"Benar ya kata mertua saya. Jika saya ini memang tidak becus menjadi seorang Ayah dan suami." ucap Kenzo "Tidak, tolong jangan berkata seperti itu. Mas itu sangat-sangat becus menjadi seorang Ayah dan suami untuk Mbak Bella dulu, buktinya sekarang didikan Mas kepada Devo dan Vivi untuk menjadi anak yang baik dan menjadi anak yang pintar itu sudah berhasil." jelas Rani sembari mengusap-usap punggung Kenzo dengan lembut.Tidak ada jawaban dari Kenzo, pria itu hanya menangis lalu mempererat pelukan nya ke tubuh Rani.Di ruang makan. Shilvia dan kedua anak-anak itu baru saja selesai sarapan."Alhamdulillah, aku sangat kenyang, Tante." ucap Vivi sebari mengusap-usap perutnya."Benar, Tante. Aku juga merasa sangat kenyang, tumben sekali masakan Ibu sangat enak." lanjut Devo."Hahaha, anak-anak, ini bukan masakan Bibi. Tali ini masakan Mommy Rani." jawab Shilvia sembari menumpuk piring kotor bekas dia dan anak-anak makan barusan."Hah! Sungguh? Ini masakan nya Mommy Rani?" tanya devo dengan
Terdengar bunyi ponsel berdering, merasa ponsel nya berdering. Pria itu langsung mengambil nya dari saku jam dalam nya, dia melihat ke arah layar ponsel dan mengangkat telfon nya."Selamat pagi, Tina." ucap Kenzo.Yang menelfon adalah sekertaris nya."Selamat pagi juga, Pak Kanzo. Maaf sebelum nya, anda sudah di tunggu oleh client di ruang meeting." jelas Tina."Saya segera ke kantor. Pastikan mereka sudah siap untuk pertemuan ini." pinta Kenzo."Baik, Pak. Jika begitu saya tutup dulu telfon nya." ucap Tina lalu mematikan telfon secara sepihak.Pria itu menghela nafas lalu memasukan ponselnya ke dalam saku dalam jas nya."Anak-anak, Daddy berangkat ke kantor dulu ya. Daddy akan pulang sekitar jam dua siang, nanti jam tiga kita ke makam Mommy Bella." jelas Kenzo."Baiklah, Daddy. Jangan lupa membeli bunga nya sekalian saat Daddy pulang kantor, supaya kita langsung ke makam Mommy." jelas Devo."Benar yang di katakan Kakak, Daddy." lanjut Vivi."Iya, baiklah. Kalian jangan membuat repit
Rumah keluarga Watson.Anton sedang mengajak Zargie bermain di kamar khusus isi mainan anaknya itu."Pa, ayo kita liburan ke luar negeri. Dulu kan Papa pernah mengatakannya kepadaku, jika Papa akan berusaha tidak sibuk lalu mengajakku dan Mama liburan ke luar negeri." jelas Zargie.Pria itu yang sedang asik bermain mobil-mobilan langsung terdiam."Kenapa Pala diam saja. Paa, ayo jawab." Zargie menepuk-nepuk pelan tangan Papanya."Sayang. Kamu kan mengerti jika Papa akhir-akhir ini sedang sibuk, Papa akan usahakan bulan depan ya." jawab Anton.Pria itu terpaksa mengatakan hal seperti itu kepada Zargie, karena supaya anaknya berhenti mendesak dirinya untuk mengajak nya dan mantan istrinya berlibur ke luar negeri."Sungguh? Asik... aku sudah tidak sabar untuk menunggu waktu itu tiba." sorak Zargie.Anton melihat wajah anak nya yang berseri-seri. Dia merasa sangat sedih karena sudah berbohong kepada anaknya.Ceklek.Pintu kamar terbuka, Anton dan Zargie langsung menatap ke arah pintu."Ta
