Sylvi bergegas mengajak Mery pergi dari kamar mandi setelah memukul wajah Mutinah dengan keras. Namun baru sampai di depan pintu kamar mandi, langkah mereka terhalang tubuh tujuh wanita begundal yang berdiri berbaris di depannya.
Wajah Sylvi seketika memucat. Mery pun diam tak bereaksi. Dengan bibir sedikit bergetar, Sylvi dengan sopan berbicara, "Permisi, kami mau kembali ke sel,""Pelan banget suaranya. Lu ngomong apa kentut?" sindir Sutiwe dengan kedua tangan di pinggang."Mungkin dia lelah," sela Jamilap santai."Dia kelaparan kaleee, kan dari semalem gak keliatan batang hidung nya di aula," sahut Saritem sambil mengelus kedua alisnya."Kami harus kembali ke sel sekarang," potong Mery yang sudah ketakutan sejak tadi dengan suara gemetar. Wanita itu menarik lengan Sylvi namun lagi-lagi mereka tidak bisa melewati barikade gerombolan tukang pukul itu."Kalian pikir bisa kabur dari kami semudah itu?" ucap Markijem datar.Dhani datang bersama dua orang penjaga wanita ke sel Mery dan Sylvi untuk memindahkan mereka ke sel khusus yang sudah disediakan. Namun saat tiba disana, sel itu kosong.Pemuda itu berencana mencari mereka ke aula, lapangan atau kamar mandi. Tapi baru saja Dhani membalikkan badan, tampak Mery sedang berlari terseok-seok ke arahnya. Setelah mendengar ucapan Mery, Dhani bergegas berlari ke lapangan untuk membantu Sylvi. Untung saja Dhani datang tepat waktu dan segera membawanya ke sel khusus, sel baru Mery dan Sylvi. Kalau tidak, bisa tamat riwayat ku kali ini, gumam Sylvi dalam hati saat mereka sudah berada di depan sel nya."Untunglah kamu selamat, nak..." ujar Mery terharu sambil memeluk gadis bertubuh kurus itu.Mereka berdua berpelukan sejenak sampai mendengar suara Dhani yang sudah tidak sabar."Ayo, kalian segera ikuti saya menuju sel khusus. Biarkan para penjaga yang mengemas barang-barang kalian dan membawanya kesana," ujar Dhani sambil menunjuk ke arah dua orang penjaga wani
"Kok dari kemaren si pembunuh kerempeng itu gak keliatan lagi ya? Apa dia ngumpet di dalam sel karena takut ketemu kita?" Tanya Sutiwe pada si Gimbal yang diam tak menjawab."Kalo sampai guwe ketemu dia lagi, langsung aja guwe hajar," sahut Saritem sambil mengunyah keripik singkong yang di rampasnya dari sel sebelah."Mana berani dia muncul, emangnya udah siap mati dia?" sahut Jamilap sambil merapihkan rambutnya di depan cermin."Tar juga mati sendiri, kelaparan, hahahaha..." ujar Konipah tertawa, dan di ikuti oleh Saritem, Jamilap dan Maimuncrat. "Ah makan siang hari ini kenyang banget, karena berkurang jatah dua manusia gak berguna itu. Tidur ahhhh..." ujar Maimuncrat sambil merebahkan tubuhnya di atas matras yang sudah rusak."Kemana Markijem?" Tanya Si Gimbal tiba-tiba dan membuat mereka semua terkejut. Mereka juga baru menyadari sejak selesai makan siang tadi Markijem belum kembali ke sel."Boker kali dia kebanyakan makan,
BraakkkKyle memukul meja dengan keras dan berdiri. "Kamu pikir kami tertarik dengan penawaranmu itu? Kamu membayar iklan premium dengan perusahaan bobrok yang di jadikan sebagai jaminan hutang. Kamu pikir perusahaan kami ini perusahaan kelas teri?" bentak Kyle emosi.James yang terkejut saat Kyle memukul meja, kembali dikejutkan dengan penolakan kyle secara terang-terangan."Bubu bu kan begitu, CEO Kyle. Saya tahu, perusahaan ini adalah perusahaan periklanan nomer satu di negara ini. Dan perusahaan ini adalah satu-satunya perusahaan advertising yang teringetrasi dengan perusahaan-perusahaan asing di beberapa negara."James menghentikan ucapannya yang penuh kegugupan dan menghela nafas berulangkali karena dadanya sesak, lalu melanjutkan. "Singgih Properti sebagai perusahaan properti ternama di negara ini dan sebentar lagi akan Go Internasional, tentu saja sanggup membayar berapa pun biaya yang ditentukan oleh perusahaan anda, K
Pagi ini, berbekal roti dan selai yang sudah disediakan, Mery dan Sylvi membuat roti bakar dengan mesin pembakar roti yang juga susah tersedia. Beberapa lembar roti mereka keluarkan dari plastik pembungkus nya dan di olesi selai coklat dan kacang, kemudian mulai membakarnya.Mery membuka laci di bawah meja panjang dan menemukan banyak peralatan makan sudah tersedia disana seperti, piring, gelas, sendok, garpu dan juga dua buah teko berbahan kaca.Air yang baru saja mendidih di ketel listrik dituang ke dalam teko berisi teh celup. Beberapa buah gelas kaca juga di susun rapih di atas meja."Wah sarapan kita hari ini sudah seperti di rumah sendiri ya, Bu Mery," ucap Sylvi senang."Iya, Syukurlah kita bisa makan dengan nyaman mulai sekarang," Sahut Mery dengan senyum lembutnya.Tok tok tokSuara ketukan di pintu menghentikan pembicaraan mereka berdua.Mery membuka pintu dan tersenyum saat melihat Dhani dan Sagi berada di depan pintu dengan kedua tangan mereka masing-masing menjinjing sat
