, tapi itu dulu. Sekarang aku sedang berjuang mengumpulkan banyak uang untuk kita habiskan di masa tua nanti." Mateo menyeringai, pemuda yang masih berbaring di atas brankar itu mencoba meyakinkan hati Aca."Hmm ... jika berkenan, maukah kamu menikah denganku?" "Hayoh, lagi pada ngapain?" Kedatangan Ezra dan Helena mengejutkan pasangan muda itu terutama Aca.Ia menepis jemari lentiknya yang di genggam oleh Mateo. Jantungnya berdegup kencang kali ini. Sulit percaya jika pujaan hatinya sudah mulai berani mengatakan cinta padanya. "Hei, pemuda gila. Bisa-bisanya kamu baru datang sudah tega menembakkan peluru padaku?" gerutu Mateo. Ternyata kekesalan di hatinya masih terpendam."Kamu yang pahlawan kesiangan. Datang langsung membela pak Tua itu," j
Sial, pesan yang sengaja mengelabui pikiran Mateo, membuat pria muda itu tidak bisa tenang untuk tidur. Bahkan kedekatan Ezra dan Aca masuk ke dalam mimpi Mateo. Saat bangun, entah kenapa Mateo mendadak benci kepada kekasihnya yang masih tertidur pulas di sofa."Ca, bangun, Ca. Ini sudah pagi." Merasa tubuhnya terguncang-guncang, gadis itu perlahan membuka netranya. Ia sedikit terperanjat bangkit, sadar jika ia berada di rumah sakit."Kamu lapar?" Mateo menggeleng, ia memasang raut wajah sinis pada Aca.Aca yang belum begitu sadar dari tidurnya merasa aneh dengan perilaku pemuda yang tadi malam menyatakan cinta padanya. Tak berpikir jauh, Aca masuk ke kamar mandi untuk membasuh muka. 'Ada apa dengan Mateo, apa tadi malam ia kesurupan? Kenapa jutek dan cuek lagi?'Aca bertanya di depan cermin. Menatap wajahnya yang masih terlihat cantik. Ia mengulas senyumnya. 'Huhft! Mungkin sudah dari lahir sikapnya memang jutek seperti itu.'Tak lama ia pun kembali menemui kekasihnya. "Kenapa suste
Perasaan Mateo mendadak gusar. Ia tidak mau kehilangan Aca– gadis yang bertahun-tahun ia kagumi. Karena kesalahannya. "Astaga ... Mateo!" pekik Helena. Melihat Mateo menahan sakit mencabut selang infusan begitu saja. "Stop, Mateo. Kenapa kamu memberontak seperti ini?"Helena menahan tangan Mateo, tetapi tenaganya tidak sekuat Mateo yang kini berhasil berlari dengan tangannya yang meneteskan darah.Ezra menggeleng. "Dasar pemuda gila.""Suamiku, ayo kita kejar Mateo!" Helena cemas bukan kepalang, ia takut terjadi yang tak terduga padanya.Tidak dengan Ezra yang bersikap santai. "Jika pergi pun Mateo pasti akan kembali menemui kami. Ia tidak ada kendaraan di sini. Nantinya ikut di mobil kami juga, 'kan?."Helena menggeleng. "Dipikir hanya kamu yang punya mobil? di luar banyak Taksi. Ayo cepetan!" Helena dan Ezra mengejar Mateo yang entah ke mana perginya. Setelah membayar administrasi penginapan Mateo, Ezra bergegas menemui Helena yang sudah lebih dulu di parkiran. "Di mana?" Helena m
"Bagaimana, kamu suka?" Aca mengangguk."Terima kasih." jawab Aca malu-malu.Mateo dan Aca, pasangan kekasih yang diberi kesempatan oleh Ezra untuk pergi liburan. Pastinya, pemuda yang menikahi Ibu sahabatnya itu tidak keberatan memberi uang sekitar 20jt untuk kebahagiaan mereka.Mengingat Mateo dan Aca adalah sahabat sekaligus penolongnya saat keadaan genting. Terutama Aca, gadis yang sudah beberapa tahun mengabdi dengannya.Kini keduanya sedang berapa di sebuah restoran elit. Lelah karena sudah pergi ke zoo rekreasi yang berada di daerah Bogor."Setelah ini kita mau pergi ke mana?" tanya Mateo, kepada gadis di depannya."Lebih baik uang itu di simpan untuk kebutuhan yang lain," jawab Aca. Gadis yang berjuang hidup sebatang kara itu tahu betul bagaimana jaman sekarang sulit mencari penghasilan. Saking giatnya, kadang kala ia rela lembur bekerja untuk mengejar setoran rumah sederhana yang ia sewa. Namun, Aca adalah gadis tangguh. Ia tidak pernah mengeluh kepada siapa pun untuk di kasih