Kedua wanita dewasa itu masih berada di dalam kamar. Tiba-tiba Shilvia merasa sangat haus."Ran, aku merasa sangat haus. Apa di sini ada air minum?" tanya Shilvia sembari memegang lehernya."Tidak ada, Shil. Airnya habis tadi malam, aku lupa belum mengambil lagi" jawab Rani."Baiklah, aku akan mengambil nya di dapur. Kira-kira sopan atau tidak ya membuka kulkas orang lain?" pikir Shilvia."Sopan lah. Kan memang sudah diizinkan oleh pemilik rumah, jadi ya di buat nyaman saja." jawab Rani."Benarkah? Aku meragukan mu, jangan-jangan kamu memberiku aliran sesat, hahaha." Shilvia kembali tertawa."Memang ya, kamu benar-benar menyebalkan. Sudah sana, katanya haus." ucap Rani."Iya-iya, baiklah. Kamu ingin minum juga? Nanti sekalian aku bawakan." tawar Shilvia."Tidak, aku tidak merasa haus. Aku akan membereskan kamar, ini lumayan berantakan." Jawab Rani.Wanita itu mengangguk laku berdiri dari duduknya, dia berjalan ke arah pintu dan keluar dari kamar, karena pintu kamar memang sengaja tida
Setelah Devo pergi ke kamarnya, seketika ruang tengah menjadi hening. Karena merasa suasana sedang canggung, Rani menatap ke arah Kenzo yang memeluk Vivi dari belakang sembari memejamkan matanya."Jika Mas lelah, istirahat saja. Aku tidak jadi pergi kok." ucap Rani.Dia berjalan ke arah sofa single lalu duduk, Shilvia juga ikut duduk di sofa. Tapi dia duduk di sebelah Kenzo."Saya tidak merasa lelah, Rani. Saya hanya sedang menikmati hangatnya tubuh Princess saya ini yang selalu membuat saya tenang." jawab Kenzo."Benar, memeluk buah hati kita memang sangat menenangkan segalanya, tentu juga merasa sangat nyaman. Maka dari itu aku selalu merindukan Zargie, dia adalah hidupku." Rani tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca.Mendengar perkataan Rani, Kwnzo langsung membuka matanya dan menatap ke arah wanita itu. Pria itu melihat Rani sedang mati-matian menahan tangisan nya."Masih ingat dengan janji saya? Besok akan saya buktikan kepadamu, semoga saja nanti malam akan saya buktikan." ucap Ke
Mereka sudah sampai di pemakaman, satu persatu dari mereka keluar dari mobil. Shilvia dan Rani langsung merapikan jilbab yang mereka pakai."Saya saja yang membawa tas nya." ucap Kenzo mengambil alih tas yang sedang Rani bawa."Iya, Mas. Vivi, kemarilah, Sayang." pinta Rani.Anak itu mengangguk lalu mendekat ke arah Rani."Devo, kamu ajak mereka ke makam Mommy Bella terlebih dahulu ya. Daddy akan berwudhu terlebih dahulu." pinta Kenzo sembari melepas jas nya."Baiklah, Daddy. Jangan lama-lama ya." jawab Devo."Iya, Sayang. Shilvia, saya titip jas saya ya." Kenzo menyodorkan jas nya ke arah Shilvia."Eh, iya, Pak." jawab Shilvia sedikit gugup.Wanita itu menerima jas nya. Devo jalan terlebih dahulu, Rani dan Shilvia mengikuti nya, Vivi di gendong oleh Rani."Kakak cepatlah. Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Mommy." ucap Vivi."Iya. Sabarlah sedikit, kamu pikir ini jalan nya lumayan susah " jawab Devo.Anak itu hanya terkekeh mendengar jawaban dari sang Kakak. Tidak membutuhka
Perlahan Zargie memejamkan matanya, dan tidak membutuhkan waktu lama anak itu sudah tertidur dengan pulang."Ternyata kamu kelelahan, Sayang. Kamu terlalu asik bermain sampai lupa istirahat." gumam Anton sembari mengecup kening buah hatinya.Pria itu juga merasa mulai mengantuk, dia juga merasa lelah. Perlahan dia memejamkan matanya lalu tertidur dengan pulang.Malam harinya.Rumah keluarga Baskara.Rani sedang memakai riasan, dia sudah memakai dress yang diberikan oleh Elsa. Model dress itu tidak ada lengan nya, sedikit ketat, panjang nya sampai di bawah lutut Rani, dan berwarna hitam, itu dress dengan desain khusus dan ternama, jika di beli harga dress itu sampai 50 juta lebih."Akhirnya sudah selesai juga. Semoga aku tidak membuat malu Mas Kenzo saat di pesta nanti. Apalagi pemilik pesta itu adalah rekan kerja nya." gumam Rani.Wanita itu berdiri dari duduknya lalu berjalan ke arah nakas, dia mencabut ponselnya yang sedang di charger lalu memasukannya ke dalam tas. Dia juga memasuk