"Tapi, untuk apa Bos? Biar saja James Singgih menjual perusahaan itu dan setelah itu dia akan datang ke perusahaan kita untuk membayar iklan perusahaannya," sahut Bobby tak mengerti dengan pola pikir Kyle kali ini.Untuk pertama kalinya mereka berbeda pendapat. Sebelumnya, dalam banyak hal mereka selalu satu pemikiran. itulah sebabnya Kyle mempercayakan banyak pekerjaan pada asistennya itu. Sementara sekretaris CEO hanya mengerjakan hal-hal kecil."Kau pilih, mau potong gaji atau lakukan perintahku sekarang juga!" hardik Kyle sambil melempar sebuah pulpen ke arah Bobby. "Siap, Bos," teriak asisten CEO itu sambil berlari ke mejanya. Bobby meraih ponselnya di atas meja dan mencari nama-nama sahabatnya yang sering membantu pekerjaannya.Setelah menemukan sebuah nama yang menurutnya cocok untuk pekerjaan ini, dia langsung menghubungi dan menjelaskan secara terinci semua yang harus dilakukan saat telepon tersambung.Bobby menutup telpon dan duduk di kursinya dengan nafas terengah-engah. D
Kyle dan Bobby kembali ke kantor mereka dengan wajah menegang. Selama di perjalanan, tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut CEO muda itu. Wajah arogan nya terpampang jelas dan membuat Bobby tak berkutik. Dia hanya terdiam sambil mengemudikan mobil RR Phantom milik Bos nya itu."Selamat siang, CEO Kyle, Asisten Bobby, ada berkas penting yang harus di tanda tangani siang ini," sapa Wenny, sekretaris CEO. Kyle tak melihat ke arahnya sedikitpun. Pemilik wajah datar dengan tatapan dingin itu terus berjalan masuk ke ruangannya. Bobby menyambut berkas yang di sodorkan Wenny dan menyuruh wanita itu kembali ke mejanya dengan isyarat tangan.Wenny yang tidak mengerti apa yang terjadi hanya menuruti isyarat Bobby. Bukan pertama kalinya sekretaris CEO itu melihat penampakan arogan sang CEO yang bertubuh tinggi, atletis dengan kulit putihnya itu.Namun dia tidak pernah tahu apa yang terjadi. Hanya Bobby yang paling tahu tentang semua hal mengenai Kyle
Sylvi kembali ke sel khususnya di lantai dua setelah satu jam kemudian. "Dari mana saja kamu Sylvi?" Tanya Mery gemetar.Dia takut Tuan Mudanya menemukan gadis itu dan berbuat kasar pada Sylvi."Aku dari tempat olahraga. Sudah dua hari aku tidak memukul dan menendang samsak. Lumayanlah hari ini terlampiaskan," sahut Sylvi sambil menyeka keringatnya dengan ujung lengan bajunya."Syukurlah kamu tidak apa-apa, nak," ujar Mery sambil menarik nafas lega."Memangnya kenapa, Bu Mery?" Tanya Sylvi. "Tuan Muda itu sangat keras kepala. Jangan ulangi lagi sikapmu seperti tadi, ya? Aku takut, dia marah besar dan memindahkan kamu ke sel lain," ujar Mery lagi dengan mata mulai terlihat berkaca-kaca. "Aku kesal. Dia keterlaluan. Tidak seharusnya dia...""Dia yang kamu maksud itu adalah anak majikan saya yang artinya dia itu adalah majikan saya. Dan hanya dia yang mau membantu saya saat ini, bukan yang lain. Tanpa dia, saya
Saritem maju dua langkah sambil menggeretakkan tulang lehernya."Ayo lu duluan dah. Kalo gue yang duluan tar sekali pukul mati lu," ujar Saritem sombong sambil mengusap ujung hidungnya dengan jari jempol tangan kanannya.Kedua tangannya di lipat di depan dada dengan pandangan mata lurus ke depan tanpa mempedulikan gadis itu.Sylvi mengepalkan tangan kanannya sekuat tenaga. Tanpa membuang waktu, gadis itu setengah berlari menghampiri Saritem dan langsung melayangkan tinjunya dengan cepat.Saritem yang lengah dengan kesombongan nya jatuh ke samping dengan tubuh kaku tak bergerak. Matanya melotot tajam saat menyadari bahwa dia berhasil tumbang dengan sekali pukulan dari gadis pembunuh kerempeng itu.Tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin dia sekuat itu. Walau tubuhnya tidak kerempeng lagi, tapi tetap saja tidak mungkin dia punya kekuatan sebesar itu. Selama ini gadis itu bahkan tidak pernah melawan sekali pun karena terlalu lemah saat berhadapan dengan mereka. Si Gimbal, Sutiwe dan Markije