Beberapa hari kemudian ..."Ha-ha-ha ... terus sekarang Sapinya ditaruh di mana?" tanya Aca tertawa terbahak-bahak."Di halaman belakang. Malamnya Tante dan Ezra menghadiri acara pernikahan temannya. Jujur, Tante sangat tidak percaya diri. Banyak sekali yang tidak menyangka kalau aku adalah istrinya Ezra," keluh Helena.Kejadian beberapa hari yang lalu, ia ceritakan semuanya kepada Aca. Calon menantu yang baru saja pulang dari liburannya dengan sang Anak. "Apa di sana banyak yang menggoda Ezra?" Helena mengangguk antusias."Ada yang memanggilnya beiby ... darling. Ah, pokoknya Tante kesal dan langsung pergi dari gedung yang megah itu!" Kejadian malam lalu, Ezra yang tidak mungkin meninggalkan Helena sendirian memutuskan untuk membawanya ke suatu tempat. Entah lupa atau bagaimana, rekan kerja Ezra menggodanya di depan Helena. Padahal beberapa wanita itu ia undangan saat pesta pernikahannya dulu."Mungkin mereka sirik, karena tante Helena terlalu cantik," puji Aca. Gadis yang bisa saja
"Bakar sekali lagi. Jangan terlalu banyak, nanti gak habis," perintah Mateo kepada Aca. Aca hanya mengangguk tanpa berkomentar. Melihat raut wajah Mateo yang masih murung, ia semakin merasa bersalah."Mateo ..." Aca meraih tangan pemuda yang baru saja akan melangkah pergi. Mateo menoleh."Ada apa?""Kamu masih marah?" tanya Aca netranya berkaca-kaca, membuat Mateo menggeleng."Tidak. Aku tidak mungkin marah padamu." "Maafkan kedua orang tuaku," celetuk Aca lirih. Air matanya sudah tidak bisa lagi tertahankan. Ia menangis di depan Mateo."Tidak masalah. Aku mengerti. Jangan menangis, nanti cantiknya hilang." Mateo berusaha tegar, ia mencolek dagu Aca agar sedikit terhibur. Meskipun hatinya rapuh.Saat pergi ke rumah kedua orang tua Aca, pemuda itu ditolak untuk menikahi anak kedua gadisnya. Mereka bersikeras untuk tidak menyetujui Aca dan Mateo menikah secepat mungkin, karena kakaknya Aca belum menikah. Adat istiadat yang menyatakan adik perempuan tidak boleh melangkahi kakaknya, itu
"Jadi, bagaimana? Kamu setuju?" tanya Mateo. Keduanya sedang berada di ruangan pribadi yang sedang mendiskusikan peraturan baru di perusahaan itu. Meskipun jabatan Mateo lebih rendah dari Ezra, tetapi pemuda itu sudah mempercayakan seluruh kebutuhan perusahaan padanya. Ezra tidak mungkin keberatan apa yang dilakukan Mateo, karena dengan adanya Aca di sampingnya. Jelas saja apa yang dilakukannya di pikir secara matang oleh Aca. Mengingat gadis itu sudah sangat lama mengabdi di perusahaannya."Menurutku baik, tetapi sebagai kepala divisi di sini, jujur aku keberatan jika waktu lembur di tiadakan.""Loh, bukannya itu lebih bagus? Dengan begitu, karyawan lebih giat lagi dalam bekerja di jam waktunya?" tanya Mateo."Bukan hanya melanjutkan pekerjaan yang terbengkalai, tetapi jam lembur ada karena kita butuh bonus dari perusahaan ini." "Kan ada bonus tambahan. Siapa yang lebih cepat mengerjakan pekerjaan, gaji ditambah 30%. Sama saja, 'kan?" Bagaimana pun Mateo sudah berpikir seribu kali
Keadaan semakin ramai di perusahaan itu, pergantian sift mulai dilakukan. Kini hampir seluruh karyawan berada di tempat kerjanya."Kila ... ikut saya!" Saat Ezra dan Helena berpapasan dengan gadis berambut kartun Dora itu, Ezra memanggilnya untuk mengikutinya masuk ke ruangan pribadi.Gadis bernama Kila, terus menundukkan kepala. Pikirannya masih berbelit bingung, karena Hanya masalah sepele baginya ia sampai di panggil atasan."Ada apa, Pak?" tanya Kila berdiri di depan Ezra yang di sampingnya ada Helena. "Duduk!"Tubuhnya gemetar. Karena ini kali pertamanya Kila mendapati Ezra memasang raut wajah garang. "Saya perhatikan, kamu jarang masuk kantor, tetapi data kehadiranmu berwarna hijau selama sebulan," ujar Ezra tanpa berbasa-basi. Warna hijau dalam presensi di layar laptop menandakan karyawan full masuk kerja.Ternyata, selain membantu Aca ia sendiri ingin tahu lebih dalam dari sosok Kila. Akhir-akhir ini sempat curiga dengan data absensi di perusahaannya. "Sa– saya tidak pernah