Di tempat lain.Anton dan Zargie sedang menunggu Agatha keluar dari rumahnya. Mereka berdua menunggu wanita itu di dalam mobil."Papa. Apa aku tangan?" tanya Zargie sembari menatap ke arah Papa nya yang duduk di sebelahnya.Karena Anton memakai supir untuk menyetir mobil."Tentu saja. Anak Papa sangat tanpa, seperti Papa tentunya " Jawab Anton sembari tersenyum ke arah sang anak.Zargie tersenyum, dia melihat ke arah kaca mobil laku melihat Agatha sedang berjalan ke arah mobil.Ceklek.Pintu mobil terbuka. Wanita itu masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Zargie, dan posisi anak itu duduk di tengah-tengah Anton dan Agatha."Maaf ya, Mas. Sudah membuat kalian menunggu terlalu lama." ucap Agatha sembari menutup pintu mobilnya kembali."Tidak masalah. Jalan sekarang, Pak." pimta Anton ke supirnya."Baik, Tuan." jawab Supir lalu mulai menjalankan mobilnya ke arah pesta."Tante Agatha cantik sekali." puji Zargie.Wanita itu memakai dress ketat berwarna merah menolong, riasan wajah yang
"Aku benar-benar tidak menyangka ternyata Mbak Agatha sangat kejam. Ternyata kecurigaan ku ternyata benar, jika Duda anak satu yang dia maksud adalah Mas Anton." Rani masih sesenggukan.Wanita itu sudah berhenti menangis, hanya saja sesungguhnya masih ada. Rumah keluarga Watson benar-benar sangat sunyi, semua anggota keluarga sedang merasa sangat terkejut dengan kejadian beberapa puluh menit yang lalu.Malam harinya.Keluarga Watson sedang makan malam bersama, wajah mereka masih sangat datar. Termasuk Anton."Kenapa kalian diam saja?" tanya Zargie merasa heran."Kakak, Nenek dan Papa sedang merasa lelah, Sayang. Maka dari itu mereka diam saja." jelas Rani berbohong."Ah begitu. Apa Tante Agatha sudah pulang?" tanya Zargie lagi."Sudah, Sayang. Papa mimta kamu jangan bajas Tante Agatha lagi ya, dia bukan keluarga kita, tidak baik jika di bahas ataupun di cari." jelas Anton."Baiklah, Papa. Aku juga tidak terlalu suka dengan nya." jawab Zargie.Rani hanya tersenyum lalu semua orang kemb
"Jadi anda meragukan saya, Nona Agatha?" tanya Tirto menatap datar ke wanita yang duduk di hadapannya."Saya tidak berkata jika saya meragukan dirimu. Sekarang ke intinya saja, saya tidak memiliki banyak waktu." ucap Agatha."Baiklah. Jelaskan apa yang harus saya lakukan." jawab Tirto."Baiklah, dengarkan saya baik-baik. Jadi saya meminta kamu untuk melakukan hal seperti dulu, kita akan menculik kembali Rani dan membuat dirinya telanjang bulat seperti dulu, kamu juga begitu, bila perlu kamu masukan saja alat kelaminmu ke alat kelamin Rani, kapan lagi bukan kamu melakukan hal itu secara gratis, dengan wanita yang masih muda pula, terus nanti saya akan memvideo kegiatan kalian, saya akan mengirim video itu ke Mas Anton dengan nomor rahasiaku dulu untuk mengirim foto-foto kamu dan Rani saat di kamar hotel, saya tidak ingin rencana ini gagal, dan kamu harus membuat Mas Anton benar-benar membuang Rani, jika kedua orang tuanya sudah saya hasut, jadi tugas kamu itu saja." jelas Agatha."Itu
"Padahal sudah jam 4 sore yax Ran. Tapi mataharinya masih terik seerti jam 11 siang." ucap Agatha."Benar, Mbak. Ya namanya kuga musim kemarau, nanti jika sudah musim hujan pasti jam segini sudah hujan deras." jawab Rani."Benar sekali, dan pasti pakaian akan lama keringnya. Apalagi jika mengandalkan pengering dari mesin cuci." Agatha sembari menyuap seblak nya."Semoga saja saat musim hujan sudah datang, hujan nya malam-malam saja di atas jam 11 malam. Jangan siang-siang, supaya pakaian juga selalu kering." jelas Rani."Iya semoga saja begitu. Eh Zargie dimana? Dari tadi siang tidak kelihatan, semenjak kejadian Om Hasan dan Tante Laura menegurnya?" tanya Agatha."Dia sedang tidur siang bersama dengan Papanya. Mungkin sudah pada bangun." jawab Rani."Ah begitu. Aku juga akan menginap di sini beberapa hari, Tante Laura uang menyuruhku, entah ada apa." ucap Agatha."Benarkah? Mungkin supaya rumah ini lebih ramai saja." jawab Rani.Tidak ada jawaban dari Agatha. Kedua wanita itu melanjut
Rani sudah selesai pipis. Dia membuka pintu kamar mandinya, pintu kamar mandi ini tidak menimbulkan suara saat di buka."Itu Mbak Agatha sedang apa ya? Kok sedang mengaduk-aduk teh yang tadi aku buat." gumam Rani merasa sagat heran.Rani mendekat ke arah Agatha. Dia berdiri di sebelah kiri wanita licik itu."Mbak Agatha. Sedang apa?" tanya Rani.Agatha benar-benar sangat terkejut. Wanita itu gelagapan lalu berusaha mencari alasan yang masuk akal."Ah ini, Rani. Aku sedang membantu mengaduk-aduk teh nya, supaya gulanya lebih cepat larut." jawab Agatha."Ah begitu. Terima kasih ya, MBak." ucap Rani tersenyum kepada Agatha."Iya sama-sama, Rani." jawab Agatha membalas senyuman Rani.Wajah Agatha banyak keringatnya, wanita licik itu sangat geologi dan merasa takut. Takut Rani melihat aksinya yang memasukan beberapa sendok garam ke dalam teh yang tadi dia buat untuk Laura, tapi Rani tidak merasa curiga kepada wanita licik itu."Kenapa Mbak mengeluarkan garam?" tanya Rani saat melihat di sa
Rani benar-benar sangat bangga mempunyai anak seperti Zargie. Masih kecil saja anak itu mempunyai pikiran seperti itu."Iya, Sayang. Mama sangat percaya jika kamu akan menjadi anak yang sangat hebat di masa depan." jawab Rani mengusap-usap punggung anaknya dengan lembut.Zargie hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja. Setelah sampai di lantai dua, Rani langsung membawa Zargie kw kamarnya.Ceklek.Rani membuka pintu kamarnya, setelah itu dia masuk ke dalam, tidak lupa dia menutup kembali pintunya. Wanita itu masih menggendong Zargie, dia berjalan ke arah ranjang dan melihat suaminya yang sedang membaca koran di atas ranjang."Eh ada jagoan Papa datang. Kenapa di gendong, manja sekali." ucap Anton.Dengan perlahan Rani menurunkan tubuh Zargie ke atas kasur. Anton sangat terkejut saat melihat kedua mata buah hatinya membengkak."Apa yang terjadi, Sayang?" tanya Anton sembari menarik Zargie ke dalam dekapan nya."Kakek dan Nenek menegur aku, Papa. Dan mereka menghina Mama dan memarahi Ma
"Bagaimana? Apa Agatha menerima tawaran Mama?" tanya Hasan."Iya, Pa. Agatha sedang bersiap-siap. Setelah itu dia akan datang kemari." jawab Laura."Baguslah. Sekarang buatkan Papa kopi buatan Mama." pinta Hasan.Wanita tua itu mengangguk lalu berdiri dari duduknya,dia berjalan ke arah dapur. Sedangkan di Anton dan Rani baru saja sampai di dalam kamar, pria itu menutup kencang pintunya lalu tanpa sadar dia mendorong Rani kencang ke arah sofa.Brakk!Kepala Rani terbentur sudut sofa. Tes.Tes.Tes.Darah keluar dari kening Rani yang terluka."Astagfirullahaladzim." gumam Rani pelan sembari memejamkan kedua matanya karena menahan sakit yang luar biasa di bagian keningnya yang terluka.Pria itu menatap ke arah Rani yang masih terduduk di lantai, dia sangat terkejut.lalu mendekat ke arah Rani."Astagfirullahaladzim, Rani. Maafkan Mas." ucap Anton yang sudah menyadari apa yang sudah diperbuat kepada istrinya itu."Tidak apa-apa kok, Mas. Jangan meminta maaf ya." jawab Rani dengan senyuman
"Pesan apa? Apa Mas sedang memesan sesuatu." tanya Rani"Bukan saya yang memesan. Tapi kamu yang memesan." jawab Anton."Perasaan aku tidak memesan apa-apa deh, Mas." ucap Rani."Kata Zargie kamu sedang memesan makanan 1 jam yang lalu." jawab Anton.Rani langsung mengingat jika dirinya berbohong kepada anaknya jika dirinya sedang memesan makanan. Dia juga harus berbohong kepada Anton juga tentu nya."Iya memang benar aku sedang memesan makanan 1 jam yang lalu. Tapi aku membatalkan pesanannya." jelas Rani."Kenapa dibatalkan? Bukan kah kamu belum makan malam?" tanya Anton."Ini sudah malam, Mas. Untung saja pesananku belum disiapkan, jadi aku batalkan saja, lagipula aku tidak lapar, aku hanya mengantuk." jawab Rani asal.Walaupun sebenarnya dia sangat lapar. Tapi dia juga merasa sangat mengantuk."Jika begitu tidur saja. Tapi sebelum tidur, kamu harus makan terlebih dahulu, saya sudah membelikan kamu makanan." jelas Anton sembari mengeluarkan bungkusan dari dalam kantong plastik yang t
Di rumah sakit.Rani sedang menyuapi Zargie makan. Sedangkan Anton belum sampai di rumah sakit."Kamu harus makan yang banyak ya, Sayang, supaya cepat sembuh. Setelah makan nanti minum obat " jelas Rani tersenyum kepada buah hatinya itu."Iya, Mama. Apa Mama sudah makan malam?" tanya Zargie."Belum, Sayang. Mama sedang memesan makanan dari luar, mungkin sebentar lagi datang." jawab Rani berbohong.Sebenarnya Rani tidak membawa uang, semua uang nya ada di rumah Kenzo. Wanita itu sebenarnya merasa sangat lapar, karena tidak makan dari siang, tapi dia berusaha menahan laparnya."Ah begitu, baiklah. Kenapa Papa sangat lama, Ma?" tanya Zargie lagi dengan mulut penuh isi makanan."Biarkan Papamu istirahat di rumah ga. Kan ada Mama yang menjaga kamu dan menemani kamu, Nak." jawab Rani tersenyum."Aku sangat menyayangi Mama." ucap Zargie."Mama juga sangat-sangat menyayangi kamu, Sayang." jawab Rani.Anak itu tersenyum senang, sebenarnya dia mencari Papanya hanya untuk melanjutkan rengekan ny
Tidak ada jawaban dari Anton. Pria itu benar-benar sangat bingung untuk menjawab perkataan buah hatinya. Zargie terus-terusan menangis sembari merengek meminta Papanya untuk kembali menyatu dengan Mamanya."Papa... aku mohon. Papa dan Mama kembali bersatu seperti dulu." ucap Zargie semakin kencang menangisnya."Sayang... sudah ya, jangan menangis terus. Kamu akan muntah jika terus-terusan menangis." Anton merasa semakin khawatir dengan keadaan Zargie.Anak itu akan mentah-mentah karena menangis terlalu lama. Maka dari itu Anton merasa sangat khawatir hal itu akan terjadi."Huwek.... huwek." Zargie muntah-muntahAnton yang menekan tombol di dinding dekat brankar Zargie. Tombol itu berfungsi untung memanggil Dokter."Zargie! Bentengi menangis, Sayang! Papa mohon!" teriak Anton.Pria itu berteriak karena sangat khawatir melihat anaknya terus-terusan muntah.Ceklek.Pintu kamar rawat Zargie terbuka. Datanglah dua Dokter, dan tiga Suster, mereka langsung mendekat ke arah brankar."Tolong a